Sepak Terjang Drs Soehardjo Bagustanto MSi Pensiunan Pemprov Jatim

Drs Soehardjo Bagustanto MSi bersama batu mulia koleksinya.

Dulu Sering Dipanggil Dukun, Sekarang Investasinya Dilirik para Investor
Kota Surabaya, Bhirawa
Apa yang salah dengan memakai batu akik? Tentu saja tidak ada. Sebab, Drs Soehardjo Bagustanto MSi telah mengenal batu mulia nusantara sejak duduk di bangku SMA. Tak heran mantan Kabag Humas Setdaprov Jawa Timur ini dijuluki dukun dan raja pirus seiring berjalannya waktu.
Pria kelahiran Semarang 30 desember 1953 ini tengah getol mengenakan batu pirus hingga saat ini. Meski sering dipanggil ‘dukun’ saat usianya masih muda, tak mengurungkan niatnya untuk mengenakan batu mulia di jarinya. Sebab, batu pirus yang dikenakan pada waktu itu pemberian kakeknya (almarhum) yang didapat dari Negara Arab saat menunaikan rukun islam kelima ibadah haji. Hingga saat ini batu pirus tersebut masih tersimpan rapi di rumahnya yang beralamat di Jl Nginden VI/ 59 Surabaya.
Ketua Komunitas Penggemar Batu Bergambar Jatim ini menceritakan anak muda dulu jika mengenakan batu akik  dinilai tidak wajar. Sebab, yang mengenakan batu akik pada waktu itu hanya para ulama dan kiai.
Namun, dengan eksistensinya menggeluti batu nusantara ini telah membawa dirinya menjadi raja batu pirus.  Pada 1978, Soehardjo memasuki dunia birokrasi yakni di kantoran Gubernuran Jawa Timur . Sejak saat itu dia makin dikenal oleh kalangan para pejabat yang sama-sama sebagai kolektor batu akik. Bahkan, pada saat Soekarwo menjadi Gubernur Jawa Timur selalu dipromosikan kepada kalangan pejabat Pemprov Jatim kalau dia spesialis batu nusantara.
“Pakde Karwo (sapaan akrab Gubernur Jawa Timur Soekarwo) selalu mengarahkan ke saya kalau ada pejabat yang suka batu.  Jadi, semua kalau ingin konsultasi terkait batu diarahkan ke saya,” kenang  Suhardjo yang saat ini menginjak usia 64 tahun saat ditemui beberapa hari lalu.
Mantan Kabag Humas Setdaprov Jawa Timur ini juga menceritakan saat dinas dulu selalu mengenakan batu berjenis pirus. Mulai dari cincin, gelang, hingga kalung tak pernah lepas dari tubuhnya. Maklum koleksi Suhardjo cukup beragam, hingga kini telah memiliki sekitar 500 lebih batu yang berjuluk batu keselamatan ini.
Alasan Soehardjo tertarik pada batu pirus karena memiliki karakteristik tersendiri. Di samping itu, ada mitos batu pirus juga untuk keselamatan. Apalagi, pada zaman dahulu batu pirus dikenakan oleh para Raja-raja Arab dan Timur Tengah. Bahkan batu ini dikenakan untuk mahkota.
“Betapa gagahnya batu pirus ini kalau dikenakan oleh orang-orang saat ini. Karena, meski memiliki batu pirus ribuan tidak akan sama dengan pirus lainnya. Pasti berbeda mulai dari serat, motif dan jenisnya. Jadi, untungnya di situ. Tidak akan sama dan tertukar,” jelasnya.
Tidak hanya ditawar oleh kolektor asal Indonesia, batu pirus koleksinya sering ditawar oleh pedagang batu pirus asal Negara Timur Tengah seperti Lebanon.  Namun, seperti komitmen awal dia tidak akan menjual batu pirus miliknya.
“Abu Ali (pedagang batu pirus dari Lebanon, red) setiap kali datang ke Indonesia selalu kontak saya dan bilang ‘mau dijual berapa?’. Tapi saya tetap tidak akan menjualnya,” tutur pria lulusan Stikosa AWS ini.
Bahkan, saat ini hobinya sebagai kolektor batu memberikan keuntungan. Sebab mengoleksi batu mulia juga bisa dijadikan investasi yang saat ini mulai dilirik para investor. Tak hanya dari dalam negeri, juga dari luar negeri.
Namun, dirinya enggan menyebutkan harga batu pirus miliknya mencapai berapa kalau dijual di pasaran. “Pokoknya kalau di pameran batu itu ada yang mencapai Rp 150 juta lah,” katanya sambil tersenyum.
Aktivitas Soehardjo saat ini tak jauh dari hobinya sebagai pecinta batu. Dia intens mengumpulkan penggiat batu nusantara seperti perajin, pedagang dan penggemar untuk mengikuti sarasehan bersama pejabat Pemprov Jatim. Dengan harapan batu nusantara bisa booming lagi seperti pada 2015 lalu.
Saat terjadi booming batu nusantara, lanjutnya, maka terjadi pergerakan perekonomian ekonomi kreatif dan terjadi penyerapan lapangan pekerjaan. “Mulai dari penggali, perajin, pedagang hingga kolektor, semuanya hidup dari batu tersebut,” katanya. [Gegeh Bagus Setiadi]

Tags: