Sentil Pemerintah dan Masyarakat dengan Karya Seni

Siswa SMA Khadijah berhasil mengukir prestasi di ajang Festival Film Nusantara 2017 di malam anugerah kategori sosial humanisme di Taman Ismail Marzuki (TIM) dalam rangka memperingati HUT TNI ke-72, Selasa (10/10) lalu.

Film Ludruk Tjap Soerabadja Raih Juara 1 di FFN 2017
Surabaya, Bhirawa
“Ludruk itu milik kita sendiri, harus kita lestarikan,” secuil kata yang dilontarkan aktor seniman Ludruk di Surabaya dalam film berjudul Ludruk Tjap Soerabadja. Film besutan siswa SMA Khadijah ini berhasil mengukir prestasi di ajang Festival Film Nusantara 2017 di malam anugerah kategori sosial humanisme di Taman Ismail Marzuki (TIM) dalam rangka memperingati HUT TNI ke-72, Selasa (10/10) lalu.
Film berdurasi sekitar 12 menit ini dipilih lantaran anak zaman sekarang sudah mulai meninggalkan Ludruk. Selain itu, pemerintah juga dinilai kurang memberikan perhatian kepada kesenian khas Kota Pahlawan.
“Dengan mengangkat tema ini, kami ingin anak-anak minimal tahu kesenian Ludruk. Dan pemerintah semakin memperhatikan kesenian yang mulai ditinggalkan masyarakat ini,” kata Yuniardo Muhammad Alvarez selaku sutradara film Ludruk Tjap Soerabadja saat ditemui Bhirawa di sekolahnya, Kamis (12/10) kemarin.
Menurut dia, proses penggarapan film ini memakan waktu selama tiga bulan. Sejak bulan Februari lalu, tim Khadijah Production sebanyak 10 siswa mulai membuat naskah. Tak lupa juga melakukan observasi ke berbagai seniman Ludruk yang menyebar di Kota Surabaya. Disusul dengan proses editing yang memakan waktu cukup lama karena bebarengan saat Ujian Tengah Semester (UTS).
“Dalam observasi itu, seniman Ludruk sangat membutuhkan pemerintah. Mereka sepertinya kecewa kenapa pemerintah tidak bergerak. Seperti Pak Momon  (Ketua Seniman Ludruk Surabaya), Pak Rogo, dan Pak Ketut yang biasa main di THR mengeluhkan hal yang sama,” ungkapnya.
Dalam film tersebut ditampilkan kesenian Ludruk Lunas, Taman Hira, dan Irama Budaya. Menurutnya, dari total film yang masuk sebanyak 300 di FFN 2017, berhasil menyisihkan 200 peserta. Hingga menyusut sampai tiga besar yang disaksikan langsung oleh Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo.
“Pesan Pak Gatot waktu bertemu itu kami diminta terus berkarya dan terus melestarikan budaya,” imbuhnya. Jendral TNI Gatot Nurmantyo, kata dia, film adalah suatu metode pembelajaran untuk meningkatkan motivasi bela negara. Dan yang paling penting adalah menggali Budaya – budaya asli Indonesia yang sudah akan hilang. “Padahal budaya itu merupakan kekuatan hakiki,” kata dia yang menirukan  pesan Gatot. Namun, bikin mirisnya, kata Alvarez, saat tanya ke seniman Ludruk senior itu hanya dibayar sebungkus rokok. Hal itulah, yang membuat tim semakin tergerak semangatnya dalam mengangkat film Ludruk.  “Itu yang membuat saya dan tim semakin tergugah mengangkat film ini. Kok bisa ya kesenian ini ditinggalkan dan dibayar secara sukarela,” paparnya.

Semangat Bersama Demi Prestasi
Pembuatan film dokumenter dengan judul Ludruk Tjap Soerabadja tidak serta merta berjalan mulus. Hal ini diungkapkan Pembina Khadijah Production, Yusuf Kurniawan. Menurutnya, untuk menyatukan dan menumbuhkan semangat anak-anak tidaklah mudah. Hal ini karena diantaranya tidak datang saat penggarapan film.
“Tapi saya bangga sama anak-anak atas pencapaiannya. Karena di tingkat kota Surabaya dan Provinsi belum pernah mendapatkan juara. Tapi di tingkat Nasional justru malah kita unggul,” ungkapnya.
Menurut Yusuf yang juga sebagai Guru Seni Budaya SMA Khadijah Surabaya ini mengatakan, jadwal pembuatan film sering bentrok dengan jadwal sekolah. “Tapi, semua itu bisa diatasi oleh semua siswa dengan hasil yang maksimal,” imbuhnya.  Bahkan, lanjut dia, atas perjuangan siswa yang tergabung dalam pembuatan film juga didukung oleh pihak sekolah. “Kita bersyukur sekali sekolah mensuportnya. Syukur-syukur kalau siswa ini diringankan nilai-nilai mata pelajarannya,” ujarnya sembari tersenyum. [geh]

Tags: