Siswa Mitra Warga Tidak Otomatis Gratis

Foto: ilustrasi

Hari Ini Mulai Bahas Juknis SPP
Dindik Jatim, Bhirawa
Siswa SMA/SMK negeri yang semula diterima melalui jalur mitra warga tidak akan serta merta mendapatkan layanan pendidikan gratis. Keterbatasan anggaran dari Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim membuat sekolah harus melakukan verifikasi ulang sebelum ditetapkan sebagai sasaran Bantuan Khusus Siswa Miskin (BKSM).
Kepala Dindik Jatim Dr Saiful Rachman menuturkan implementasi SE Gubernur tentang SPP baru dimulai pada tahun ajaran baru. Kecuali untuk daerah yang semula menerapkan pendidikan gratis seperti Surabaya. SPP SMA/SMK akan dimulai sejak Januari ini. “Kecuali yang miskin akan tetap ditanggung provinsi,” kata dia ditemui di kantor Dindik Jatim, Senin (16/1).
Untuk menentukan siswa miskin yang berhak mendapatkan SPP gratis, Saiful mengungkapkan sekolah harus melakukan verifikasi riil. Tak terkecuali bagi mereka yang masuk melalui jalur mitra warga. “Harus verifikasi ulang, miskin benar atau tidak. Mungkin dulu punya motor satu sekarang sudah dua. Jadi secara ekonomi sudah ada perubahan lebih baik,” tutur dia.
Seperti diketahui, tahun ini Dindik Jatim menganggarkan Rp 41 miliar untuk program BKSM. Sasarannya, 52 ribu siswa SMA/SMK se-Jatim. Dengan total peserta didik SMA/SMK se-Jatim sebanyak 1,1 juta siswa, maka sedikitnya 4,5 persen siswa yang dapat terkaver BKSM.
Sementara itu, petunjuk teknis mengenai SPP baru akan dibahas Dindik Jatim melalui rapat koordinasi bersama Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) dan cabang Dindik Jatim di 31 kabupaten/kota hari ini. Juknis tersebut akan mengatur terkait mekanisme belanja menggunakan dana yang dipungut melalui SPP.  “Hampir sama seperti juknis BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Ada poin-poin yang menjelaskan dana SPP untuk apa saja, seperti boleh untuk membayar personel,” kata dia.
Saiful memastikan, biaya yang telah terkaver BOS tidak akan sama dengan item pembayaran yang diatur dalam juknis SPP.
Sementara itu, anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti sepakat dengan keharusan sekolah untuk memverifikasi ulang siswa tidak mampu. Sebab, tidak semua siswa dari keluarga tidak mampu itu masuk melalui jalur mitra warga. Kuota mitra warga selama ini hanya 5 persen. Tapi kenyataannya bisa lebih dari itu, karena anak dari keluarga tidak mampu juga bisa masuk ke sekolah negeri melalui jalur lain.
“Hari ini (kemarin) saya bertemu dengan warga yang anaknya bersekolah di SMKN 2. Dia tidak termasuk siswa mitra warga, tapi tergolong dari keluarga tidak mampu. Seperti ini sekolah mestinya sudah tahu,” kata dia.
Pihak sekolah, lanjut dia, perlu melakukan pendataan dan mengusulkan siswanya yang benar-benar tidak mampu untuk mendapat layanan pendidikan gratis. Di sisi lain, beban ini seharusnya juga tidak ditanggung seluruhnya oleh sekolah. “Pemerintah juga harus ikut memikirkan sumber pendanaan sekolah. Tidak hanya mengandalkan dana dari masyarakat, tapi bisa difasilitasi untuk mendapatkan sumber dana lainnya,” pungkas Reni. [tam]

Tags: