Semula Dianggap Liar, Kini Diminati sebagai Alternatif Beras

Endang Soehartati (kanan) menunjukkan biji sorgum yang sudah disosok. Drs Soedjatmiko (tengah) menunjukkan tanaman sorgum yang menjadi garapan penelitian UWKS sejak 2009.

Endang Soehartati (kanan) menunjukkan biji sorgum yang sudah disosok. Drs Soedjatmiko (tengah) menunjukkan tanaman sorgum yang menjadi garapan penelitian UWKS sejak 2009.

Kota Surabaya, Bhirawa
Jagung cantel, begitu orang-orang dulu menyebutnya. Sempat menjadi salah satu jenis makanan pokok ketika Indonesia dijajah Jepang. Namun seiring waktu, pamornya kalah dengan beras. Sorgum, istilah modernnya, kemudian dikenal sebagai tanaman liar dan digunakan hanya untuk makanan ternak. Sampai akhirnya Endang Noerhartati memutuskan untuk meneliti potensinya sebagai makanan pokok alternatif.
Sudah enam tahun berjalan sejak 2009 lalu, Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya menerjunkan tim untuk melakukan penelitian tentang sorgum. Mulai dari pembudidayaannya, sampai pada teknik pengolahan industri hasil pangannya. Dekan Fakultas Teknik UWK Surabaya Endang Noerhartati adalah salah satu pionernya.
“Tidak mudah awalnya. Karena orang sekarang sudah terlanjur mengenal sorgum sebagai pakan ternak. Mulai dari bijinya, sampai batang rumputnya,” kata Endang ditemui di kantor yayasan UWK beberapa waktu lalu.
Endang begitu prihatin dengan pemanfaatan sorgum yang masih sangat minim. Padahal, dari tanaman yang dianggap liar ini, terdapat potensi ekonomi yang begitu besar. “Kita sosialisasikan dulu manfaatnya. Lalu secara perlahan kita mulai menggarap budidayanya sampai pada pengolahannya,” kata dia.
Dari hasil penelitian selama enam tahun terakhir ini, Endang berhasil menemukan sejumlah kandungan penting dalam sorgum. Beberapa di antaranya ialah kadar serat yang tinggi sehingga baik untuk pencernaan serta bebas gluten. “Jadi untuk yang alergi gluten tidak perlu khawatir,” kata dia.
Sebagai makanan pokok, sorgum bisa diolah seperti beras mejadi nasi. Orang dulu memakannya dengan dicampur kelapa. Namun dalam industri makanan, Endang mengatakan, sorgum dapat dijadikan sebagai subtitusi tepung pengganti gandum. Secara ekonomis, ini lebih potensial dibanding gandum yang bukan tanaman asli Indonesia. “Tepung ini bisa dibuat untuk berbagai jenis kue. Sekarang, kita sedang meneliti sorgum untuk dijadikan mi,” tutur dia.
Selain bijinya, batang tanaman sorgum juga bisa diolah menjadi sirup. Selain kandungannya, sorgum juga sangat mudah ditanam pada jenis tanah apapun. Termasuk tanah kering, lahan tidur dan daerah dengan cuaca panas. Kebutuhan air untuk menanam sangat kecil. Selain itu juga tidak membutuhkan banyak pupuk. “Disebar saja cukul-cukul (tumbuh) sendiri,” kata dia.
Kabupaten Lamongan, merupakan salah satu daerah yang banyak ditumbuhi sorgum secara liar. Namun kini tanaman itu tak lagi bisa dibilang liar. Sebab, melalui penelitian ini sejumlah daerah sudah membudidayakan sorgum. Beberapa di antaranya ialah Lamongan, Bangkalan, Pacitan dan Probolinggo. “Di Lamongan ada sekitar 700 hektare lahan untuk budidaya sorgum. Di Bangkalan juga ada sekitar 200 hektare,” jelasnya.
Endang mengaku, penelitian ini dapat terus dikembangkan karena dukungan dari Dirjen Dikti yang telah membiayainya sejak 2010 melalui program Hibah Dikti.
Ketua Pengurus Yayasan Wijaya Kusuma Surabaya Soedjatmiko menambahkan, pengembangan sorgum merupakan salah satu program penelitian dan pengabdian masyarakat UWKS selama enam tahun terakhir. Karena itu, seluruh jajanan yang beredar di UWKS merupakan jajanan berbahan dasar sorgum. “Istilahnya jajanan linuwih,” tutur Djatmiko.
Menurut Djatmiko, sorgum memiliki peluang yang besar dibanding beras. Sebab, biaya untuk menanam padi cukup besar dan semakin tak terjangkau petani. Selain itu, di pasaran harga beras kini semakin tak terjangkau. Sedangkan sorgum, selain biaya tanamnya murah, harga jualnya juga sangat terjangkau bagi masyarakat.
Djatmiko bertekat menjadikan sorgum sebagai ikon UWKS sekaligus menjadikan kampus di bawah yayasannya itu sebagai agrowisata sorgum. Fungsinya untuk pusat pendidikan, penelitian dan objek wisata olahan sorgum. [tam]

Tags: