Siapkan Generasi Masa Depan Berbasis Kampung

Velly Permatasari (baris depan, 3 dari kiri) bersama teman-teman sebaya-nya saat unjuk kebolehan di hadapan tim juri lomba Kampung Pendidikan – Kampunge Arek Surabaya (KP KAS) dan warga sekitarnya, Sabtu (21/9) kemarin.

‘Kampung Pendidikan’ Menggeliat, Budaya Literasi Keluargapun Menguat
Surabaya, Bhirawa
Kota Surabaya selalu punya cara untuk mengurai persoalan warganya. Pendekatan berbasis kampung, menjadi salah satu tawaran solusi yang kini tengah dikembangkan untuk melucuti persoalan masyarakat yang di antaranya adalah rendahnya budaya literasi keluarga (bulike).
Riuhnya sambutan warga RW 06 Kelurahan Banyuurip Kecamatan Sawahan yang hadir, tak menggoyahkan langkah mungil Velly Permatasari menuju tempat pentas yang hanya berupa hamparan karpet hitam lusuh. Penuh percaya diri, dengan sorot mata tenang dan balutan senyum yang terus mengembang sungguh tidak menunjukkan kalau gadis cilik ini masih duduk di kelas 2 Sekolah Dasar.
Warga berbagai kalangan, mulai anak-anak, tua dan muda tumpah ruah memenuhi balai RW. Beberapa anak-anak masih mengenakan seragam sekolah juga ikut menonton. Bahkan dari beberapa daun jendela rumah di sekitar balai RW banyak tatap mata mengintip seolah tak mau ketinggalan ingin melihat anak-anak warga Banyuurip unjuk kebolehan.
Setelah tepukan tangan reda, Velly pun memulai menunjukkan kepiawaiannya mendongeng (story telling) yang mengambil judul Bawang Merah dan Bawang Putih. Keruntutan Velly dalam mengisahkan cerita berikut ketenangannya dalam bertutur tak ubahnya seperti pendongeng profesional dewasa.
“Saya diajari Kak Eka untuk berani dan tidak malu,” kata Siswi SDN Banyuurip 2 ini ketika diajak ngobrol Bhirawa seusai pentas. Kak Eka, adalah pendamping di Kampung Banyuurip yang mengajari anak-anak Banyuurip untuk melakukan hal-hal yang produktif. Mulai dari berinovasi, mengembangkan seni, hingga mendampingi belajar. Menurut Velly, bersama teman-teman sebaya-nya, dia belajar berbagai hal untuk mengisi waktu luangnya sepulang sekolah.
“Selain story telling, saya dan teman-teman juga belajar menari. Ada juga yang diajari musik patrol,” kata Velly sambil nyruput es cao di tangannya.
Ya, siang itu warga tempat Velly tinggal di RW 6 Banyuurip Surabaya sedang kedatangan tamu istimewa yakni tim juri lomba Kampung Pendidikan – Kampunge Arek Surabaya (KP – KAS) yang diselenggarakan Pemerintah Kota Surabaya.
Kampung Banyuurip merupakan satu dari 19 Kampung yang tengah bersaing untuk menjadi yang terbaik untuk lomba KP – KAS kategori Kampung Madya. Ada lima komponen yang akan masuk penilaian untuk bisa menjadi KP KAS terbaik yakni yakni Kampung Belajar, Kampung Asuh, Kampung Sehat, Kampung Aman dan Kampung Krearif dan Inovatif.
Antusiasme dan kepedulian warga Kampung Banyuurip dalam mengikuti kegiatan lomba menjadi catatan sendiri bagi Dr Nur Laily salah satu anggota Tim Juri KP KAS. Menurut dosen STIESIA Surabaya ini banyaknya warga yang terlibat dan ikut peduli dengan kegiatan KP KAS ini sesungguhnya merupakan inti dari penyelenggaraan lomba ini yakni menjadikan warga kampung peduli dengan lingkungan masing-masing.
“Kalau semua warga kampung di Surabaya ini peduli dengan kehidupan anak-anaka, maka saya optimis jika 10-20 tahun ke depan, generasi arek-arek Suroboyo tidak diragukan lagi kualitas pendidikannya,” kata Nur Laily.
Perempuan yang sudah beberapa kali terlibat dalam penilaian KP KAS ini juga menyampaikan beberapa hal yang menjadi perhatian dalam penilaian khususnya untuk komponen Kampung Belajar misalnya ada peran masyarakat kampung dalam mengawasi jam belajar anak-anak.
“Butuh komitmen bersama warga kampung untuk mengawasi jam belajar siswa. Jadi pada saat jam belajar di kampung ini tidak boleh ada anak yang keluyuran. Butuh juga komitmen warga Kampung untuk tidak menyalakan TV pas jam belajar dan sebagainya,” tegas Nur Laily. Menurut Nur Laily, orang tua harus ikut andil mengatasi masalah tersebut agar anak tetap konsen saat belajar.
“Persoalan anak tidak hanya di sekolah, tapi juga di rumah. Ini menjadi tugas orangtua mendidik anak. Begitu juga dengan mendidik anak, orang tua harus sejak dini melakukan antisipasi atau pencegahan penggunaan handphone,” tegasnya.
Sebelum dilakukan penjurian ketua RW 6 Banyuurip Rudi Fauzi memaparkan apa saja yang menjadi keunggulan dari kampungnya, mulai dari dokumen administrasi, kemudian tim segera membagi tugas menuju lokasi yang sudah ditentukan oleh warga.
Menurut Fauzi, sebagai kampung yang masuk kategori padat penduduk bahkan masuk zone merah untuk kerawanan kebakaran, membuatnya dirinya berusaha untuk menciptakan keguyupan warga.
“Seluruh warga ini bertekad untuk menjaga masa depan anak-anak kami. Program KP KAS adalah momentum untuk mewujudkan impian kami bersama,” jelas Fauzi.
Kemerihan warga bukan hanya terjadi di Banyuurip saja, warga di RW 01 Kelurahan Asemrowo Kecamatan Asemrowo pun mengalami hal yang sama. Sebagai kampung yang masuk dalam kategori madya untuk program Kampung Pendidikan-Kampunge Arek Suroboyo (KP-KAS), RW 01 Asemrowo menyiapkan warganya sedemikian rupa untuk menyambut tim juri dalam tahap penilaian yang telah dilakukan pada Kamis (19/9) lalu.
Ketua RW 01 Hadi Suwarno menjelaskan, dari lima komponen yang dinilai, warganya sudah mampu memenuhi. Misalnya untuk kampung belajar, pihaknya mendorong semua dari sembilan RT yang ada agar memiliki taman baca masyarakat (TBM) berupa Sudut Baca.
“Memang sudah ada yang punya, tapi ada yang belum. Ada yang sudah punya karena memanfaatkan pos RT. Tapi nanti yang tidak punya, bisa pakai rumah salah satu warga,” katanya. Target dari pembentukan TBM ini, agar warga bisa menambah wawasan dan ilmu. Untuk memenuhi penilaian dalam komponen sebagai Kampung Aman di RT 02, sudah menerapkan one gate system bahkan portal tertutup pada malam hari. Sehingga yang tidak berkepentingan pada malam hari tidak bisa masuk kecuali warga yang masing-masing sudah punya kunci duplikat portal satu per satu.
“Kami juga membuat kampung literasi di RT 03. Di sana ada beberapa alat peraga sekolah yang ditempel di tembok dan dicat,” jelasnya.

Penguatan Literasi Berbasis Kampung
Ketua Dewan Pendidikan Kota Surabaya Martadi menilai pelaksanaan lomba KP KAS di Surabaya sesungguhnya merupakan sebuah pendekatan pembangunan dengan berbasis kampung.
“Ini menjadi menarik karena masyarakat kampung akhirnya akan tumbuh kesadaran untuk ikut menjaga generasi masa depannya masing-masing,” kata Martadi. Harus diakui, sebagai kota Metroplitan tentu Surabaya punya banyak persoalaan yang mengancam generasi muda seperti kenakalan remaja, narkotika, kekerasan dan sebagainya.
“Nah kalau semua kampung sudah memiliki daya tahan untuk menangkal pengaruh negatif, maka diharapkan Kota Surabaya ini akan menjadi kota yang layak anak sebagaimana yang menjadi mimpi panjang program KP – KAS ini,” jelas dosen Universitas Negeri Surabaya (Unesa) ini. Selain itu, Martadi juga mengingatkan, dengan melakukan penguatan di level kampung maka diharapkan kemudian akan menulari ke dalam kehidupan keluarga.
“Kita ini selalu mengampanyekan budaya literasi di keluarga. Namun kita lupa bahwa tidak semua keluarga bisa melakukannya karena memang para orang tuanya yang belum teredukasi. Nah dari model kampung KP KAS inilah nanti diharap bisa menularkan virus kebaikan ke dalam lingkup keluarga di kampung tersebut,” jelas Martadi lagi. Dengan demikian, ketika lingkungan kampungnya sudah kuat budaya literasi-nya maka dengan sendirinya akan berdampak terhadap kehidupan literasi di masing-masing keluarga. [Wahyu Kuncoro SN]

Tags: