SLB Negeri Gedangan Layani Semua Hambatan

Siswa SMALB Negeri Gedangan Sidoarjo yang sedang belajar tentang salon kecantikan. [achmad suprayogi]

Sidoarjo, Bhirawa
Bentuk layanan sekolah di SLB Negeri Gedangan Sidoarjo ini dinilai lebih rumit daripada sekolah pada umumnya. Namun lembaga pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ini mampu menggelar layanan pendidikan atas semua hambatan yang ada.
Dari 35 Rombel (Rombongan Belajar) mulai dari jenjang TKLB, SDLB, SMPLB hingga SMALB tersebut dengan bentuk pelayanan semua hambahan. Tuna Rungu, Tuna Grahita atau yang lainnya, mereka tidak bisa dijadikan satu kelas.
Kepala SLB Negeri Gedangan Sidoarjo Miseri MPd menjelaskan, kalau terkadang satu Rombel siswanya hanya satu, karena memang hambatannya tuna netra yang tidak bisa dicampur dengan tuna rungu. Demikian juga ada beberapa anak serebalpasi itu satu rombel jumlahnya dua anak, karena kondisi kekhasan dan kekususan yang ada di SLB Negeri Gedangan yang dibawah naungan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur ini.
“Rombel-rombel di SLB ini tidak bisa dicampur. Jadi yang hambatan kecerdasan atau hambatan intelektual itu bersama hambatan intelektual. Intelektual pun ada dua klasifikasi, ada yang ringan dengan IQ 65-70, tapi kalau sudah di bawah 60 itu masuk di IQ rendah, tetapi klasifikasi biasanya tuna grahita sedang.
“Kondisi itu mereka hanya mampu melatih, model seperti ini juga disendirikan, karena untuk memudahkan layanan,” jelas Miseri, (3/9) kemarin.
Menurutnya, kalau di SLB sisi layanannya memang sangat individual sekali. Misalnya, untuk anak hambatan kecerdasan bisa mencapai 7 hingga 10 anak. Tetapi di kelas yang sama, hanya siswanya ada satu karena dia hambatannya tuna netra atau hambatan penglihatan. Juga demikian untuk yang tuna rungu.
“Jadi populasi tuna netra itu sudah sangat terbatas, tuna rungu juga demikian. Kadang-kadang satu kelas standar kita 5 sampai 7, kadang malah ada hanya dua atau tiga siswa saja,” katanya.
Lanjutnya, jenis hambatannya yang memang tidak bisa dijadikan satu dengan hambatan yang lainnya. “Karena pelayanannya harus khas dan sesuai dengan guru yang mempunyai jurusan masing-masing. Atau keahliannya beda-beda,” terangnya.
Di sisi lain, SLB Negeri Gedangan ini juga memang sangat tedampak dengan adanya belajar dari rumah. Kita masih mengikuti pemerintah tidak berani melakukan pembelajaran secara langsung, tetapi melakukan pembelajaran yang berbasis online.
“Cuma ada beberapa kendala dan kesulitan, karena tidak semua orangtua memiliki HP, tidak semua HP itu Android. Bagi yang HPnya sudah memenuhi untuk pembelajaran online, kita mengirimkan materi melalui WA sekaligus hasil tagihannya, bisa berupa hasil kerja anak, berupa video, berupa gambar yang dikirim kembali kepada para gurunya masing-masing,” ujarnya.
Sementara untuk orangtua yang belum memiliki HP, atau HP tidak memenuhi syarat untuk belajar online, kita memfaslitasi dengan menyiapkan materi dan orangtua datang ke sekolah.
“Bagi orangtua yang memiliki hambatan ke sekolah, maka guru-guru kami yang datang ke rumah untuk mengirimkan materinya. Demikian juga nanti hasil kerjanya, setela dikerjakan oleh anak-anak maka bisa dikembalikan lagi ke sekolah, atau gurunya yang mengambil. Jadi ada beberapa pola, tergantung kondisi peserta didik, dan orangtuanya,” pungkas Miseri. [ach]

Tags: