SMK Swasta Kekurangan Siswa, SMA Swasta “Panen”

Pelaksanaan hari terakhir USBN jenjang SMK di SMK Dr Soetomo dengan mata pelajaran Matematika dan Sejarah, Kamis (22/3).

Tantangan Sekolah Swasta Pasca PPDB Zonasi
Surabaya, Bhirawa
Mendekati tahun ajaran baru 2019/2020 pada pertengahan Juli ini, sejumlah SMK swasta masih kekurangan siswa. Berdasarkan data dari Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) pemenuhan pagu untuk SMK dengan kelas “prestisius” masih mencapai 80 persen. Sedangkan untuk sekolah di bawah standart pagu baru dipenuhi hampir 50 persen.
Oleh karena itu, sembari menunggu pendaftaran siswa baru ditutup, pihak sekolah swasta melakukan pengenalan jurusan dan lingkungan.
Ketua MKKS SMK swasta Kota Surabaya, Sugeng menjelaskan biasanya menjelang masuk sekolah pagu di SMK swasta sudah terpenuhi. Hanya saja pihaknya masih heran dengan jadwal PPDB SMA/SMK negeri yang jadwalnya maju tiga minggu dibandingkan tahun lalu. Akan tetapi jumlah pendaftar di SMK swasta belum terpenuhi.
“Di sekolah saya saja baru terisi 70 persen. Nanti akan kami kumpulkan data seluruh SMK dan komunikasi dengan cabang dinas, beserta SMK dan SMA negeri untuk solusinya,”urainya. Komunikasi itu, lanjut dia, terkait PPDB SMA/SMK negeri bahwa tidak ada penambahan kuota untuk PPDB setelah jalur zonasi regular. Menurutnya, jika memang benar tidak ada pemenuhan pagu, hingga detik ini sekolah swasta masih belum terpenuhi pagunya.
“Bisa jadi orang tua memang belum mendaftar karena mungkin ini masih tanggal tua, semoga dalam minggu depan banyak yang masuk ke smk/sma swasta,”urai Kepala SMK Wijaya Putra Surabaya ini.
Kepala SMK Ketintang Surabaya, Agung Nugroho juga merasakan pagu yang belum terpenuhi di sekolahnya. Sejauh ini baru terpenuhi 58 persen atau 316 siswa dari total pagu yang ditetapkan sebanyak 540 siswa. Jumlah itu, menurun jauh jika dibandingkan dengan tahun lalu yang sekitar 32 persen pagu belum terpenuhi.
“Bahkan, tahun lalu di bulan Juni sudah habis formulirnya. Sementara sekarang dari 750 formulir baru 403 yang keluar,”jelas dia. Agung menduga penurunan siswa yang ada di sekolahnya sebagai imbas adanya penerapan PPDB zonasi pada tahun ini. Pasalnya, sekolah SMK swasta di Surabaya juga mengalami imbas serupa. “Sebagai dampak PPDB zonasi, juga program tistas Pemerintah Provinsi,”.katanya.
Dampak zonasi yang dimaksud adalah jika tahun-tahun sebelumnya, siswa yang punya NEM tidak terlalu tinggi akan memilih ke sekolahnya. Namun saat ini, karena yang diukur adalah jarak, maka siswa yang jarak rumah ke sekolah dekat diterima di sekolah negeri.
Dia menyatakan, jika diukur dari segi biaya, antara sekolah negeri dan swasta tak jauh berbeda. Pun demikian dengan kualitas. Sekolah swasta, kata Agung, mempunyai kualitas yang tak kalah dari sekolah negeri. “Tapi kami masih optimis. Kami berharap bisa terpenuhi walau satu rombel,” ujarnya.
Persiapan masuk sekolah swasta yang masih dikenakan biaya SPP normal, diakui Agung sebagai langkah antisipasi jika program Tistas belum bisa diterima sekolah swasta.
“Sampai sekarang belum ada juknis yang disosialisasikan dan bimteknya. Kami tidak berani langsung motong SPP karena belum tahu besaran pasti yang kami terima,”papar dia.
Hal senada juga dialami SMK Dr Soetomo Surabaya, yang juga mengalami kondisi kekurangan siswa. Namun, jumlah tersebut tidak begitu banyak. Karena beberapa jurusan sudah ada ditutup. Seperti jurusan perhotelan yang menyediakan dua rombongan belajar (rombel).
“Yaa kami punya empat jurusan. yaitu Akuntansi 4 rombel, Pemasaran 3 Rombel, MultiMedia 4 rombel. Masing-masing masih kurang dibawah 25 siswa kalau harus memenuhi kuota yang tersedia,” ujar Kepala SMK Dr Soetomo, Juliantono.
Meskipun begitu, Juliantono memaklumi jika pemenuhan pagu tidak bisa cepat terpenuhi. Apalagi tahun ini, tidak ada persyaratan wajib lunas biaya PPDB sebesar Rp. 3 juta termasuk didalamnya tiga seragam dan kelengkapan lainnya. Sama seperti tahu kemarin, dari total pagu yang disediakan sebanyak 560 siswa baru terpenuhi 470.

Tawarkan Program Unggulan untuk Gaet Siswa
Jika SMK swasta mengalami kondisi kekurangan siswa, hal berbeda justru dialami SMA swasta di Surabaya. Dampak dari zonasi, mereka “diuntungkan” dari sistem PPDB yang diterapkan di SMA negeri. Sebab, tidak sedikit siswa dengan prestasi nilai UN masuk di SMA swasta yang menyebar di kota Surabaya. “Panen” siswa itu dirasakan oleh SMA Lab School Unesa. Di bandingkan tahun lalu, peminat yang mendaftar di sekolah tersebut meningkat lima kali lipat. Diungkapkan Kepala SMA Lab School Unesa, Dewi Purwanti, tahun ini untuk menampung 140 peserta didik baru, pihaknya menyediakan lima kelas. Di mana dalam satu rombel nya akan diisi sekitar 28 siswa.
“Rata-rata mereka yang daftar ke sekolah kami mempunyai NEM tertinggi 38-37. Dengan prestasi siswa itu, kita akan dihadapkan berbagai tantangan baik dalam pelayanan pendidikan,”ungkap dia.
Tantangan yang dimaksud adalah, baik dari pola pembelajaran, sumber daya manusia (SDM) tenaga pendidik hingga infrastruktur sekolah. Dari tantangan itu, Dewi mengatakan jika pihaknya sudah menyiapkan pola pembelajaran dengan menggunakan sistem kredit semester (SKS) yang merupakan program Dinas Pendidikan (Dindik) Jawa Timur, untuk memfasilitasi peserta didik yang kemampuannya di atas rata-rata dan ingin lulus dengan cepat.
“Kebanjiran” siswa juga dirasakan SMA 17 Agustus (SMATAG). Bahkan dari total 400 formulir yang terjual, hanya 248 siswa yang diterima. Dan menolak sekitar 40 siswa. Dikatakan Kepala SMATAG, Prehantoro peningkatan jumlah pendaftar itu tidak luput dari program yang ditawarkan sekolah, di samping dari dampak sistem zonasi dalam PPDB SMA.
Pendaftar yang masuk disekolahnya pun didominasi dengan siswa dengan prestasi NEM dengan 32. Maka dari itu, tahun ini pihaknya akan menerapkan kelas berbasis digital untuk pola pembelajaran yang akan digunakan. Mulai tahun ajaran 2019/2020 ini, SMATAG tidak akan menggunakan kertas dalam pembelajaran. Tapi memanfaatkan teknologi informasi. Program tersebut sudah disiapkan oleh pihaknya dalam melayani pendidikan di sekolahnya.
“Jadi tugas-tugas yang diberikan oleh guru nanbti akan berbasis teknologi. Dengan memanfaatkan email untuk pengiriman tugas. Kami juga sediakan aplikasi khusus pembelajaran, mulai dari materi ajar, soal-soal hingga ujian kita akan berbasis digital learning,”jelas dia.
Di samping itu, lanjut dia, sekolah juga menyiapkan ruangan yang dilengkapi dengan CCTV dan jaringan WiFi. Siswa juga diberikan kuota internet untuk mengakses informasi yang berkaitan dengan proses pembelajaran di kelas. [ina]

Tags: