Sertifikasi Massal Swadaya di Surabaya Kembali Kacau

Sosialisasi program Sertifikasi Massal Swadaya (SMS) di Kelurahan Sidotopo Wetan oleh BPN II Surabaya dan pihak kelurahan, Senin (21/11) kemarin banjir interupsi oleh warga.  [gegeh bagus setiadi]

Sosialisasi program Sertifikasi Massal Swadaya (SMS) di Kelurahan Sidotopo Wetan oleh BPN II Surabaya dan pihak kelurahan, Senin (21/11) kemarin banjir interupsi oleh warga. [gegeh bagus setiadi]

Ratusan Berkas Pemohon Dimentahkan BPN
Surabaya, Bhirawa
Program kerjasama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Pemkot Surabaya menyangkut Sertifikasi Massal Swadaya (SMS) kembali kacau. Masyarakat yang berniat menyertifikatkan tanahnya harus maju mundur dengan adanya program ini. Salah satu penyebabnya yakni minimnya sosialisasi yang sampai ke masyarakat.
Di lapangan, program SMS ini ternyata tidak murah sebagaimana yang digaungkan Pemkot Surabaya. Untuk mengurus sertifikat ke BPN, memang warga dipungut Rp 506.600 untuk tanah seluas 200 m2. Namun, ada tambahan biaya lainnya yakni pajak penghasilan (PPh) penjual dan pembeli sebesar 2,5 persen. Selain itu, Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5 persen.
Akibatnya, banyak warga masyarakat yang semula antusias, kini satu per satu mengundurkan diri. Sebab, dengan adanya biaya BPHTB dan PPh, maka biaya yang dikeluarkan masyarakat membengkak menjadi jutaan rupiah.
Padahal masyarakat sebelumnya menganggap program SMS tersebut adalah pemutihan bahkan gratis dan biaya tidak mahal. Setelah dipraktikkan, warga diwajibkan membayar jutaan rupiah untuk biaya pajak yang harus dibayar setelah mendapatkan Surat Perintah Setor (SPS) ke bank. Belakangan masyarakat justru resah, kecewa dengan adanya program ini.
“Waktu saya mengurus secara mandiri ternyata biayanya Rp 500 ribu, itu seperti biaya pendaftaran awal. Setelah itu kami diharuskan membayar biaya-biaya lain mencapai Rp 11.500.000,  hanya untuk pajaknya. Akhirnya saya memilih mundur,” kata Munawar, salah satu warga yang ada di Kelurahan Sidotopo Wetan saat ditemui Harian Bhirawa di sela mengikuti sosialisasi program SMS di Kelurahan Sidotopo Wetan, Senin (21/11) kemarin.
Dijelaskan Munawar bahwa informasi yang ia dapat saat di Pemkot Surabaya beberapa bulan yang lalu dengan di kelurahan berbeda. Salah satunya, KTP dan KSK harus legalisir dari pihak kecamatan maupun notaris. Saat di Pemkot Surabaya dulu tidak ada imbauan bahwa KTP dan KSK harus dilegalisir.
Selain itu, lanjut Munawar, petugas Pemkot Surabaya maupun BPN dalam memberikan sosialisasi terkesan seadanya. Masyarakat hanya diberikan penjelasan luar bahwa pengurusan sertifikat sangat murah dan bebas pungli. Masyarakat justru tidak diberikan penjelasan terkait biaya pajak yang harus dibayarkan ke Pemkot Surabaya. Di antaranya PPh, BPHTB dan keterlibatan notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Pajak tersebut merupakan pajak wajib yang harus dibayar.
“Jadi, sosialisasi kali ini sama saja tidak ada hasilnya sama sekali. Dulu waktu di Pemkot Surabaya  tidak ada arahan untuk legalisir. Nah, sekarang malah disuruh legalisir ke notaris atau kecamatan. Untuk pajak seharusnya juga diberi tahu sebelumnya agar tidak kaget terkait biaya yang harus dikeluarkan,” ujarnya.
Sementara, Staf Bagian Perkara BPN II Surabaya Bambang Agus usai sosialisasi kepada ratusan warga di Balai Pertemuan Kelurahan Sidotopo Wetan mengatakan untuk PPh dan BPHTB dalam program SMS ini tetap dikenakan.
“Pajak jual beli tersebut tetap harus dibayar. Bukan berarti dengan adanya program SMS ini pajak tidak dibayar,” katanya.
Menurut dia, perolehan sebelum September 1997 itu memang tidak dikenakan pajak. Cukup dengan kuitansi dan bukti pembayaran yang lainnya. Sedangkan, untuk perolehan setelah September 1997 kaitannya dengan akta. Dan akta tersebut kaitannya dengan pajak.
“Jadi, perolehan sebelum September 1997 itu memang tidak dikenakan pajak. cukup dengan bukti di bawah tangan pun boleh. Artinya, pajak tetap dikenakan pada program SMS ini jika perolehannya setelah September 1997. Lagian juga sudah disosialisasikan ke Pemkot Surabaya kan,” kata Bambang.
Untuk ratusan berkas yang sudah masuk ke kelurahan, menurut Bambang dikembalikan dulu agar warga melengkapi semua berkas-berkasnya. Pihak kelurahan juga menyanggupi untuk membantu meminta legalisir ke pihak kecamatan. “Untuk berkas ini biar diurus pihak kelurahan agar dibuatkan riwayat tanah, karena dari riwayat tanah itu kami baru bisa memeriksa,” ujarnya.
Sementara, Lurah Sidotopo Wetan Kecamatan Kenjeran Mulyadi mengatakan dalam sosialisasi program SMS ini pihak kelurahan hanya sebagai pengepul saja. Menurutnya, ia menyanggupi untuk membantu warga khusus Kenjeran untuk legalisir ke pihak kecamatan.
“Dalam seminggu saja sudah seratus lebih berkas dikumpulkan ke kami. Tapi semua tidak ada yang memenuhi persyaratan. Kami tetap bantu untuk legalisir ke kecamatan khusus untuk warga Kenjeran,” katanya.
Mulyadi mengimbau kepada seluruh warga untuk menanyakan biaya pajaknya ke kantor pajak agar bisa mengeluarkan foto copy buku sporadik letter C. Ia mengutarakan kalau  nanti telah mengetahui berapa besaran pajak yang harus dibayar, harus konfirmasi ke pihak kelurahan apakah mau dilanjut atau tidak. [geh]

Tags: