Sindikat Pengatur Skor

Karikatur Ilustrasi

Masyarakat “gibol” (penggila bola) masih menunggu hasil kinerja Polri yang telah menurunkan Satuan Tugas Khusus (Satgassus) pengaturan skor. Sudah empat orang dinyatakan sebagai tersangka. Tetapi diyakini masih terdapat “sindikat” di daerah (dan klub) akan menyusul sebagai tersangka. PSSI (sampai ke daerah) seyogianya membuka diri, bekerjasama menghentikan perilaku nista yang meracuni sportifitas. Serta bersama masyarakat dunia memberantas mafia “judi” pertandingan.
Penegakan hukum terhadap pelaku pengaturan skor, bukan sekadar diancam hukuman disiplin. Melainkan wajib pula ditambahkan ancaman pidana setara penyuapanaktif dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Piadana) pasal 209 dan pasal 210.Bahkan penegak hukum perlu memberlakukan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU 31 tahun 1999 (tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Juga UU Nomor 11 tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap.
Indonesia telah memiliki “benteng” pidana suap. Jauh (23 tahun) sebelum masyarakat internasional mendendam sengit terhadap suap dan korupsi melalui konvensi PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa). Yakni UU Nomor 11 tahun 1980. Awalnya, UU ini digagas untuk menghentikan kasus suap kalangan swasta pada setiap pertandingan olahraga. Sebab, banyak kasus suap olahraga, seolah-olah lenyap di Pengadilan. Pelakunya selalu terhindar dari jerat hukum sesuai KUHP.
Pasal-pasal dalam KUHP tentang suap, rata-rata menyasar pada pegawai pemerintah atau penyelenggara negara. Sedangkan pelaku maupun penerima suap pada pertandingan olahraga, bukan pejabat pemerintah, bukan pula pegawai negeri. Dengan pembelaan sedikit cerdas (ditambah hakim busuk, pelaku suap bisa terhindar dari sanksi pidana. Sehingga kasus suap berlanjut semakin sistemik terstruktur, dan masif. Padahal sesungguhnya, tiada tindak pidana yang bisa dari jerat hukum.
UU Nomor 11 tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap, sangat sederhana. Hanya terdiri dari 6 pasal. Termasuk pasal terakhir (ke-6) yang menyatakan berlakunya undang-undang sejak diundangkan (27 Oktober 1980). Hingga kini UU yang telah berusia 28 tahun, masih berlaku. Serta terasa “lebih mandraguna” untuk menjerat sindikat pengaturan skor di Liga Indonesia. Jika terkuak, sindikat bukan hanya terjadi pada Liga 2 dan Liga 3. Melainkan juga pada kasta yang lebih tinggi.
Ironisnya, pengaturan skor ber-sinergi dengan bandar judi pada pertandingan sepakbola. Sinergi serupa juga terjadi pada pertandingan internasional, tingkat regional Asia Tenggara, kawasan Asia, Eropa (Liga Champions), dan Amerika. Beberapa klub kaya di Eropa, juga bisa tersandung sindikat pengaturan skor. Misalnya klub asal Perancis, PSG (Paris Saint Germain) dituding pengaturan skor berakhir 6-1 saat mengalahkan Red Star Belgrade,asal Serbia(3 Oktober 2018).
Koran (olahraga) L’Equipe, menulis, skor telah ditentukan. Karena ada yang berjudi (senilai 5 juta Euro, hampir Rp 88 milyar) dengan kemengan berselisih 5 gol. Sindikat simbiose mutualism antara judi dengan pengaturan skor pertandingan, bagai satu aliran hulu ke hilir. Sejak lama telah disadari tetapi seolah-olah “dikehendaki” bersama. Sindikat, telah di-investigasi sejak tahun 2013, oleh “Sport Data Group.”
Organisasi nirlaba ini telah telah melibatkan Penyelidik wilayah Asia Tenggara (sekaligus mantan Penyidik Divisi Kemanan FIFA). Bahkan bukan hanya pada pertandingan, melainkan juga bisa terjadi pada perlombaan cabang olahraga prestasi. Walau tidak populer, pengaturan prestasi bisa “di-skenario.” Misalnya, dengan perpindahan atlet (antar daerah), dengan “mahar” yang disepakati.Ini lazim terjadi tiap menjelang PON (Pekan Olahraga Nasional).
Maka kinerja penegakan hukum kasus suap pada ranah olahraga, wajib bekerja ekstra keras. Juga dengan memberi sanksi pidana yang men-jera-kan sindikat yang mencurangi asas sportifitas.

——— 000 ———

Rate this article!
Sindikat Pengatur Skor,5 / 5 ( 1votes )
Tags: