Siswa SMK Rambah Industri Perfilman

Trailer film Jack karya Air Production dengan dukungan SMK Dr Soetomo diluncurkan di Universitas Muhammadiyah Surabaya, Jumat (27/4).

Bareng Sutradara Profesional Produksi Film Layar Lebar
Surabaya, Bhirawa
Siswa SMK di Surabaya mulai merambah dunia industri perfilman nasional. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya film ‘Jack’ besutan Air Production bekerjasama dengan SMK Dr Soetomo (Smekdor) Surabaya. Film bernuansa khas Suroboyoan tersebut melibatkan setidaknya 35 siswa SMK sebagai kru di dalamnya.
Kepala SMK Dr Soetomo Juliantono Hadi menuturkan, film Jack tersebut rencananya akan diputar di bioskop mulai akhir Juni mendatang. Pihaknya cukup bangga, sebab siswanya kelas X dan XI jurusan multimedia dapat terjun langsung dalam produksi film ini. “Sesuai dengan pesan Bapak Presiden Jokowi, anak-anak SMK perlu diarahkan pada industri kreatif. Salah satunya film ini,” tutur Anton, sapaan akrab kepala SMK Dr Soetomo.
Dalam mendukung proses produksi film tersebut, 35 siswa yang terlibut bekerja secara bergiliran. Durasinya masing-masing selama dua minggu dengan jam kerja seharian penuh. “Kru film inti atau tetap terdiri dari siswa kelas dua. Misalnya, bagian clapper dan assiten lighting. Kita pakai sistem bergilir itu karena siswa masih ada pembelajaran di sekolah,” kata Anton.
Anton menuturkan, saat ini triler film tersebut telah rampung digarap dan mulai viral di kalangan media sosial. Dengan adanya film bernuansa Suroboyoan ini, Anton berharap mainstream film layar lebar tidak hanya terpusat di Ibu Kota Jakarta saja.
“Dari film ini kita ingin menunjukkan potret Surabaya yang harmonis dengan latar belakang masyarakatnya yang beragam. Kita juga memilih artis-artis lokal dari Surabaya , sengaja untuk memunculkan generasi baru dunia perfilman,” tutur Anton yang juga menjadi Executive Producer Film Jack tersebut.
Juliantono mengungkapkan, film Jack juga mengambil setting di sejumlah lokasi yang kental dengan nuansa Surabaya. Antara lain, kampung Maspati, sebuah cafe di Peneleh, hotel Majapahit, tugu Bambu Runcing dan gedung Balai Kota. “Pemilihan lokasi tersebut dianggap lebih dapat menonjolkan aspek Surabaya. Sehingga, dapat memunculkan perbedaan dibanding film (yang biasanya dibuat sineas) Jakarta,” paparnya.
Bayu Riski adalah salah satu siswa SMK Dr Soetomo yang menjadi bagian dalam produksi film tersebut. Siswa kelas XI multimedia tersebut bertugas sebagai clepper selama proses syuting dilakukan. Bayu mencatat, selama syuting berjalan dia telah mengambil 1.146 clep. “Menjadi clepper itu harus benar-benar kuat ingatannya. Karena kita harus tahu adegan terakhir dan waktunya. Apalagi pertama kali mengikuti produksi film sungguhan,” tutur Bayu.
Bayu menuturkan, meski hanya menjadi clepper dia bisa belajar banyak dari teman-temannya satu kru. Mulai dari penataan cahaya, penataan suara dan bagian-bagian yang lain. “Kalau pas dimarahi sutradara ya kita terima saja. Karena clepper memang harus benar-benar sesuai posisinya,” tutur Bayu.
Sutradara sekaligus Produser film Jack, M. Ainun Ridho mengatakan, film Jack bisa dikatakan film pertama kali yang secara total menggunakan bahasa Suroboyoan dan aktor-artis asli orang Surabaya. Termasuk film layar lebar pertama yang dikerjakan bersama-sama siswa SMK. Tokoh utamanya pun diperankan oleh pendatang baru yang asli warga Surabaya.
“Kenapa saya lakukan itu? Karena saya asli Surabaya. Kalau disuruh untuk Bandung, misalnya, belum tentu saya mau,” katanya usai peluncuran film Jack di Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya.
Dia menegaskan, proses pembuatan film dibantu tenaga dari Smekdors sekaligus peralatan 100 persen milik SMK. Kebetulan, SMK tersebut memiliki jurusan film dan multimedia, sehingga tidak gagap dalam mengikuti proses produksi. Meski sedikit alami kesulitan dibanding bekerja sama dengan kru profesional dari Jakarta, hal itu dianggap wajar.
“Tetapi motivasi kita sejak awal memang ingin kolaborasi. Selain itu juga, pembiayaan produksi bisa ditekan. Tidak apa-apa saya capek sedikit, tapi ada tujuan mulia juga dengan mentransfer pengalaman, transfer pengetahuan, kebetulan juga di Surabaya,” ungkap Ridho.
Dalam dunia perfilman, lanjut dia, Surabaya sejatinya memiliki potensi besar. Hal itu dapat dilihat dari sisi jumlah gedung bioskop. Gedung bioskop di Surabaya jumlahnya terbanyak nomor 2 setelah Jabodetabek. “Surabaya itu ada 15 gedung, lo. Per gedung bisa 3-6 layar,” terangnya. Dibanding Bandung yang hanya punya 9 gedung, Yogjakarta 4, Makassar 2, Surabaya lebih besar.
Sayangnya, Surabaya tidak masuk lima besar dari sisi potensi film. Kalah jauh dengan Yogjakarta, Bandung, dan Makassar. Salah satu kekurangannya, kata Ridho, belum ada film yang berciri khas Kota Pahlawan. “Itu ada perasaan tidak enak. Padahal potensi pasar Surabaya itu besar. Mungkin karena belum ada film khas Surabaya,” pungkas dia. [tam]

Rate this article!
Tags: