Sensifitas APBD Jatim 2017

APBDRestrukturisasi pendapatan masih mewarnai APBD Jawa Timur tahun 2017, walau tidak seberat tahun (2016) lalu. Begitu pula pada sisi belanja, nampak spirit berhemat melalui pembentukan dana cadangan dan pemberian pinjaman daerah.  Rancangan APBD Propinsi Jawa Timur 2017 (yang sedang dibahas bersama DPRD), masih diancar-ancar menurun sekitar 3,2%. Ini seolah-olah menggambarkan, bahwa perekonomian belum akan naik.
Penurunan laju perekonomian tahun 2017, diperkirakan disebabkan oleh cuaca. Dampak perubahan cuaca ekstrem bisa mempengaruhi produksi hasil pertanian. Begitu pula cuaca buruk niscaya mengurangi hasil tangkapan nelayan. Begitu pula ekses banjir (dan longsor) bisa mengendurkan distribusi dan transportasi. Sehingga roda perekonomian yang diusahakan oleh masyarakat akan memgalami penyusutan.
Pergerakan ekonomi nasional, niscaya menyebabkan sensifitas pada perekonomian di daerah. Penurun APBD (pada sisi pendapatan) juga tergambar dari menyusutnya sokongan APBN. Antaralain Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, turun Rp 286 milyar. Serta penurunan pada Dana Alokasi Khusus (DAK) sekitar Rp 274 milyar. Total pengurangan dana perimbangan pada Tahun 2017 menjadi sebesar Rp 560 milyar lebih.
Sensifitas per-angka-an APBD Jawa Timur juga terjadi pada sisi belanja daerah, khususnya pemberian pinjaman daerah. Diantaranya rencana penguatan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah.Tahun (2016) lalu, disediakan anggaran sebesar Rp 400 milyar. Namun yang terserap hanya sekitar Rp 50-an milyar. Dalam hal ini Pemerintah Propinsi perlu memperluas coverages UMKM penerima pinjaman, dikoordinasikan dengan Pemerintah kabupaten (Pemkab) dan Pemkot.
Tetapi per-angka-an APBD Jawa Timur 2017, masih akan dihitung ulang bersama DPRD. Boleh jadi akan terdapat penambahan pada sisi pendapatan, antaralain dari pajak. Serta pendapatan lain-lain yang sah, dan setoran BUMD (Badan usaha Milik Daerah). Namun biasanya penambahan pada sisi pendapatan tidak akan lebih 2% dari total PAD (Pendapatan Asli Daerah). Saat ini PAD Jawa Timur diperkirakan sebesar  Rp 14,844 trilyun.
Sebelumnya, Perubahan APBD 2016 di-skenario turun dibanding APBD 2015. Terbesar diantaranya, penurunan penerimaan dana perimbangan, terutama dari hasil minyak dan gas. Pendapatan yang merosot ditaksir antara Rp 800 milyar hingga Rp 1,5 trilyun. Sehingga pemerintah propinsi berupaya ekstra hati-hati. Termasuk tidak berani mematok defisit besar (sampai lebih dari Rp 1 trilyun) seperti tahun sebelumnya. Defisit APBD 2016 hanya sebesar Rp 387,665 milyar. Itu defisit paling kecil selama lima tahun terakhir.
Pada RAPBD 2017, defisit sudah meningkat menjadi Rp 715 milyar. Tapi masih tergolong minimalis. Ini menandakan bahwa pemerintah propinsi cukup “galau” dengan tren melemahnya perekonomian nasional. Padahal sebenarnya, melemahnya perekonomian nasional tidak terlalu parah. Belum pada level resesi.  Salahsatu gejalanya, adalah meningkatnya penjualan kendaraan bermotor
PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) terdongkrak. Begitu pula PBB-KB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermorot) akan turut naik. Hal itu terbukti dengan pagu PKB meningkat Rp 100 milyar lebih. Bahkan pajak rokok juga dipagu naik Rp 100 milyar. Maka per-angka-an APBD 2017 ini boleh jadi akan memperoleh sambutan hangat kalangan DPRD, yang umumnya meng-inginkan penambahan. Agar belanja daerah untuk proyek pemerintah menjadi lebih besar.Terutama pada sisi belaja modal serta belanja barang dan jasa.
Lazimnya, kekuatan APBD akan men-stimulasi pergerakan perekonomian  sampai sekitar 6%. Bergantung pada semangat gubernur (diwakili pimpinan SKPD) menerima tantangan anggota dewan. Terutama penambahan belanja daerah. Dan menggenjot kinerja 12 BUMD dan perbankan BUMD, untuk meningkatkan setoran kas daerah. Kalau banyak duit, belanja bisa diperbesar. Muaranya, akan lebih banyak pula program yang menjamin kesejahteraan rakyat.

                                                                                                                    ———   000   ———

Rate this article!
Tags: