Sibuk Berdoa, Bangga Melihat Rupiah Berdaulat di Tanah Suci

Separo Masjid Al-Haram direhab, kuota haji dibatasi tetapi tak pernah sepi.

Separo Masjid Al-Haram direhab, kuota haji dibatasi tetapi tak pernah sepi.

Catatan Perjalanan Umrah Bulan Ramadan 1436 H (3-Habis)
Kota Surabaya, Bhirawa
Dalam perjalanan dari Madinah ke Makkah dengan bus, hari itu mendung tapi tidak turun hujan. Beberapa bagian bukit batu cadas juga ‘bersurban’ bianglala pelangi. Sesekali bisa dilihat pusaran angin puting beliung menari-nari di hamparan pasir di sisi kiri jalan aspal. (Konon, inilah jalan yang direkonstruksi ulang untuk napak tilas, yang dahulu dilalui Kanjeng Nabi SAW melakukan hijrah).
Keyakinan terhadap keniscayaan hikmah di balik peristiwa pahit, pasti akan diiringi kenikmatan. Peristiwa (yang semula saya anggap pahit) pengunduran jadwal umroh (10 hari ke depan), sejenak membuat galau. Namun serta merta saya syukuri. Sebab, setelah dihitung-hitung, dengan pengunduran jadwal, ternyata akan bersamaan dengan Bulan Ramadan. Dus, saya bisa beribadah dalam Bulan Ramadan di tanah suci.  Bersyukur (karena jadwal diundur), karena beruntung tidak perlu membayar lebih. Biasanya, tarif umrah pada Bulan Ramadan lebih mahal.
Tarif umrah (yang tidak sengaja) murah, karena penyelenggara al-multazam internasional telah booking hotel sejak awal, jauh sebelum Ramadan. Padahal lokasi funduk (hotel, dalam tulisan dan logat Arab) hanya sekitar 5 menit jalan kaki ke Masjid Nabawi di Madinah. Bahkan dari depan hotel,  plaza Masjid Nabawi sudah kelihatan di antara sela-sela (gang) perhotelan. Namun yang paling melegakan adalah masakan yang disajikan hotel seluruhnya menu Indonesia. Ini penting, agar selera makan tidak berkurang, sehingga kebugaran tetap terjaga.
Kebugaran, menjadi faktor penting untuk mendukung meningkatnya spiritual quotient (kecerdasan spiritual). ‘Libido’ untuk beribadah meningkat ketika berada di al-haramain (dua kota suci) Madinah dan Makkah. ‘Libido’ itu sudah tersimpan lama sejak remaja. Akibat ‘libido’ itu pula, banyak jamaah umrah lupa penyakit yang diderita. Penyakit (kadar kolersterol tinggi, yang menyebabkan cekot-cekot dan nafas cepat ngos-ngosan, tak dirasa. Namun sebaiknya, jamaah mengonsumsi obat yang dibutuhkan untuk mendukung lancarnya ibadah umrah.
Semangat beribadah, dan perasaan berdebar-debar, mulai menggelora ketika penyelenggara al-multazam internasional mengumumkan segera mengangkut jamaah dengan bus menuju Makkah al-mukarramah. Jarak antara kota Madinah ke Makkah, sekitar 490 km, ditempuh dalam waktu sekitar 6 jam dengan istirahat beberapa kali. Jalannya mulus dan lancar. Konon kabarnya jalan ini merupakan kontruksi baru yang dibuat berdasarkan peta jalur hijrah Rasulullah SAW.
Tiba di Makkah, persis saat dikumandangkan azan maghrib. Bus dilarang masuk kawasan terdekat, karena hampir seluruh jalan disesaki jamaah dari seluruh dunia. Seluruh toko juga tutup, lampunya dimatikan. Beberapa halaman toko dijadikan areal salat berjamaah pemilik dan pegawai toko. Menunggu sejenak sampai kira-kira 30 menit, lalu bus merangkak sampai depan hotel. Seluruh bagasi dibongkar.
Sopir bus rata-rata sudah piawai. Bayangkan, pada jalan selebar 6 meter, bus besar (130% lebih besar dibanding bus pariwisata di Indonesia), bisa berbalik arah hanya dengan dua kali putar setir. Sseett… 10 menit kemudian bus sudah hilang dari pandangan. Setelah menerima kunci kamar, masing-masing jamaah hanya menaruh kopor, dan memperbarui wudlu. Setelah itu, berkumpul di halaman hotel untuk siap umrah.
Kami masih tetap dalam pakaian ihram, dengan mengambil miqat di bir-Al. Bagai tak kenal lelah, malam pukul 23:00 waktu Makkah (sekitar jam 02:50 di Surabaya) kami menuju Masjid Al-Haram. Pertama kali melihat pintu masjid, air mata sudah mengucur. Memasuki Masjid Al-Haram, melihat Ka’bah, air mata semakin deras tak terbendung. Thawaf, dimulai dari posisi ketika paralel dengan hajar aswad, sambil membaca dan mengecup tangan “Bismillahi Allahu Akbar.” Selanjutnya membaca doa apa saja, tetapi dianjurkan membaca doa yang paling populer, doa sapujagad (Rabbana atina fiddunya hasanah, wafil akhiroti hasanah, waqina adzabannar). Sampai di depan hajar aswad lagi (ditandai lampu neon hijau di sisi kanan), mengulang membaca basmalah dan takbir, mengecup tangan lagi sambil melambai ke arah hajar aswad.
Airmata terus berderai, bahagia, bangga, damai, merasa dalam dekapan Sang Maha Pencipta. Karena umrah Ramadhan disetarakan dengan haji bersama Rasulullah, maka umrah kali ini dibawah bimbingan Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Sampai tujuh kali putaran, langsung menju pintu shofa untuk melaksanakan sa’i. Ibadah ini napak tilas kejuangan dan kepasrahan total dan mutlak Siti Hajar as (istri Nabi Ibrahim as, dan ibunda Nabi Ismail as).
Tiada kepasrahan (perempuan) mutlak bisa menandingi ibunda Nabi Ismail as itu, kecuali  yang dilakukan oleh Sayyidah Maryam as, ibunda Nabi Isa a.s. Pada ujung kepasrahan itu, di bukit Marwah, Siti Hajar menemukan sumber air zam-zam, yang nyaris mustahil di kawasan bukit cadas. Sekitar 20 tahun sebagai penguasa zam-zam, Siti Hajar as, menjadi perempuan paling kaya di dunia (sampai kini).
Setiap hari, jutaan galon air zam-zam diteguk untuk pelepas dahaga. Juga ciduk sebagai bingkisan pulang ke tanah air oleh jamaah umrah dari seluruh dunia (minimal 5 liter per orang). Pada musim haji, tiga juta orang setiap hari mengonsumsi air zam-zam, minimal 1 liter per-orang. Andai dihargai Rp 1.000,- per-liter, seberapa besar kekayaan Siti Hajar? Kenyataannya, perempuan pertama paling shalehah di dunia itu tidak meninggalkan warisan apapun. Kecuali sumber zam-zam itu untuk seluruh muslim sedunia.

Rupiah Laku
Usai thawaf dan melaksanakan sa’i, ibadah umrah telah selesai. Berakhir di bukit Marwah, ditandai dengan tahalul (potong rambut). Untuk laki-laki disunnahkan cukur gundul, atau hampir gundul. Sedangkan tahalul perempuan, cukup sepanjang ruas jari. Selesai umrah, sekitar pukul 03:40, saya tidak kembali ke penginapan. Toh sebentar lagi sudah saatnya fajar dan subuh. Saya pilih duduk di depan pertokoan yang menjual makanan dan minuman. Saya nikmati segelas (cup plastik ukuran 450 cc) jus buah. Harganya 5 riyal. Tapi saya bayar dengan uang rupiah senilai Rp 50.000. Diberi susuk (kembalian) sebesar 8 riyal (sekitar Rp 35 ribu). Jadi, harga jus buah cheer itu senilai Rp 15.000, rasanya seperti jus mangga.
Saat itulah saya baru menyadari, betapa Indonesia cukup dikenal. Uang rupiah laku, untuk belanja apa saja. Beli baju, beli kurma, beli batu akik, beli minyak zaitun, atau beli nasi di KFC. Bayar dengan rupiah, susuk-nya berupa riyal. Kursnya sekitar Rp 3.700-an per riyal. Karena itu tidak perlu tukar rupiah dengan riyal di Tanah Air. Pengalaman saya malah rugi, karena tukar  di bank BUMN harga (beli) riyal dinilai Rp 3.900. [Yunus Supanto]

Tags: