Seriuskah Melawan Macet?

mudik-macet-motor1Benarkah banyaknya kepemilikan mobil bukan penyebab kemacetan?Ternyata logis saja, asal mobil (milik pribadi) tidak digunakan, serta memilih angkutan umum (masal). Bahkan konon, jumlah kepemilikan mobil di Jakarta masih tergolong “sedikit.”Yakni, kurang dari 300 unit per-seribu penduduk. Di Surabaya, pasti masih jauh lebih sedikit. Tetapi macetnya (Jakarta dan Surabaya) bagai kota terpadat di dunia, seolah-olah tak terurai dan tak bisa dipecahkan.
Menilik rasio jumlah kepemilikan mobil di Jakarta, kira-kira hanya seperti kota Chicago (Amerika Serikat) pada tahun 1930-an. Maka seharusnya, Jakarta tidak padat-padat benar lalulintasnya. Dan Surabaya harusnya lebih longgar, lancar pada saat berangkat mapun pulang kantor (dan sekolah). Behitu pula sistem perencanaan kota sebenarnya sejetainya sudah benar, menuruti master plan area dan Surabaya Metropolitan Area  (SMA).
Mengapa macet?Penyebabnya bukan tata-perkotaan, melainkan kondisi piskologi-sosial.Yakni, diduga karena kemaruk-nya kalangan menengah baru untuk memakai mobil sebagai simbol gengsi ekonominya.Mudahnya pemilikan kendaraan bermotor, melalui  leasing. Sehingga banyaknya mobil sebenarnya tidak menunjukkan kenaikan tingkat kesejahteraan, melainkan indeks kesejahteraan telah meningkat secara alamiah.
Kini yang disebut miskin sudah biasa memakai telepon (seluler).  Punya televisi walau hidup di pinggir rel keretaapi. Punya sepedamotor walau dengan cara meng-angsur. Meski sebenarnya, leasing dan berbagai jasa finansial, nyata-nyata bagai rentenir sangat mencekik perekonomian.Tetapi kepemilikan kendaraan bermotor merupakan hak asasi manusia. Toh, pemerintah mengambil untung (memungut Pajak, PKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor PBB-KB).
Semakin banyak kendaraan yang berlalu lalang, semakin besar pula penghasilan pemerintah dari PKB dan PBB-KB. Maka konsekuensinya, pemerintah dianggap berkewajiban memikirkan keberadaan infra-struktur jalan. Beban kewajiban itulah yang kini terasa semakin berat pada kota-kota yang beranjak menjadi metropolitan. “Ledakan” mobil angsuran, nyata-nyata menambah kepadatan arus lalulintas, biang kemacetan.
Inilah sebenarnya, problematika transportasi kawasan metropolitan.  Seperti Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) serta Surabaya dan sekitarnya (Sidoarjo dan Gresik).Tak mudah dipecahkan (karena sudah kronis). Bahkan kota Bogor, berencana melarang mobil pribadi ber-plat B (Jakarta) masuk Bogor, khusus pada hari Sabtu dan Minggu. Tetapi sebenarnya, kemacetan masih diurai dengan penegakan hukum peraturan ke-lalulintas-an.
Semakin banyak jalan macet di Jawa Timur. Misalnya di sekitar Bundaran Waru, dari arah utara menujju Wonokromo, atau ke selatan menuju Sidoarjo. Di Malang, sejak kawasan Singosari, ke arah Purwodadi (Pasuruan) maupun ke kota Malang, sudah biasa macet. Eksesnya, perekonomian terhambat, serta kerugian akibat pengeluaran BBM di jalanan macet. Namun ironisnya, banyak parkir liar penyebab kemacetan dibiarkan beroperasi.
Ironis lainnya, angkutan masal semakin tidak diminati.Boleh jadi, karena tidak nyaman dan tidak aman.Kondisi angkutan masal, berbagai jurusan (lyn), bus kota sampai komuter, sepi penumpang. Lalu, Pemerintah Kota Surabaya berwacana mengaktifkan kembali sarana angkutan trem dan monorel. Sehingga, akan ada proyek “mercusuar” yang padat modal dan padat  teknologi.  Diantaranya bekerjasama dengan PT KAI. Selain itu juga pusat per-parkiran.
Moda angkutan masal memang perlu ditambah, dan perlu diperbaiki. Tetapi harus pula ditambah berbagai peraturan (regulasi) yang ditegakkan secara rigid.Ada UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalulintas, yang mengatur kenalikan kendaraan bermotor, sekaligus mengatur kelaikan jalan. Juga beberapa Perda. Tetapi berbagai regulasi kini terasa diabaikan oleh masyarakat (juga penegak hukum).Terutama penegakan larangan parkir. Saat ini, jalanan di Surabaya hampir dikuasai sindikat per-parkir-an (liar).
Banyak larangan parkir dilanggar, bahkan preman parkir mengecat badan jalan sebagai tanda areal parkir?! Jika terus dibiarkan, moda transportasi masal apapun yang digagas tidak akan berguna.

                                                        ——————–   000   ———————-

Rate this article!
Seriuskah Melawan Macet?,5 / 5 ( 1votes )
Tags: