Sentra PKL Belum Jawab Kebutuhan Pedagang

PKL-Binaan-Kelurahan-Ngagel-Wadul-ke-Ning-Lucy.-[Gegeh-Bagus/bhirawa.j

PKL-Binaan-Kelurahan-Ngagel-Wadul-ke-Ning-Lucy.-[Gegeh-Bagus/bhirawa.j

Surabaya, Bhirawa
Permasalahan penertiban pedagang kaki lima (PKL) di Kota Surabaya seperti menjadi tolak ukur keberhasilan Pemkot Surabaya dalam menata pedagang yang ada di pinggir jalan. Banyaknya sentra PKL yang ada di Kota pahlawan masih belum menjawab kebutuhan pedagang yang belum tertampung. Bahkan, tak sedikit pedagang yang sudah meninggalkan Sentra PKL yang telah disediakan Pemkot Surabaya.
Puluhan pedagang kaki lima (PKL) Binaan Kelurahan Ngagel wadul ke Calon Wakil Wali Kota Surabaya nomor urut satu Lucy Kurniasari. Mereka mengeluhkan penertiban yang dilakukan Pemkot Surabaya tanpa ada solusi selanjutnya.
Koordinator PKL Binaan Kelurahan Ngagel Imron mengaku sering berhadapan dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surabaya. Aparat penegak Perda ini meminta PKL pindah dari tempatnya berjualan.
“Permintaan kita tidak dibongkar, belum selesai jualan dan belum laku sudah mau dibongkar. Kalau Ning Lucy jadi saya mohon pedagang kaki lima (PKL, red) jangan dibongkar,” keluhnya yang langsung di respon oleh Cawawali nomor urut satu, Lucy Kurniasari di Posko Pemenangan Serasi, Senin (9/11) kemarin.
Irmon menjelaskan, para PKL membutuhkan kenyamanan dalam berjualan. Jika setiap hari harus kucing-kucingan dengan Satpol PP, maka banyak PKL yang merugi. “Kita rakyat kecil butuh biaya untuk menghidupi keluarga. Bukan malah harus kucing-kucingan dengan petugas,” ucapnya.
Keluhan tersebut direspon oleh Ning Lucy sapaan akrab Cawawali yang diusung Partai Demokrat-PAN ini. Ning Lucy mengaku prihatin dengan banyaknya penggusuran PKL yang masih menyisahkan masalah. Calon yang mendampingi Dr Rasiyo di Pilwali Surabaya 9 Desmber mendatang ini memandang Pemkot seringkali hanya bisa menertibkan PKL.
“Yok opo onok seng tuku nek sentra PKL wes akeh seng ditinggalno? Kita akan perhatikan sebisa mungkin. Intinya perlu ditata kembali. Ketika saya mendatangi beberapa sentra PKL banyak yang menanyakan terkait permodalan, kita akan komunikasikan kembali,” tuturnya pada puluhan pedagang.
jika terpaksa harus menertibkan PKL, tambah Ning Lucy, Pemkot Surabaya mestinya mencarikan solusi. Artinya para pedagang tidak dibiarkan mencari tempat berjualan sendiri. “Misalnya ditempatkan di sentra PKL, kan banyak milik Pemkot, dan itu masih banyak yang sepi loh,” pungkasnya.
Dirinya mengatakan, Pemkot juga harus selalu memantau keberadaan sentra PKL. Sebab, banyak sentra PKL yang mati suri akibat tidak ada pelanggan. “Kalau ndak ada yang beli bisa kukut. Ada beberapa contoh sentran PKL kukut. Kan ini ironis,” kata Lucy.
Mantan Ning Surabaya 1986 ini berkomitmen memperhatikan rakyat kecil, salah satunya PKL. Dia berjanji akan memberikan modal bagi pelaku usah kecil. “khusus untuk ibu-ibu kami akan alokasikan anggaran koperasi wanita. Per koperasi per RW total 50 juta untuk mensupport kewirausahaan ibu-ibu yang ingin mempunyai pekerjaan,” terangnya.
Sementara di sentra PKL lain, tarikan pungutan yang ditengarai melebihi ketentuan menyebabkan  larinya PKL dari area sentra.
Menurut salah satu pedagang di sentra PKL Tandes menuturkan bahwa, dirinya harus mengeluarkan uang sebesar Rp150 ribu rupiah setiap bulan kepada salah satu staf kecamatan yang bertugas sebagai koordinasi pengelolaan sentra PKL tersebut.
”Pokoknya setiap bulan saya harus menyetor sebesar Rp150.000,- untuk setiap bulan yang dikoordinir oleh salah satu staf kecamatan Tandes,” ujar salah satu pedagang yang meminta namanya untuk tidak dipublikasikan.
Dengan setoran Rp150.000,- setiap bulannya banyak pedagang yang berada di sentra PKL Tandes merasa keberatan. Selain mash sepi pelanggan, banyak pedagang yang tak mau masuk ke sentra PKL Tandes.
Ketika masalah ini dikonfirmasi ke Kepala dinas Koperasi dan UKM kota Surabaya, Hadi Mulyono terkait tingginya tarikan tersebut, Hadi mengatakan bahwa pungutan di sentra PKL itu memang ada namun besarnya tidak sampai sebanyak itu.
“Tidak ada kewajiban lain-lain kedinas kecuali retribusi per meter sebesar Rp20.000,- dengan rata-rata luas stand adalah 3 meter,” ujar Hadi Senin (9/11).
Lebih lanjut dikatakan Hadi, sepengetahuan dinas bahwa retribusi itu untuk membayar tenaga kebersihan, keamanan, listrik dan air. Menurutnya Dinkop dan UKM saat ini mengoptimalkan kinerja untuk mengejar target pembangunan sentra PKL. Pihaknya merasa termotivasi untuk menyelesaikan pembangunan sentra UKM baru sekaligus pembinaan para PKL-nya. [geh.dre]

Tags: