Serapan Rendah,Program Pendidikan Macet

Serapan Kemndikbud Rendah,Program Pendidikan MacetSurabaya, Bhirawa
Rendahnya serapan anggaran hingga akhir Agustus ini membuat sejumlah program pemerintah macet. Tak terkecuali pelaksanaan program pendidikan yang masih setengah jalan. Bahkan nilai serapannya di tubuh Kemendikbud tak sampai 30 persen.
Fakta ini pun disesalkan Komis X DPR RI yang menjadi mitra Kemendikbud. “Rata-rata serapan anggaran di pemerintah, termasuk Kemendikbud, kurang dari 30 persen,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI Ridwan Hisjam usai menghadiri wisuda Universitas Wijaya Putra (UWP) di Hotel Shangrilla, kemarin (6/9).
Anggota Fraksi Partai Golkar ini menjelaskan, minimnya serapan anggaran disebabkan berbagai faktor. Di antaranya perubahan nomenklatur organisasi, pengecekan anggaran oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta tak menentunya kondisi politik dan hukum di Tanah Air.
Menurut Hisjam, pengecekan dari BPKP dilakukan saat anggaran sudah disahkan DPR RI. Padahal hal itu sebenarnya tidak boleh dilakukan BPKP. Bila BPKP ingin mengecek, lakukan sebelum anggaran disahkan. “Yang boleh mengecek sebenarnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tapi setelah program selesai berjalan. Jika ada penyimpangan bisa diketahui BPK,” ungkap dia.
Dengan terbatasnya waktu, lanjut Hisjam, yang berpeluang sulit terealisasi penyerapan anggarannya terkait pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. Dia mencontohkan mengenai pembangunan gedung sekolah maupun perguruan tinggi. Padahal anggaran tersebut sudah diputuskan dalam APBN Perubahan yang ternyata sampai saat ini belum digunakan.
Pengerjaan pembangunan gedung itupun tidak boleh asal-asalan. Harus dilakukan lelang minimal satu bulan, dan ada masa tenggang untuk gugatan dari peserta lelang bila tidak terima dengan hasil lelang. “Jadi, waktu yang tersisa ini, mulai September sampai Desember saya kira kurang untuk membangun sarana yang memadai,” jelas dia.
Menurut Hisjam, penyerapan anggaran untuk pembangunan fisik lebih sulit dibanding pengadaan barang yang lain. Jika barang ada, pengadaan bisa mudah jalan. Contohnya mengenai Program Indonesia Pintar (PIP) yang merupakan penyempurnaan dari Bantuan Siswa Miskin. Hingga kini serapannya juga masih sekitar 30 persen.
Namun dia tetap optimistis sampai akhir tahun 2015 PIP dananya bisa terserap. Sebab, uangnya telah tersedia di pemerintah, daerah-daerah tinggal memperbaiki data untuk pencairan. “Lantas apa PIP ini berhasil? Saya katakan tidak berhasil karena sampai satu semester lebih serapannya masih sekitar 30 persen,” tegas dia.
Hisjam pun mengimbau kepada pemerintah untuk tetap menggunakan anggaran secara berkualitas dengan waktu yang tersisa. Pemerintah jangan ambil jalan pintas yang langsung membagi-bagikan anggaran sekenanya, tapi tidak tepat sasaran. “Ini yang namanya tidak berkualitas kalau diserap sekenanya,” pungkas dia. [tam]

Tags: