Serapan Anggaran Pemkot Surabaya Hanya 59 Persen

karikatur kue apbdDPRD Surabaya,Bhirawa
Jelang tutup tahun anggaran 2014, Pemkot Surabaya tidak bisa mendongkrak serapan anggarannya. Hingga 20 November 2014, realisasi belanja tahun anggaran 2014 baru terserap 59 persen.Kalangan DPRD Surabaya mulai memberikan sorotan tajam atas kinerja buruk SKPD -SKPD ini.
Dari anggaran APBD murni Rp 7.072.715.425.304 baru terealisasi sebesar Rp 4.181.933.629.206. Dari semua SKPD yang ada, serapan anggaran yang paling minim adalah Dinas Pengelolahan Tanah ddan Bangunan  (DPTB). Dari anggaran yang disiapkan sebesar Rp 245.711.855.534, yang terserap baru Rp 67.115.129.106. Artinya, sepanjang tahun 2014, DPTB baru menggunakan anggaran sekecil 27  persen.
Selain DPTB, SKPD yang minim serapan adalah Dinas PU Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP). Dari alokasi anggaran senilai Rp 1.170.772.024.898, baru terserap Rp 375.035.594.232. Hanya terserap 32  persen dari anggaran yang ada. Sementara yang lumayan bagus adalah Dinas Pendidikan mampu menyerap anggaran sebesar Rp 71 persen. Dari total anggaran Rp 1.720.091.624.196 sudah terserap Rp 1.216.016.655.715.
Data serapan di semua SKPD ini diperoleh dari hasil evaluasi triwulan antara Badan Anggaran (Banggar), Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Surabaya bersama Sekretaris Kota (Sekkota) Surabaya dan semua SKPD pada Sabtu (22/11).
Ketua DPRD Surabaya Armuji menambahkan, banyak sekali kegiatan SKPD Pemkot Surabaya yang belum terlaksana. Di satu sisi, mereka mengajukan anggaran yang cukup fantastis. Menurutnya, jika selalu terjadi serapan anggaran yang minim, mestinya setiap tahunnya tidak boleh mengajukan anggaran yang sangat fantastis.
“Jadi anggaran yang tidak digunakan akan disilvakan, ini kan percuma, mending mengajukan anggaran yang sedikit tapi bisa digunakan semua,” ujarnya singkat, Senin(24/11).
Sedangkan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Surabaya Vinsensius, menyatakan  menyayangkan minimnya serapan di semua SKPD, terutama di Dinas PU Bina Marga dan Pematusan. Alasannya masih klasik. Minimnya serapan di DPUBMP karena kenaikan harga baku akibat BBM naik, minim yang ikut lelang, dan terkendala pembebasan lahan.
“Jawabannya yang diperolah bisa dikatakan ibarat lagu lama yang diputar kembali, pembahasan seperti ini jika tidak dicarikan solusi yang baik maka ketika serapan minim maka lagu tersebut akan diputar kembali.” ucapnya.
Menurutnya, ke depan perlu monitoring dan evaluasi kinerja SKPD yang serapannya minim. Tujuannya untuk mengetahui penyebab minimnya serapan. Apakah persoalannya bermula dari kemampuan seorang kepala dinas atau tim kerjanya yang kurang bekerja dengan baik, atau memang ada kendala teknis di lapangan.
Awey, sapaannya, menjelaskan seharusnya dalam perencanaan anggaran sudah ada unsur inflasinya untuk mengantisipasi terjadinya eskalasi. Dia menyatakan, naiknya bahan baku tidak bisa dijadikan alasan. Mestinya, masing-masing SKPD memiliki rekapitulasi kegiatan satu persatu by name by address. Sehingga bisa diketahui yang sudah terealisasi dan yang belum.
“Kemudian juga mana yang sudah berjalan setengah lalu tidak diteruskan lagi dikarenakan mentok plafon anggaran akibat bahan baku yang naik, mana yang sudah kerja separuh lalu ditinggalkan kontraktornya, mana yang sudah selesai proses namun kualitas tidak memadai, mana yang sama sekali belum digarap dan sebagainya,” terangnya.
Legislator asal Partai Nasdem ini mengungkapkan, dalam pertemuan yang berlangsung di ruang Banmus DPRD Surabaya disarankan Pemkot Surabaya berkonsultasi dengan Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Konsultasi itu bertujuan untuk menanyakan adanya adendum karena faktor inflasi dalam setiap kegiatan SKPD.
“Dengan demikian kegiatan pembangunan tersebut tidak terhenti separuh jalan. APBD sudah disahkan, sedangkan kegiatan belum rampung, masyarakat pun menjadi tidak nyaman,” tegas Awey. [gat]

Tags: