SMK Adhikawacana DO Lima Siswa Narkoba

NarkobaSurabaya, Bhirawa
Orang tua harus memperhatikan betul perilaku dan pergaulan anaknya, bahkan dengan teman sekolah. Salah -salah anak-anak terutama remaja bisa terseret dunia narkoba akibat dipaksa teman pergaulannya.
Seperti yang dialami salah satu siswa SMK Adhikawacana  yang terancam mendapat sanksi drop out (DO) setelah ketahuan mengonsumsi obat terlarang yang diduga narkoba. Melinda Permatasari siswa kelas X jurusan Akuntansi ini sempat dilarang sekolah untuk ujian akhir semester karena bakal di DO setelah ketahuan pernah mengkonsumsi obat terlarang.
Kamis (3/12) kemarin, Melinda ditemani ayahnya, Sugiono, menjelaskan permasalahan yang sedang terjadi. Siswa kelas X jurusan Akuntasi tersebut mengaku dipaksa dua teman sekelasnya, Riska dan Melinia, untuk meminum obat berbentuk pil.
“Saya dibentak-bentak, kalau nggak diminum, saya diancam macam-macam. Itu sudah berlangsung sejak akhir Oktober,” ujar siswa 15 tahun tersebut.
Melinda mendapatkan paksaan minum obat tersebut sebanyak tiga kali. “Obat itu berwarna pink. Ditengahnya ada huruf P,” katanya. Dia mengaku tidak tahu jenis pil tersebut. Pertama kali dia hanya dipaksaminum 2 pil. Kedua kali, diberi 3 pil dan ketiga kalinya di suruh minum empat pil.
“Saya minum obat itu itu sampai mlukek-mlukek (muntah-muntah),” kata Melinda.
Mau tidak mau, Melinda harus meminum obat itu di depan dua temannya, Meli dan Riska. Dia tidak sendiri, ada dua teman lainnya yang dipaksa minum pil itu. Yakni, Mifta dan Lia. Dengan begitu, total ada lima siswa yang mengonsumsi pil tersebut.
Setelah itu, pihak sekolah akhirnya mengetahui perbuatan mereka. Pihak sekolah mengetahui perbuatan mereka setelah menyita handphone Riska saat ujian harian.
“Di hp dia (Riska, red), ada foto obat itu dan nama kami berlima. Lalu kami berlima dipanggil pihak sekolah,” ujar Melinda.
Pihak sekolah, lanjut Melinda, tidak memberikan penjelasan secara jelas. “Mereka hanya bilang kami berlima dikeluarkan dari sekolah,” kata Melinda.
Namun, tidak semerta-merta mengeluarkan, SMK Adhikawacana memaksa lima siswa itu mengundurkan diri dari sekolah. Dengan begitu, sekolah tidak bakal memiliki tanggungan kelanjutan pendidikan lima siswa tersebut.
Mulai awal November, satu per satu siswa itu terpaksa mengundurkan diri. Dimulai dari Mifta, lalu disusul oleh Lia, Meli, dan Riska. “Tinggal saya sendiri yang saat ini masih di sekolah,” terangnya. Namun, Melinda mengaku telah dipaksa sekolah untuk mengundurkan diri. “Saya masih ingin sekolah di sini. Saya ingin belajar dengan benar,” ujar siswa kelahiran 9 Mei 2000 tersebut.
Kamis kemarin, Melinda dipanggil oleh pihak sekolah. “Saya dibentak lagi oleh guru BK yang bernama Bu Lusi. Saya tidak boleh ikut UAS besok (hari ini, red). Nama saya sudah dicoret dari absen,” katanya dengan mata berkaca-kaca. Melinda langsung mengadu kepada orang tuanya.
Ketika dikonfirmasi ke SMK Adhikawacana, tidak ada guru maupun kepala sekolah yang mau berkomentar. “Semua guru dan kepala sekolah sudah pulang. Saya tidak dapat memberikan komentar itu,” ujar salah satu staf SMK Adhikawacana.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya Ikhsan menerangkan penanganan terhadap persoalan ini tetap harus mengutamakan kepentingan peserta didik. Pertama yang harus dilakukan adalah berkoordinasi dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk menentukan intervensi apa yang sesuai.
“Kami akan kroscek ke sekolah untuk emngetahui masalahnya. Kemudian berkonsultasi ke BNN,” ujar alumnus Unair itu.
Jika memang diperlukan rehabilitasi, lanjut Ikhsan, maka harus dilakukan secepatnya. Sekolah tidak dapat mengeluarkan siswa seenaknya. Sekolah asal harus dapat memastikan bahwa anak itu sudah diterima di lembaga lain dengan baik. Dengan begitu, siswa masih bisa melanjutkan pendidikan dengan nyaman.
“Semua keputusan harus mengutamakan peserta didik. Dan jangan menambah angka anak putus sekolah,” tegas Mantan Kepala Bapemas dan KB Surabaya itu. [tam]

Tags: