Serangan Jamur Tak Pengaruhi Produksi Kakao

Seorang petani ketika mengontrol buah kakao apakah terserang jamur, atau tidak.

Seorang petani ketika mengontrol buah kakao apakah terserang jamur, atau tidak.

Pemprov Jatim, Bhirawa
Serangan jamur pada tanaman kakao, nampaknya masih belum menampakkan kerugian. Buktinya Pemprov Jatim melalui Dinas Perkebunan Jatim mengupayakan pengembangan areal tanam terhadap kakao setiap tahunnya sebesar 5 ribu hektar.
Produksi kakao saat ini sebesar 37 ribu ton jika dirinci, dari perkebunan rakyat sebesar 17 ribu ton, dan perkebunan besar sebanyak 20 ribu ton.  “Saat ini areal kakao di Jatim seluas 65 ribu hektar yang tersebar di pantai selatan. Seperti kawasan Banyuwangi, Bondowoso, Jember, Lumajang, Malang, Blitar, Trenggalek, Tulungagung, dan Pacitan,” kata Kepala Dinas Perkebunan Jatim Ir Moch Samsul Arifien MMA, Senin (17/3).
Saat ini, produktivitas per hektar kakao mencapai 800 kilogram bila cuaca membaik. Harga kakao saat ini bisa dibilang primadona. Sebab industri tidak mempermasalahkan harga yang dipatok mulai dari tingkat petani hingga tengkulak. Sementara suplai kakao dunia saat ini masih kurang.
Samsul mengatakan, harga kakao nyaris tidak pernah jatuh, malah selalu mengalami kenaikan.
Saat ini, jika sebelumnya harga biji kakao sekitar Rp 18-20 ribu per kilogram. Kini, harganya sudah mencapai Rp 26 ribu per kilogramnya.
“Hal ini menyebabkan pasar dunia ramai-ramai memborong kakao meski harga tengah naik. Petani pun antusias menanam tanaman kakao ini,” tambahnya.
Mengenai kebutuhan untuk konsumsi Jatim per kapita hanya 0,3 kg.  “Kalau 0,3 kg dikali 37 juta penduduk Jatim sebesar 11 ribu ton. Sisanya diekspor ke Eropa dan keperluan antar provinsi,” katanya.
Samsul menambahkan, produksi kakao kering Jatim tahun 2013 sekitar 32 ribu ton. Sedangkan tahun ini diprediksi naik menjadi 37 ribu ton. Sedangkan luas areal sampai lima tahun mendatang tepatnya tahun 2019 ditargetkan menjadi 100 ribu hektar, merupakan kebun kakao milik masyarakat.
“Tahun ini kita menyediakan alokasi anggaran sebesar Rp 3 miliar untuk pembibitan kakao. Alokasi itu sudah meliputi pelatihan, cara pembibitan kakao dan pengolahannya. Sehingga ke depannya, produksi kita bisa bersaing di pasar dunia,” paparnya.
Dia menambahkan, bila Pemprov Jatim tak lagi memberi bibit karena petani tidak merasa memiliki dan tidak langsung ditanam. Pengembangan kebun kakao dengan sistem ini cukup berhasil. Sejak dikembangkan tahun 2012, areal tanam kakao terus bertambah.
Indonesia merupakan produsen kakao terbanyak kedua, setelah Pantai Gading atau Ivory Coast dengan produksi kakao 1,3 juta ton. Kedua Ghana dengan produksi 850 ribu ton disusul Indonesia 800 ribu ton.  [rac]
Potensi Kakao Jatim
-Luas lahan 65 Ha (Banyuwangi, Bondowoso, Jember, Lumajang, Malang, Blitar, Trenggalek, Tulungagung, dan Pacitan) memproduksi 37 ribu ton
-Harga biji kakao sebelumnya Rp 18-20 ribu per kilogram. Sekarang naik Rp 26 ribu per kilogramnya.
-Konsumsi Jatim per kapita 0,3 kg
-Produksi kakao kering Jatim tahun 2013 sekitar 32 ribu ton. Tahun ini diprediksi naik menjadi 37 ribu ton.
-Luas areal 2019 ditargetkan menjadi 100 ribu hektar.

Tags: