Sertifikat Tanah Elektronik

Sertifikat tanah merupakan bukti kepemilikan dan hak seseorang atas tanah atau lahan. Selebihnya, melalui Badan Pertahanan Nasional (BPN) itulah sertifikat tanah secara tercetak dikeluarkan sebagai dokumen yang sangat vital sebagai bukti kepemilikan. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi yang ada, pemerintah melalui melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) akan memberlakukan sertifikat tanah elektronik ( sertifikat-el) pada tahun ini.

Agenda pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN untuk menjadikan sertifikat tanah secara tercetak menjadi sertifikat digital tersebut, terlihat jelas dalam Peraturan Menteri ATR/ BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik. Terutama dalam Pasal 16 ayat 1 disebutkan bahwa pergantian sertifikat menjadi sertifikat-el, meliputi penggantian buku tanah, surat ukur bahkan gambar denah satuan rumah susun menjadi dokumen elektronik. Selebihnya, dalam pasal 16 ayat 3 beleid tersebut menyebutkan bahwa pemerintah akan mengkonversikan sertifikat tanah tercetak ke dalam bentuk digital.

Sontak, regulasi itupun kini menuai sorotan dan kritik publik. Terutama, mengenai keamanan penyimpanan data dalam sistem digital, dan penarikan sertifikat analog yang dimiliki pemilik tanah. Padahal, upaya Kementerian ATR/BPN mengeluarkan regulasi Sertifikat Elektronik tersebut, sejatinya bukan tanpa alasan, tetapi melalui sertifikat tanah elektronik setidaknya bisa mengefisiensikan pendaftaran tanah dan menciptakan kepastian hukum dan perlindungan hukum.

Selain itu, agar dapat mengurangi jumlah sengketa, konflik dan perkara pengadilan mengenai pertanahan dan menaikan nilai registering property dalam rangka memperbaiki peringkat Ease of Doing Business (EoDB). Intinya, dihadirkannya sertifikat tanah elektronik sekiranya dapat mendorong transformasi digital atau Digital Melayani (Dilan) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan sekaligus sebagai bentuk pemaksimalan peran teknologi digital dalam pemberian layanan elektronik. Terutama yang meliputi Hak Tanggungan Elektronik, Pengecekan Sertifikat, Zona Nilai Tanah dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah. Berangkat dari pemaksimalan peran teknologi digital dalam pelayanan itulah, sekiranya dapat meminimalisasi sengketa tanah, mencegah praktik mafia tanah, tumpang tindih sertifikat tanah, serta memotong jalur birokrasi.

Harun Rasyid
Dosen FPP Universitas Muhmammadiyah Malang.

Rate this article!
Tags: