Serapan Anggaran Riset PTS Masih Minim

Foto: ilustrasi riset

Surabaya, Bhirawa
Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi telah mengalokasikan anggaran riset untuk setiap perguruan tinggi. Ini dilakukan sebagai upaya pengembangan sumber daya manusia sekaligus mendorong aktifitas pengembangan riset.
Sayangnya, serapan anggaran untuk merealisasikan program tersebut masih terlalu minim, khususnya di Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Surabaya Aziz Alimul Hidayat mengatakan, iklim riset di kampus berusaha terus ditumbuhkan.
Sayang, pihaknya mengaku sulit menyerap anggaran riset dari Kemenristekdikti. Sebab, kebanyakan dosen UM Surabaya merupakan dosen muda yang belum memenuhi persyaratan untuk memperoleh dana riset.
“Setiap tahun kami minta satu dosen membuat satu riset. Kemudian dilakukan seleksi secara internal,” jelasnya.
Melalui seleksi internal tersebut akan ditentukan riset yang akan diajukan ke Kemenristekdikti atau didanai secara internal. Pendanaan secara internal ini sebagai bekal persiapan menjadi dosen muda sebagai dosen pemula. Besarannya sekitar Rp 10 juta hingga Rp 15 juta untuk perseorangan.
Sedangkan jika dilakukan riset bersama untuk unggulan program studi besaran insentifnya mencapai Rp 25 juta. “Biasanya kami tentukan tema dan arah risetnya, memang saat ini lebih banyak serapan dana internal kami,” ujarnya.
Pemberian dana secara internal dilakukan untuk memberikan motivasi bagi para dosen untuk melakukan riset. Melalui skema itu, dia berharap para dosen pemula bisa aktif melakukan riset. Sebab, para dosen pemula akan susah bersaing dengan skema penelitian dari pemerintah. Sebab, syarat untuk berkompetisi juga tidak mudah.
Tahun ini, dana riset internal UM Surabaya mencapai Rp 1 miliar, jumlah ini dipastikan akan terserap 100 persen. Sedangkan dari Kemenristekdikti, UM Surabaya mendapat jatah Rp 5 miliar yang akan diusahakan terserap dengan pengajuan hasil seleksi dari 100 riset dosen.
“Tahun lalu serapan anggaran kemeristekdikti kami masih minim, masih Rp 2 miliar saja,” ujarnya.
Aziz menyebut, riset-riset yang digarap disesuaikan dengan blueprint rencana induk pengembangan penelitian. Indikator rencana pengembangan penelitian pemerintah diturunkan dan disesuaikan dengan rencana pengembangan penelitian kampus. Menurut dia, riset di UM Surabaya unggul dalam bidang teknologi dan kedokteran. Meski begitu, jurusan lain juga tetap mengembangkan diri.
“Kita juga berorientasi pada publikasi dan tepat guna,” jelasnya. Pihak kampus, lanjut dia, juga mengajak para dosen proaktif dalam mendapatkan penelitian hibah kompetitif. Jadi, semua dosen boleh melakukan riset ini.
Kesulitan menyerap dana riset Kemenristekdikti ini juga dialami Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa). Dikatakan Wakil Rektor Unusa Prof Kacung Marijan, lebih banyak serapan anggaran riset internal dari pada dari pemerintah. Pihak Unusa saat ini telah menyediakan insentif sebesar Rp 5 juta untuk setiap riset yang dilakukan.
“Meskipun banyak penelitian internal, tetapi tetap kami dorong karena riset ini mempengaruhi akreditasi institusi,” pungkasnya.
Dia mengajak para dosen untuk aktif melakukan penelitian. Sebab, banyak bidang riset yang terbuka untuk dilakukan, terutama bidang kesehatan. Demikian juga dana riset dari pemerintah. Yakni, bisa mencapai 5-6 kelompok dosen. Dia mengakui, riset bisa menjadi bagian dari penilaian akreditasi prodi maupun institusi. Penelitian dan karya dosen menjadi standar yang dilihat oleh asesor. Termasuk dananya. Makin tinggi, makin banyak, akan semakin makin bagus. “Minimal sekali tiap tahun. Target kita tahun 2021 atau 2022 bisa akreditasi institusi A,” pungkas dia. [tam]

Tags: