Sistem PPDB Harus Lebih Fair

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

152 Pengaduan Didominasi Jalur Mitra Warga
Surabaya, Bhirawa
Tahun ajaran baru sekolah 2015/2016 sudah di depan mata. Namun, persoalan terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) masih membekas di masyarakat Surabaya. Ini harus menjadi  perhatian serius bagi Dinas Pendidikan (Dindik) pada pelaksanaan PPDB di tahun berikutnya agar berjalan lebih fair.
Ketua Komunitas Bibit Unggul Surabaya Achmad Hidayat menilai persoalan pendidikan di Surabaya masih banyak dan cenderung berulang-ulang setiap tahun. Dan yang paling mendapat sorotan ialah sistem PPDB. “Di posko pengaduan yang kami buka tahun ini saja ada 152 pengaduan. Paling besar pengaduan PPDB jalur mitra warga,” tutur dia, Kamis (23/7).
Hidayat memaparkan, seharusnya warga atau siswa tidak mampu di tingkat RT/RW mendapat perlakuan lebih adil. Mereka bisa tertampung di sekolah negeri yang berada di lingkup hunian mereka. Faktanya, siswa yang rumahnya dekat sekolah dan dari keluarga kurang mampu justru tidak diterima. “Sekolah cenderung melihat nilai dulu daripada jarak antara rumah peserta didik dengan sekolah,” urainya.
Di sisi lain, program mitra warga yang seharusnya juga diterapkan sekolah swasta berjalan tidak optimal. Bahkan tak jarang sekolah swasta yang enggan menerima siswa kurang mampu secara ekonomi. Padahal ini melanggar Perda No 16 Tahun 2012 dan Perwali No 47 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan di Surabaya.  Dua aturan itu mengamanatkan sekolah negeri dan swasta menyediakan kuota 5 persen untuk siswa tidak mampu.
“Faktanya banyak sekolah swasta tidak melaksanakan kewajiban itu. Alasannya, sekolah swasta bisa menerima siswa kurang mampu tapi tetap harus membayar, alias tidak bisa gratis,” urainya.
Pihaknya juga mengaku sempat melakukan klarifikasi ke sekolah swasta yang terang-terangan menolak calon siswa miskin. “Ternyata sekolah swasta menolak karena tidak pernah ada sosialisasi soal perda dan perwali. Selain itu mereka juga beralasan hanya sekolah negeri yang wajib menerima siswa mitra warga,” sesalnya.
Sementara itu, Kepala Dindik Surabaya Ikhsan membantah jika pelaksanaan program mitra warga tidak berjalan di sekolah swasta. Dia mengaku, program mitra warga sejauh ini berjalan dengan baik. Hanya saja, pelaksanaannya di sekolah swasta mengikuti aturan yang ditetapkan sekolah. “Biasanya sekolah swasta itu melihat tidak hanya dari sisi kekurangan ekonomi saja. Melainkan juga mempertimbangkan kesamaan visi,” tutur Ikhsan.
Dia mencontohkan, sekolah di bawah naungan Muhammadiyah hanya mau menerima warga tidak mampu dari keluarga Muhammadiyah. “Begitu juga sekolah di bawah naungan NU maupun gereja. Mereka punya pertimbangan sendiri untuk menjaring siswa tidak mampu,” tutur dia.
Sementara pelaksanaannya di sekolah negeri, Ikhsan yakin, cakupan sekolah terhadap warga tidak mampu sudah cukup. Sebab, siswa tidak mampu tidak hanya bisa mengikuti jalur mitra warga, melainkan juga bisa mengikuti jalur prestasi. “Mereka yang tidak mampu tapi memiliki prestasi pasti sudah diterima melalui jalur prestasi baik akademik mapun non akademik. Otomatis jumlahnya sudah banyak berkurang,” pungkas dia. [tam]

Rate this article!
Tags: