Semula Karya Diremehkan, Akhirnya Berhasil Memuaskan

 Aji Purnomo dan Ika Pribadi, dua mahasiswa Untag Surabaya ini berhasil menciptakan otomasi listrik berbasis PLC dengan menggunakan sensor gerak. [adit hananta utama]


Aji Purnomo dan Ika Pribadi, dua mahasiswa Untag Surabaya ini berhasil menciptakan otomasi listrik berbasis PLC dengan menggunakan sensor gerak. [adit hananta utama]

Otomasi Energi Listrik Gunakan Sensor Gerak Infra Red
Kota Surabaya, Bhirawa
Hemat energi menjadi isu global yang terus menarik untuk dikaji dan diteliti. Salah satunya konsumsi energi listrik. Tak kurang-kurang usaha menyadarkan masyarakat agar lebih bijak menghemat energi tak terbarukan ini. Begitu pun usaha dua mahasiswa Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya dalam menciptakan karya berupa otomasi listrik yang efektif untuk menghemat energi listrik.
Bisa menghemat listrik sampai 27,6 persen, siapa yang tidak mau? Itulah yang ditawarkan Aji Purnomo dan Ika Pribadi dengan alat barunya berupa otomasi listrik berbasis Programmable Logic Controller (PLC). Dua mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Untag Surabaya ini bahkan sudah menguji berapa rupiah yang bisa dihemat dengan memanfaatkan alat ini.
Aji mulai merinci perhitungannya setelah berhasil melakukan percobaan di salah satu laboratorium yang ada di kampusnya. Tanpa menggunakan otomasi beban listrik, laboratorium yang menggunakan daya 2.200 VA (Volt Ampere), menghabiskan sedikitnya 22,18 KWh per hari atau 443,6 KWh per bulan. Setelah menggunakan otomasi beban listrik, energi yang dihabiskan hanya 16,06 KWh per hari atau 321,2 KWh per bulan. “Jadi ada penghematan sebesar 27,6 persen energi listrik. Dari sini, pembiayaan yang dikeluarkan juga pasti lebih murah,” tutur Aji.
Saat ini, lanjut dia, nilai per KWh sebesar Rp 1.352 maka setiap bulan rupiah yang bisa dihemat bisa mencapai Rp 165.485. Ika Priambudi menjelaskan cara kerja alat tersebut. Dia menyebut tiga komponen utama, yakni PLC, sensor gerak infra merah dan kontaktor yang berfungsi sebagai saklar. Sensor gerak berfungsi untuk mendeteksi pergerakan manusia yang memasuki ruangan. Jika terdeteksi pergerakan, maka listrik akan otomatis menyala. Jika tidak ada gerakan dalam tempo yang sudah ditentukan, maka listrik segera mati.
“Seperti di hotel yang menggunakan sistem mikro, di situ memanfaatkan barcode atau kartu hotel untuk menyalakan listrik. Tapi alat kita, tidak perlu kartu. Perintah bisa terbaca lewat gerakan,” kata dia.
Ika menyebut, sejauh ini belum ada perusahaan maupun hotel yang sudah memanfaatkan metode ini. Keutamaan lainnya, setelan waktu dan alat elektronik yang ingin dihubungkan dengan alat otomasi bisa diatur sesuai keinginan. “Misalnya kalau siang lampu deprogram harus mati. Meski ada pergerakan manusia yang tertangkap sensor, lampu akan tetap mati,” ungkapnya.
Mereka berdua merancang alat ini selama sebulan. Biaya yang dikeluarkan pun cukup lumayan, berkisar hingga Rp 8 juta. Namun Ika yakin, manfaat yang dihasilkan bisa lebih besar dari biaya produksinya. “Memang mahal. Karena itu, alat ini cocok untuk perkantoran atau perhotelan yang biasanya menghabiskan banyak energi,” kata dia.
Keberhasilan Ika dan Aji bukan semata-mata karena biaya yang dikeluarkan untuk membeli komponen itu mahal. Sebab, proses yang rumit sebenarnya pada saat memprogram perintah dari komputer agar bisa diterima dengan baik oleh PLC sebagai otak alat ini. Kegagalan tak terhitung berapa kalinya selama dua minggu masa trial and error. “Awalnya malah diremehkan sama dosen. Katanya penelitian ini terlalu sederhana,” kata Ika.
Tetapi setelah produk jadi, beberapa pihak mulai melirik. Termasuk pihak kampus sendiri juga tertarik untuk mengaplikasikan alat ini. Tidak hanya itu, penelitian yang di gunakan sebagai tugas akhirnya ini juga sukses mencetak nilai A. “Kami memang berencana menjualnya. Beberapa teman sudah menawarkan tempat di mana kami bisa menjual alat ini dan pasti laku,” kata Ika yakin. [Adit Hananta Utama]

Tags: