SKPD Kota Batu ‘Enggan’ Tuntaskan Masalah PBB

Masyarakat Kota Batu yang mayoritas petani mengaku kaget dan keberatan atas kenaikan PBB yang ditetapkan Pemkot.

Masyarakat Kota Batu yang mayoritas petani mengaku kaget dan keberatan atas kenaikan PBB yang ditetapkan Pemkot.

Kota Batu, Bhirawa
Tak terlihat itikad baik dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk merespon dan memberikan solusi atas keluhan masyarakat terhadap kenaikan tidak wajar dari Pajab Bumi dan Bangunan (PBB). Berulangkali diundang DPRD Kota Batu untuk dengar pendapat, namun mereka tidak memenuhi undangan tersebut. Situasi ini mendorong LSM Good Governance Activator Alliance (GGAA) Kota Batu untuk membuka pos pengaduan masyarakat Kota Batu atas kenaikan tagihan PBB-nya.
Dalam Pos Pengaduan yang dibuka GGAA, mereka juga membuka diri untuk masyarakat yang ingin berkonsultasi. Karena banyak masyarakat yang kebingungan tidak tahu harus berbuat apa atas adanya kenaikan ini. Kebanyakan mereka hanya  membicarakan masalah ini dengan orang-orang di sekelilingnya.
“Mayoritas masyarakat Kota Batu bergerak dalam aktivitas pertanian atau sebagai petani sehingga tingginya PBB tentu sangat memberakat masyarakat,” ujar Direktur GGAA, Sudarno, Minggu (7/8). Akibatnya, banyak warga yang mengajak untuk tidak membayar PBB. namun juga ada yang berusaha mengajukan surat keberatan kepada Dispenda Kota Batu.
Sudarno membenarkan penetapan PBB merupakan kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda). Namun Pemda juga harus bersikap bijak dengan melakukan analisis kemampuan masyarakat dalam tingkat perekonomiannya. Tingginya harga tanah menurut Sudarno lebih disebabkan karena keterbatasan lahan yang ada.
Sementara kebutuhan area tanah untuk industri pariwisata juga besar.
Korelasi antara PBB yang naik tinggi dengan kesejahteraan masyarakat juga harus dijadikan pertimbangan oleh DPRD Kota Batu untuk menolak kenaikan PBB ini. DPRD harus sensitif dan berempati kepada masyarakat. Jangan sampai DPRD lemah dan tidak melakukan tindakan apa-apa dalam melihat persoalan kenaikan PBB ini.
“Bila perlu, DPRD melakukan haknya dengan mendorong hak angket atau hak bertanya apabila eksekutif,”tegas Sudarno. Namun apa yang dilakukan Eksekutif semakin membuat masyarakat kecewa. Pada Kamis (4/8), Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Kota Batu telah mengagendakan hearing dengan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Batu,  Zadiem Effisiensi, untuk membahas masalah PBB yang ‘mencekik’ rakyat kecil.
Dalam jadwal tertera, dengar pendapat tentang PBB ini harusnya dilaksanakan pukul Kamis (4/8) pukul 13.00 WIB. Namun hingga sore hari tidak ada tanda-tanda Dispenda menghadiri undangan dari Komisi A DPRD Kota Batu tersebut.
Para anggota dewan membenarkan, banyak masyarakat yang hadir ke gedung Wakil Rakyat untuk mengadukan tingginya PBB. “Soal PBB masyarakat kita gelisah, karena tidak singkron antara kenaikan NJOP dengan penghasilan yang didapatkan masyarakat,” ujar Ketua Komisi B DPRD Kota Batu, Suwandi.
Hal senada juga dikemukakan oleh Wakil Ketua DPRD Batu, Nurochman. Banyak masyarakat yang menolak membayar PBB. yang cukup meresahkan masyarakat ini. Beberapa kali DPRD sudah melakukan hearing dengan Dispenda, BPKAD dan Bagian Hukum untuk membahas masalah ini. “Kita minta supaya dikaji ulang terkait kenaikan ini, karena sangat memberatkan masyarakat,” terang Nurochman.
Dalam dialog yang beberapa bulan lalu, terungkap kenaikan PBB didasarkan pada kenaikan NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak). Dispenda menaikkan pendapatan dari sektor pajak ini, kata Nurochman, sebenarnya didasarkan pada target kenaikan BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan) sebesar 5 persen.
“Ini yang kita kritisi, semestinya Dispenda berpikir bagaimana BPHTB naik, sementara PBB tidak naik,”kritik Nurochman.  [nas]

Tags: