Seragam Gratis Halau Keluhan Pungli

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Tak Tepat Sasaran, Dewan Menolak
Dindik Surabaya, Bhirawa
Program seragam gratis yang tercantum dalam bantuan operasional satuan pendidikan mendapat kritik sekaligus dukungan dari sejumlah pihak. Sementara Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya tetap bertahan dengan usulannya.
Dengan anggaran sebesar Rp 90 miliar itu, Dindik Surabaya berharap tidak ada lagi keluhan maupun tuduhan pungutan liar yang kerap terjadi setiap awal tahun ajaran baru kepada sekolah. Kepala Dindik Surabaya Ikhsan mengatakan, program seragam sekolah gratis itu sudah dipikirkan lama. Bahkan semula tidak hanya untuk siswa baru dan mitra warga, tetapi juga untuk seluruh siswa. “Tapi kalau untuk semua siswa, anggarannya terlalu besar. Jadi kita ambil untuk siswa baru dan mitra warga saja,” tutur Ikhsan dikonfirmasi, Minggu (6/9).
Selama ini, Ikhsan mengaku laporan terkait pungutan terjadi ketika penerimaan siswa baru. Padahal belum tentu juga itu pungli. Sebab, sekolah biasanya menyediakan seragam di koperasi. “Kalau mau membeli di koperasi silakan, kalau tidak juga silakan. Ini yang kemudian dianggap pungli. Padahal sebenarnya tidak. Karena itu, kita antisipasi agar tidak ada lagi tuduhan kepada sekolah,” katanya.
Sekadar diketahui bila Dindik Surabaya mengajukan anggaran untuk bantuan operasional satuan pendidikan pada 2016 sebesar Rp 731 miliar. Dari yang hanya Rp 438 miliar pada 2015. Ada tiga komponen tambahan yang membuat anggaran itu membengkak, yakni komponen seragam sekolah sebesar Rp 90 miliar, sebesar Rp 165 miliar untuk buku dan tambahan Bopda SMP sebesar Rp 20 miliar dengan masing-masing siswa Rp 10 ribu.
Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memberikan seragam gratis pada semua siswa baru, baik kelas I SD, VII SMP, dan X SMA/SMK mendapat dukungan dari Dewan Pendidikan Surabaya. Pasalnya, upaya Pemkot tersebut untuk menjalankan amanah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Sayangnya, anggota DPRD Surabaya memiliki pandangan lain terkait seragam gratis ini. Diungkapkan anggota Komisi D Reni Astuti, anggaran untuk seragam gratis tidak tepat sasaran. Sebab prioritas pendidikan saat ini bukan itu, namun perbaikan kualitas pendidikan terutama guru. “Untuk apa siswa dari keluarga mampu digratiskan. Mereka beli gadget saja bisa, kenapa seragam digratiskan?,” ungkap dia.
Politisi asal PKS ini menegaskan, dalam rapat banggar KUA PPAS 2016 program itu juga sudah direspon serius. Pihak dewan telah menyarankan untuk menghapus rencana itu dengan alasan tersebut. “Di samping itu, penganggaran seragam gratis untuk siswa baru ini juga mendadak. Karena dalam pengajuan KUA PPAS sebelumnya hanya untuk siswa mitra warga,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pendidikan Surabaya Martadi mengaku sempat menolak anggaran seragam gratis untuk seluruh siswa, baik yang baru maupun yang lama. Hal ini dianggap tidak efektif dan lebih baik hanya untuk siswa baru. Dana lainnya bisa diperuntukkan untuk pengembangan mutu pendidikan di Surabaya. “Kami sempat diundang Bapeko membahas seragam,” kata dia.
Martadi menyatakan, dalam Permendikbud No 45 Tahun 2015 dijelaskan tentang tiga jenis seragam sekolah. Seragam nasional, Pramuka, dan seragam kekhasan sekolah. Seragam tersebut yang rencananya diberikan kepada siswa baru. Sedangkan ketika siswa itu naik kelas, biarlah orangtua masing-masing yang mengusahakan sendiri tanpa bantuan Pemkot Surabaya.
Dosen Universitas Negeri Surabaya (Unesa) ini menambahkan, meski pemberian seragam memiliki payung hukum jelas, dia menyarankan terlebih dahulu kepada Pemkot Surabaya untuk memenuhi biaya operasional sekolah. “Bila operasional sekolah terpenuhi, baru yang lain-lain dilakukan,” ujarnya. Termasuk memberikan buku Kurikulum 2013 (K-13) kepada sekolah non sasaran. “Buku ini mutlak untuk menunjang pembelajaran,” pungkas Martadi. [tam,gat]

Rate this article!
Tags: