Semrawutnya Tata Ruang Sebabkan Malang Banjir dan Macet

foto ilustrasi

Kota Malang, Bhirawa
Semrawutnya tata ruang kota Malang disebut sebagai biang mula banjir dan kemacetan di kota yang legendartis disebut kota Bunga ini. Masalah banjir dan macet yang terjadi di Kota Malang ternyata masih memiliki keterkaitan. Hal itu disampaikan Ahli Tata Ruang sekaligus Dosen Arsitektur ITN Malang, Ir.Budi Fathony,MTA.
Menurut Budi, salah satu penyebab terjadinya banjir dan kemacetan di Kota Malang adalah karena masih semrawutnya sistem tata ruang kota yang ditetapkan. Lantaran pengembangan dilakukan hanya berdasar pada keuntungan, bukan berkaca pada dampak lingkungan dalam jangka pendek ataupun panjang.
“Padahal, sejak empat tahun yang lalu sudah ada peraturan tentang Tata Kota iti sendiri. Tapi apa kesepakatan itu sudah dipublikasikan atau belum, itu yang menjadi pertanyaan,” katanya Senin (12/3) kemarin.
Menurutnya, pengembangan wilayah harusnya mengacu pada Tata Ruang yang telah dibuat. Artinya, para pengembang tidak boleh melanggar aturan yang telah diterbitkan, dan pemerintah juga harus konsisten dengan apa yang telah mereka buat.
Selain itu, pengembangan yang berdasarkan tata ruang menurutnya juga akan memberi batasan. Sehingga tidak membludak seperti yang terjadi sekarang. Di mana kawasan yang harusnya dilindungi sebagai zona ruang hijau terbuka ataupun zona Cagar Budaya tidak digeser oleh kepentingan khusus.
Namun , lanjut Budi, pengembang cenderung membidik kawasan yang sangat strategis. Sementara pemerintah memberi izin pembangunan yang tak sesuai dengan kondisi tata ruang yang ada.
Di kawasan tersebut, mulanya pengembang berencana untuk membangun kawasan koridor perumahan sebagai daerah elit layaknya di Idjen Boulevard. Namun saat ini, ternyata tumbuh puluhan ruko serta sebuah rumah sakit yang sama sekali tidak masuk dalam rencana awal.
“Harusnua pemerintah tidak memberi izin usaha dan ekonomi di sana, karena itu kawasa perumahan. Dan akhirnya sekarang malah memunculkan kawasan baru,” paparnya.
Terlebih, karena pembangunan yang tak begitu memperhatikan kawasan, ketika hujan deras wilayah tersebut menjadi langganan banjir. Sebab sungai besar yang berada tepat di depan kawasan ruko dan rumah sakit itu sekarang malah menyempit.
Begitu juga dengan drainase kota yang membujur dari utara ke selatan yang menurutnya tidak jelas. Sehingga air larinya ke arah utara, tepatnya menuju sungai di balik gedung showroom kawasan Soekarno Hatta (perempatan monumen pesawat Soehat).
Selain itu, karena semakin pesatnya perkembangan Kota Malang, kini bahkan para pengembang perumahan jarang memperhatikan prosedur yang ada. Salah satunya terkait penyediaan ruang terbuka hijau (RTH). Di mana RTH semestinya memiliki porsi yang besar.
“Untuk satu kavling, seharusnya 60 persen adalah bangunan dan sisanya RTH atau sebaliknya. Tapi sekarang tidak seperti itu, sisi 10 persen saja masih dipaksakan dibangun toko atau sebagainya,” tambah Budi.
Hal itu jelas menurutnya membuat lingkungan pemukiman tidak seimbang. Saat lingkungan ekstrem seperti sekarang, jelas akan mengakibatkan genangan air di mana-mana lantaran tidak adanya resapan. [mut]

Tags: