Smamda Surabaya Ajak 488 Siswa Belajar Membatik

Para siswa baru SMA Muhammadiyah 2 Surabaya sangat antusias dan serius saat belajar membatik dengan menggunakan media lilin malam dingin. [trie diana]

Hari Pertama Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS)
Surabaya, Bhirawa
Hari pertama, Senin (15/7) Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) atau dikenal dengan Forum Ta’aruf dan Orientasi Siswa (FORTASI), 488 siswa SMA Muhammadiyah 2 (Smamda) Surabaya dikenalkan seni membatik.
Membatik masal ini mengambil tema Membatik Ikon Kota Surabaya, seperti gambar Ikan Suro dan boyo, wajah Wali Kota Surabaya (Tri Rismaharini) dan Tugu Pahlawan.
Menurut Penanggung Jawab Membatik, Ustadz Rachmad Setyo Wibowo MHum, Batik di Smamda merupakan salah satu program unggulan siswa dan juga bagian dari ekstrakurikuler yang wajib dipelajari para siswa. Tujuannya mewadai kreativitas siswa dibidang seni sekaligus melestarikan dan mengembangkan budaya lokal.
Ustadz Rachmad menambahkan, , jika umumnya membatik menggunakan lilin panas. Namun Smamda mengenalkan kepada siswa – siswi baru proses membatik dengan menggunakan media lilin malam dingin dengan menggunakan warna colet atau kuas. Kelebihan dari penggunaan lilin dingin ini yaitu praktis, mudah, dan tidak berbahaya bagi siswa.
Sementara itu, Seksi acara FORTASI, Hilmy Yavi, Smamda mencoba menerapkan teknologi 4.0 dengan membuat aplikasi khusus untuk kegiatan FORTASI. ”Dengan mengusung tema kreatifitas dan teknologi sekaligus, maka kami menggunakan aplikasi berbasis android untuk mencatat kehadiran peserta selama lima Hari FORTASI. Memudahkan kerja panitia dan lebih ramah lingkungan,” ujarnya.
Ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Smamda, Esa Febrianto menambahkan, tak hanya mengandalkan kreativitas para siswa, sebab ada semangat paperless dan plasticless atau kegiatan ramah lingkungan dengan meminimalisir penggunaan kertas dan plastik dalam ber-FORTASI.
“Misalnya saat makan atau minum di kantin para siswa diwajibkan membawa kotak makan kosong atau botol minum sendiri. Hal ini untuk menggantikan penggunaan plastik pembungkus, dan para panitia menggunakan mengenakan tanda pengenal LED. Dengan daya rendah, id card panitia ini jadi terlihat menarik dan futuristik karena dapat menampilkan nama sekaligus jabatan dalam kepanitiaan pada satu benda berukuran lima kali dua sentimeter ini,” jelas Esa. Salah satu siswa peserta Fortasi, Ayesha Kusumaning Ayu menyatakan sangat senang bisa belajar membatik. Menurutnya, kegiatan membatik bareng ini merupakan kegiatan yang bagus. Sebab saat ini banyak remaja yang melupakan budaya sendiri tetapi lebih senang mempelajari budaya dari Negara lain. [fen]

Tags: