Soal Pasar Turi, Risma Tersandera Pakewuh Politik

Pasar Turi Surabaya

Pasar Turi Surabaya

DPRD Surabaya, Bhirawa
Pembatalan kontrak kerja BOT (Build, Operate, Transfer) Pasar Turi Baru dengan  PT Gala  Bumi Perkasa  oleh Pemkot Surabaya agaknya masih jauh panggang dari api. Meski sejumlah pelanggaran kontrak pembangunan Pasar Turi Baru dipastikan telah dilakukan PT Gala Bumi Perkasa selaku investor, namun hampir dipastikan Wali Kota Tri Rismaharini tidak akan melakukan pembatalan perjanjian tersebut karena ewuh pakewuh (perasaan tak enak,red)  kepartaian. Dengan kata lain Risma tersandera.
Anggota Komisi C M Mahmud mengatakan Wali Kota Tri Rismaharini hampir pasti tidak akan mau melakukan pembatalan perjanjian BOT pembangunan Pasar Turi Baru. Menurut Mahmud hal ini dikarenakan pembuat perjanjian BOT dengan PT Gala Bumi Perkasa adalah wali kota periode sebelumnya yang masih satu partai dengan Risma yakni Bambang DH.
“Masalahnya sudah jelas setidaknya ada tiga pelanggaran perjanjian BOT yang dilakukan investor (PT Gala Bumi Perkasa,red). Dan jika dikembalikan pada perjanjian, Pemkot Surabaya sangat bisa melakukan pembatalan. Namun wali kota sekarang saya kira tidak akan berani mengingat pembuat perjanjian adalah wali kota sebelumnya yang juga satu partai dengannya. Jadi ini hanya masalah ewuh pakewuh saja,” ujar Mahmud yang pada periode lalu sempat menjadi Ketua Komisi B yang menangani beberapa masalah Pasar Turi, Selasa (15/3).
Selain masalah ewuh pakewuh, lanjut Mahmud, sebab lain adalah dalam klausul perjanjian BOT Pasar Turi Baru ternyata tidak pernah ada klausul sanksi  jika ada salah satu pihak melakukan pelanggaran. Sehingga, lanjutnya, status hasil investasi juga membingungkan.
“Dalam perjanjian memang tidak ada klausul sanksi mengikat kedua pihak jika melakukan pelanggaran. Jadi bagaimana nasib Pasar Turi Baru juga tidak jelas,” ungkap pria yang sempat duduk sebagai Ketua DPRD Surabaya pada periode lalu ini.
Mahmud merinci , PT Gala Bumi Perkasa telah melakukan setidaknya tiga pelanggaran kesepakatan dalam perjanjian BOT Pasar Turi Baru. Pertama, lanjut Mahmud pelanggaran sistem penjualan stan dengan metode strata title atau hak milik stan.
Padahal, kata Mahmud, seluruh bangunan dan lahan Pasar Turi Baru adalah milik Pemkot Surabaya, sehingga penjualan stan tidak seharusnya hak milik tetapi sebatas hak guna. “Jadi investor menjual barang yang bukan miliknya,” tegas Mahmud.
Pelanggaran kedua, lanjut Mahmud , adalah penambahan tinggi bangunan yang seharusnya enam lantai menurut perjanjian pertama menjadi sembilan lantai. Tentang hal ini, Mahmud menyebut memang pihak investor pernah mengajukan perubahan perjanjian, namun sampai sejauh ini belum ada keputusan resmi dari Pemkot Surabaya meski pernah ada kajian bisa ditambah menjadi delapan lantai.
Dan yang ketiga, kata penasihat Fraksi Demokrat ini, PT Gala Bumi Perkasa telah melanggar waktu perjanjian penyerahan BOT. Dalam perjanjian, lanjutnya, pihak investor sudah harus menyelesaikan dan menyerahkan bangunan Pasar Turi Baru dalam jangka waktu 24 bulan atau sampai 13 Februari 2014.
Terkait dosa investor Pasar Turi Baru, rekan Mahmud di Komisi C, Vincencius Awey menambahkan pihak PT Gala Bumi Perkasa telah menarik service charge pada pedagang sebesar Rp 100 ribu per meter persegi dari yang seharusnya Rp 75 ribu per meter persegi sesuai dokumen kualifikasi. Selain itu ternyata luasan void/stan dilaporkan pedagang tidak sesuai dengan perjanjian.
Dengan demikian, lanjut Vincencius Awey, sangat tidak masuk akal bila Pemkot Surabaya tidak berani mengambil alih Pasar Turi Baru dari tangan investor dan mengambil tindakan pembatalan perjanjian.
“Tidak masuk akal bila Pemkot Surabaya tidak berani bertindak menghentikan aktivitas Pasar Turi. Harus dibatalkan itu perjanjian dan diusut secara hukum,” ujar legislator yang juga Sekretaris DPC Nasdem Surabaya ini.
Pada kesempatan kemarin Awey juga menambahkan, dari sejumlah hearing dengan berbagai pihak terkait Pasar Turi ada indikasi permainan dalam penetapan PT Gala Bumi Perkasa sebagai investor Pasar Turi. Menurutnya ada sinyalemen uang jaminan sebesar Rp 200 milar sebagai syarat pra kualifikasi adalah fiktif. “Perlu diusut bagaimana ini terjadi,” tegasnya. [gat]

Tags: