Sering Dirugikan, Pemkab Sidoarjo Tak Pernah Kapok

Ketua DPRD Sidoarjo, Sullamul Hadi Nurmawan

Sidoarjo, Bhirawa
Pemkab Sidoarjo harus ekstra hati-hati menawarkan kerjasama KPBU dalam membangun RSUD Krian, pengalaman mencatat Pemkab seringkali dipecundangi pihak swasta dalam kerjasama BOT maupun BTO.
Ketua DPRD Sidoarjo, Sullamul Hadi Nurmawan, memiliki argumentasi berbeda, KPBU jangan disamakan BOT atau BTO karena memang berbeda. KPBU ini dijamin oleh BUMN milik Kemenkeu (PT SMI) untuk mendapatkan mitra swasta yang kualifiet dan bonafit guna mengelola RSUD Krian. Dalam kerjasama ini Pemkab sangat diuntungkan. Pemkab menyediakan lahan dan akan mencicil biaya operasional 10 tahun.
”Memang belum disepakati berapa tahun kerjasamanya,” terang Wawan-sapaan akrab Ketua DPRD Kab Sidoarjo ini.
Pihak swasta yang membiayai pembangunan konstruksi sampai biaya operasional selama 10 tahun itu. Tanggungjawab Pemkab, adalah mencicil beaya yang dikeluarkan swasta selama 10 tahun. Andaikata ada selisih keuntungan dari pengelolaan itu maka akan masuk kas daerah. Tetapi bila pendapatan RS tidak mencapai target maka akan ditanggung APBD. Tetapi kecil kemungkinan rugi.
Dengan melihat manajemen yang baik, Wawan yakin tak akan rugi. Ia menyebut, pasien bisa menikmati pelayanan sekelas Mitra Keluarga tetapi tarifnya sesuai standar RSUD.
Apa yang disampaikan Wawan hanya konsep yang aplikasinya nanti belum tentu akan berbanding lurus dengan konsepnya.
Sedangkan Wakil Ketua DPRD, Emir Furdaus menegaskan, konsep KPBU adalah salah satu skema dari tiga skema yang akan digodok dewan.
Skema lainnya dibiayai APBD tanpa melibatkan swasta, dibiayai APBN atau pinjam dengan bunga lunak ke pemerintah pusat, skema ketiga adalah KPBU itu. ”Ya akhir Februari nanti sudah ada keputusan final skema apa yang dipilih dewan,” ucapnya.
Sementara itu, untuk merealisasi pembangunan RSUD Krian, Pemkab tampaknya getol melobi PT SMI (BUMN milik Kemenkeu) untuk mencarikan mitra kerja mengelola RSUD Krian. PT SMI bertindak semacam konsultan Pemkab untuk menggaet swasta sekelas RSU Mitra Keluarga dan Siloam untuk mengelola sebuah RS.
KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) memang tak sama dengan BOT (Build Operat Transver) maupun BTO (Build Transfer Operat). Ketiganya memiliki konsep berbeda. BOT seperti yang sudah dilakukan saat bekerjasama membangun Suncity Plasa yang berada di Jl Pahlawan, Sidoarjo.
Dalam kerjasama BOT antara Pemkab dengan Indraco tahun 2002-2003 lalu, disepakati Pemkab menyediakan asetnya sekitar 5 hektar di Jl Pahlawan kepada PT Indraco untuk dijadikan mal dan hotel dengan jangka waktu 25 tahun. Pemkab tidak mengeluarkan biaya sepeser pun dalam pembangunan mal dan hotel, Indraco hanya menyumbang PAD Rp150 juta per tahun. Sekilas kayaknya enak, padahal tidak.
Dalam kerjasama BOT ini Pemkab dikadali benar oleh pihak swasta, asetnya seluas 5 hektar hanya menyumbangkan Rp150 juta per tahun. Namun perjanjian sudah disepakati dan harus dipatuhi keduabelah pihak meski banyak merugikan Pemkab. Rupanya tidak itu saja, dalam kerjasama BOT pembangunan Pasar Krian, maupun plasa di Jl Gajah Mada juga tidak menguntungkan Pemkab.
Tahun 2012 lalu, Pemkab Sidoarjo kembali menjalin kerjasama dengan swasta untuk membangun Pasar Kepuh Kiriman yang kali ini menggunakan BTO. Pemkab seolah tidak pernah belajar dari pengalaman buruk yang merugikan. Di perjanjian BTO ini, Pemkab menyediakan aset lahan, yang membangun swasta untuk dijadikan pasar 3 lantai. Setelah itu Pemkab yang mengoperasikan.
Sepintas memang menguntungkan Pemkab, tetapi di tengah jalan investornya kabur dan pembangunan Pasar Kepuh Kiriman, Waru, mangkrak hingga sekarang. Padahal sebelumnya pasar tradisional ini merupakan tempat toko-toko emas terbesar di Kec Waru. Tidak diketahui kemana para pedagang itu sekarang berjualan.
Sepintas antara KPBU, BOT, BTO mempunyai pola dan konsep berbeda, tetapi sejatinya sama. Swasta tidak mau bekerjasama selama tidak memberikan provit atau keuntungan.
Di lain pihak, sumber pejabat Pemkab Sidoarjo, mengingatkan, pelibatan swasta dalam KPBU ini harus dianalisa betul. Karena prinsip swasta selalu mencari untung, kalau RS itu mahal maka pasien akan mencari RS lain. ”Swasta itu kalau tidak untung pasti tidak mau masuk. Tetapi kalau swasta mengambil untung banyak, pasien yang menjerit,” ucapnya. [hds]

Tags: