Sinergi Stakeholders dan Kesuksesan IMF-WB AM 2018

Oleh:
Agus Eko Sujianto
Dosen IAIN Tulungagung dan Regional Opinion Maker for BI Kediri 

Perhelatan ekonomi skala internasional yang dihadiri oleh 189 negara kurang lebih tinggal satu setengah bulan lagi. Event tersebut tidak saja dihadiri oleh kepala negara anggota International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB) tetapi juga diikuti oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral, anggota parlemen, akademisi, pelaku usaha, NGO dan tentunya diliput oleh media cetak maupun elektronik dalam maupun luar negeri. Seluruh masyarakat Indonesia menginginkan pertemuan tahunan yang dikenal dengan istilah IMF-WB ANNUAL MEETINGS 2018 ini sukses, baik sukses dalam penyelenggaraan maupun sukses dalam mempromosikan produk-produk dalam negeri. Kesuksesan promosi ini diukur oleh terbukanya peluang ekspor produk unggulan Indonesia di pasar internasional yang diharapkan dapat mendatangkan devisa ditengah melemahnya nilai tukar rupiah beberapa minggu terakhir. Sebagaimana diberitakan oleh Bank Indonesia, bahwa penurunan cadangan devisa dari US$ 122,9 miliar di bulan Mei 2018 menjadi US$ 119,8 miliar pada akhir Juni 2018 ini didorong oleh pembayaran cicilan utang luar negeri pemerintah yang jatuh tempo dan stabilisasi nilai tukar rupiah.
Sebagaimana diketahui bahwa cadangan devisa mencerminkan kekayaan suatu negara dan memiliki beberapa manfaat antara lain: (1) menjaga stabilitas nilai tukar rupiah; (2) meminimalisir risiko difisit neraca pembayaran; (3) memenuhi kebutuhan likuiditas negara dan (4) memenuhi kebutuhan impor. Pertama, secara ekonomi dijelaskan bahwa kenaikan harga suatu produk dipengaruhi oleh kuantitas produk tersebut. Semakin terbatas kuantitas produk maka harganya semakin meningkat. Demikian halnya dengan mata uang asing, jika kuantitasnya tersedia maka harga mata uang asing tersebut bisa dikendalikan (stabil). Dan jika kuantitasnya langka maka secara ekonomi harganya meningkat, sehingga mata uang dalam negeri terdepresiasi terhadap mata uang asing. Inilah pentingnya cadangan devisa untuk meredam gejolak nilai tukar. Kedua, neraca pembayaran merupakan perbandingan ekspor dan impor serta penanaman modal asing dan pinjaman luar negeri. Jika neraca pembayaran defisit maka dapat diminimalisir dengan cadangan devisa. Namun jika cadangan devisa menurun tentu akan mengganggu neraca pembayaran misalnya dengan menambah pinjaman luar negeri. Ketiga, seperti halnya suatu perusahaan, negara harus memiliki kemampuan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, yaitu yang berjangka waktu kurang atau sama dengan 1 (satu) tahun. Data Bank Indonesia berdasar posisi utang luar negeri menurut jangka waktu asal dan kelompok peminjam menunjukkan bahwa jumlah utang jangka pendek pemerintah, bank sentral dan swasta untuk bulan Januari-Mei 2018 yaitu: US$49.063 juta (Januari), US$48.606 juta (Februari), US$49.043 juta (Maret), US$47.556 juta (April) dan US$49.300 juta (Mei). Sementara rasio utang Indonesia terhadap Gross Domestic Product (GDP) dalam kurun waktu 10 tahun terakhir berdasar data dari Kemenkeu RI sebagaimana dalam diagram di atas, masih dalam batas yang aman (manageable) karena nilainya berkisar 27,0%-29,0%. Keempat, suatu negara pastilah melakukan perdagangan internasional baik ekspor maupun impor. Dalam kaitannya dengan impor, suatu negara membutuhkan mata uang asing (umumnya menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat atau US$). Sedangkan ketersediaan devisa dalam bentuk mata uang asing US$ ini akan memudahkan Indonesia melakukan pembayaran dengan luar negeri dalam bentuk transaksi pembayaran barang dan jasa luar negeri disamping juga untuk pembayaran utang luar negeri.
Kehadiran IMF-WB ANNUAL MEETINGS 2018 di Indonesia yang digelar di Nusa Dua, Bali, pada 12-14 Oktober 2018 ini merupakan momentum yang langka, mengingat Indonesia mendapat kesempatan lagi menjadi tuan rumah dalam forum ini sekitar tahun 2207. Disamping itu jika dibandingkan dengan peristiwa internasional lainnya yang dilaksanakan di Indonesia misalnya Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955 dihadiri oleh 29 negara, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Pascific Economic Cooperation (APEC) di Bali tahun 2013 dihadiri oleh 21 negara, kontes kecantikan Miss World di Bali Nusa Dua Convention Center tahun 2013 yang diikuti oleh 130 kontestasn atau negara, Asian Games 2018 di Palembang dan Jakarta yang diikuti oleh 45 negara, sementara IMF-WB ANNUAL MEETINGS 2018 dihadiri oleh 189 negara. Diperkirakan jumlah peserta pada forum ini mencapai 15.000 orang yang mengikuti serangkai kegiatan disamping pertemuan Dewan Gubernur IMF dan WB, juga digelar pertemuan-pertemuan terkait misalnya Development Committee (DC), International Monetary and Financial Committee (IMFC), serta sejumlah side events seperti seminar pemuda, workshop terkait teknologi dan tentunya konferensi pers.
Sedangkan stakeholders kegiatan ini yaitu: PT Angkasapura (Persero) yang menyiapkan jasa transportasi udara, PT Jasa Marga (Persero) yang melakukan pembangunan underpass Ngurah Rai untuk mengurai kemacetan, PT Pelindo III (Persero) yang mengerjakan perluasan pelabuhan Benoa, Indonesia Tourism Development Corporate (ITDC) Nusa Dua, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pelaku usaha dan lain sebagainya. Bersama-sama Bank Indonesia, perguruan tinggi juga dilibatkan dalam forum ini melalui kegiatan Diseminasi IMF-WBG Annual Meetings 2018 dalam bentuk Regional Opinion Maker pada tanggal 11-13 Juli 2018. Penulis hadir dan berkontribusi dalam kegiatan tersebut. Sementara manfaat IMF-WB ANNUAL MEETINGS 2018 khususnya bagi Indonesia terbagi dalam kategori yaitu manfaat jangka pendek dan jangka panjang.
Dalam jangka pendek IMF-WB ANNUAL MEETINGS 2018 akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan memberikan potensi penerimaan devisa untuk mengcover penurunan cadangan devisa, diperkirakan total spending dapat mencapai lebih dari US$ 100 juta (belum termasuk tourism dan corporate events), sebagai media promosi Indonesia di media Internasional selama pelaksanaan. Kehadiran ribuan peserta Annual Meeting pada saat low season pada bulan Oktober nanti diharapkan akan dapat mempercepat tumbuhnya perekonomian terutama di sektor meeting, incentive, convention and exhibition (MICE), pariwisata alam dan buatan, sektor jasa penerbangan dan transportasi lainnya, industri kecil makanan minuman dan nonmakanan minuman sekrta sektor pendukung lainnya.
Sedangkan manfaat jangka panjang terkait penyelenggaraan IMF-WB ANNUAL MEETINGS 2018 yaitu: (1) menunjukkan ke dunia luar tentang kapabilitas kepemimpinan nasional untuk mengkaji isu-isu global misalnya pembangunan infrastruktur darat laut udara, stabilitas sistem keuangan, pembangunan sumber daya insani dan keuangan inklusif; (2) promosi produk unggulan Indonesia di pasar global dan peluang investasi usaha di Indonesia; (3) promosi destinasi wisata dan mendorong peningkatan kunjungan wisatawan asing ke Indonesia, promosi event venues untuk kegiatan-kegiatan pertemuan, insentif, konvensi dan pameran serta momentum yang baik untuk perbaikan infrastruktur di sektor pariwisata serta (4) membangun jejaring dengan komunitas bisnis internasional dan tentunya pembelajaran dalam penyelenggaraan event-event internasional. Untuk mewujudkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang tersebut diperlukan sinergitas semua lapisan masyarakat dengan pemerintah sebagai fasilitator utama.
———- *** ———–

Tags: