Sertifikasi Atasi Masalah Pemasaran Produk Organik

7-FOTO KAKI nas-Petani Sayur Torongrejo (5)Kota Batu, Bhirawa
Pemerintah Kota (Pemkot) Batu terus berupaya mendapatkan sertifikasi bagi sistem pertanian organik yang diterapkan para petani di kota ini. Sertifikasi ini dibutuhkan untuk mengatasi masalah marketing atau pemasaran produk pertanian organik dari Batu. Selama ini harga produk pertanian organik tak jauh berbeda dengan produk pertanian yang menggunakan sistem konvensional.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Batu, Enny Rachyuningsih mengatakan, salah satu kendala dalam penerapan pertanian organik adalah masalah pemasaran. Seharusnya, produk pertanian yang menerapkan sistem organik memiliki harga lebih tinggi daripada produk petanian konvensional. Karena produk organik memiliki kualitas dan tingkat kesehatan yang lebih baik.
“Namun kita kesulitan untuk memasarkan produk pertanian organik ini jika kita belum memiliki sertifikasi. Untuk itu, kita segera mengupayakan agar pertanian organik Kota Batu memiliki sertifikasi itu,” ujar Enny dalam rapat internal Kepala SKPD bersama Kepala Daerah (Wali Kota), Rabu (17/12).
Ia mengatakan bahwa adanya sertifikasi ini semakin penting, karena penerapan sistem pertanian ini akan memiliki basis pariwisata internasional yang tengah dicanangkan pemkot. Dengan status itu, maka pertanian Kota Batu akan masuk dalam program wisata.
Tahun ini program pariwisata internasional di Dinas Pariwisata mendapatkan jatah anggaran Rp 27,738 miliar. Dalam anggaran yang cukup besar itu diantaranya untuk membiayai promosi wisata, lisensi pemadu wisata, hingga pengelolaan RTH (Ruang Terbuka Hijau-red).
Selain itu, Pemkot juga harus memberikan perhatian lebih kepada para petani yang akan beralih pada penggunaan sistem pertanian organik. Karena masih banyak dari petani tersebut yang mengaku masih takut/ khawatir untuk menerapkan sistem pertanian organik.
Seperti yang dirasakan para petani di Desa Torongrejo, Kecamatan Junrejo. Mereka mengaku sulitnya penerapan pertanian organik membuat resiko gagal panen sangat tinggi. Ditambah mahalnya biaya penerapan sistem ini membuat kerugian yang diderita juga akan lebih besar.
“Untuk itu seharusnya dalam langkah awal, ada satu areal penuh lahan pertanian yang dibiayai pemerintah untuk menerapkan sistem pertanian organik. Hal ini untuk menjawab ketakutan dari petani yang khawatir terhadap resiko gagal panen,” usul Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Torongrejo, Sutejo.
Ia mengatakan, Desa Torongrejo sebaai tempat penghasil sayur mayur di Kota Batu belum berani menerapkan sistem pertanian organik secara penuh. Para petani mengaku tidak mau mengambil resiko dengan tidak menyemprot tanamannya dengan bahan anorganik (zat kimia). Karena mereka belum yakin dengan hanya menggunakan pestisida organik, maka lahan pertanian mereka akan terbebas dari hama. [nas]

Keterangan Foto : Para petani berharap hasil pertanian organik bisa dijual dengan harga lebih disbanding hasil peretanian dari sistem konvensional.

Tags: