Serapan Belanja Langsung Kota Malang Masih Separuh

Karikatur APBD(Berdalih Terkendala ALotnya Pembahasan SOTK)
Kota Malang, Bhirawa
Hingga memasuki Minggu ketiga November, anggaran belanja langsung Pemkot Malang, belum juga mencapai angka 50 persen. Berdasarkan data yang diterima Bhirawa, belanja langsung Pemkot Malang baru, 49 persen, atau separuh dari Rp 970 miliar.
Di tahun 2016 yang tinggal 1,5 bulan, anggaran tersebut harus terserap. Jika tidak maka akan mnjadi sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa), meski sebenarnya sejumlah program sudah disiapkan dan harus selesai di tahun 2016 ini.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Malang Sapto Prapto Santoso, kepada sejumlah wartawan akhir pekan kemarin mengatakan, pihaknya mengakui, serapan belanja langsung pada tahun 2016 ini lambat.
“Jika dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu memang ada pergerakan yang melambat. Salah satu sebabnya pembahasan Susunan Organisasi Tata Kerja (SOTK) baru dan lelang fisik yang tidak bisa berjalan sesuai jadwal,”tutur Sapto.
Pria yang juga mantan Kepala Dinas Pertanian Kota Malang itu, menambahkan, pembahasan SOTK memakan waktu lama, berdampak ada penggedokan Perubahan Anggaran Keuangan (PAK), sampai akhir Oktober. Persoalan semacam ini tidak terjadi di tahun lalu. Selain itu, jadwal lelang pada proyek fisik yang tidak tepat waktu, berakibat pada banyak program proyek fisik yang tidak bisa terealisasi. Sebagian besar belanja langsung yang belum tersalurkan, lanjutnya adalah proyek pembangunan fisik yang ada di Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (DPUPPB).
Ia berharap, silpa tidak sebesar tahun kemarin. Pada 2015, dijelaskan dia, total serapan keselurahan mencapai 87 persen. Tahun ini, kalau bisa, mencapai angka 90 persen. Salah satu cara untuk mencapai itu program-program pembangunan harus dipercepat disisa waktu sebelum tutup tahun.
”Kami masih optimis target itu bisa terpenuhi,” imbuhnya.
Penyebab lain, minimnya penyerapan anggaran adalah sulitnya terserapnya dana bagi hasil cukai. Ini adalah masalah klasik penyerap anggaran. Pada tahun lalu, dana cukai juga banyak yang tak terserap, jadi tahun ini terjadi persoalan yang sama.
“Penyerapan dana cukai itu tahun ini, sebenarnya masih lebih mudah karena munculnya peraturan dari Pemerintah Pusat bahwa pemakaian dana bagi hasil cukai bisa ditentukan oleh daerah masing-masing. Tapi aturan itu di keluarkan pertengahan tahun,”ujarnya.
Meski begitu di menyebut, tiga megaproyek – gorong-gorong jacking, Islamic Centre, dan Jembatan Kedungkandang -tidak berpengaruh terhadap penyerapan anggaran. Soalnya, besarannya hanya 76 persen. Nilai itu tidak signifikan dibanding total dana keseleuruhan.
Sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), juga kesulitan menyerap dana hasil cukai antara lain dirasakan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Malang. Selain BLH, instansi lain yang mendapat dana bagi hasil cukai adalah Dinas Kesehatan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat, dan Bagian Humas.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Malang Wiwik Hendriyanti mengatakan waktu yang terbatas pascapenggedokan PAK memungkinkan Silpa besar. Ia tidak bisa memprediksi besaran nilai itu, namun ia berpesan kepada para SKPD yang serapannya masih rendah untuk segera mempercepat program.
“Saya berpesan agar SKPD menggunakan dana itu tidak melenceng dari kepentingan masyarakat. Itu sangat penting, sehingga dana tersebut berdampak pada kesejahteraa masyarakat,”tuturnya. [mut]

Tags: