Soal Prakerin, SMK Swasta Diminta Gunakan Rekomendasi

Dr Saiful Rachman

Dindik Jatim Minta Semua Pihak Taati Inpres 9/2016
Dindik Jatim, Bhirawa
Pemberhentian sepihak program praktik kerja industri (Prakerin) siswa SMK swasta di Surabaya menuai kritik. Pasalnya, keputusan tersebut dilakukan saat siswa tengah menjalankan prakerin dan tidak ada pemberitahuan di awal terkait prosedural magang.
Dari informasi yang diperoleh, siswa yang melakukan magang diberhentikan karena pihak instansi terkait mendapat instruksi dari ‘atasan’.
Diungkapkan Kepala Dinas Pendidikan Jatim, Saiful Rachman jika persoalan tersebut sarat akan ‘birokratis’. Pasalnya, berdasarkan inpres no 9 tahun 2016 sudah seharusnya pemerintah daerah dan kementerian terkait mendukung program vokasional. Sebab, vokasional menjadi program utama pemerintah pusat yang harus didukung semua pihak.
“Jadi kebijakan itu (vokasional) harus didukung semua pihak. Tidak hanya sekadar bijak menyikapinya,” tegas Saiful Rachman dihubungi Bhirawa, Kamis (31/1).
Saiful menerangkan hingga saat ini pihkanya belum mendapatkan detail laporan jumlah sekolah yang siswanya terdampak dari pemberhentian prakerin sepihak tersebut. Namun menurut dia, persoalan prakerin tidak perlu menunggu rekomendasi dari pemerintah provinsi (pemprov) Jatim. Sebab, jika dilakukan akan menyulitkan siswa dalam menjalankan program magang kerja industri tersebut.
“Misal ada siswa yang prakerin di luar pulau atau luar kota ini kasihan siswanya. Bisa-bisa mereka tidak praktik-praktik karena menunggu hasil rekomendasi pusat,” ungkap dia.
Sehingga, untuk pelaksanaan prakerin hal itu merupakan otorisasi masing-masing sekolah kejuruan. Yang terpenting, jelas dia, tempat layanan memenuhi sarat laik untuk pengembangan kompetensi yang dimiliki siswa.
“Jika menunggu rekom pemrov ini tidak relevan sekali. Kecuali jika rekom itu ditujukan untuk kepentingan penelitian di bidang politik. Nah ini baru bisa,” ungkap dia.
Akan tetapi, sambung dia, jika pihak Pemkot Surabaya tetap melakukan penghentian secara signifikan, itu akan berdampak pada terganggunya proses praktik belajar mengajar siswa.
“Ini kan (siswa) juga anak-anak mereka. Bagian dari warga Surabaya, kenapa kok cari ilmu dipersulit?” tanya Saiful.
Oleh sebab itu, ia berencana akan mengumpulkan seluruh pihak MKKS kota Surabaya untuk mengklarifikasikan kebenaran dari persoalan yang terjadi.
Pendapat yang sama diutarakan wakil ketua komisi E DPRD Jatim, Suli Daim. Menurut dia, seharusnya tidak boleh lagi ada sekat kewilayahan untuk urusan proses belajar mengajar. Semestinya media belajar tidak lagi melihat kewenangan sekolah apakah itu di Pemprov maupun di Pemkot/Pemda.
“Kalau pola pikir bahwa ini faktor (SMA/SMK) peralihan menjadi kewenangan pemprov harus rekomendasi ke pusat dulu, ini harus diluruskan dan dipahami. Tidak ada lagi ini (SMA/SMK) milik provinsi atau kota. Karena peralihan kewenangan SMA/SMK ke provinsi bukan permintaan Pemprov. Tapi ini perintah dari undang-undang,” jelas dia.
Sehingga, lanjut dia, janganlah persoalan tersebut berlanjut dengan memutus kerjasama secara sepihak karena alasan bahwa SMA/SMK berkaitan dengan pemprov.
“Tidak ‘elok’ dalam proses penyelenggaraan pendidikan di Surabaya jika ini masih terus terjadi,”katanya.
Kendati begitu, pihaknya tetap menyarankan agar ada pembahasan antara Pemkot Surabaya, MKKS juga kepala sekolah terkait untuk mengetahui persoalan sebenarnya. Di samping itu, langkah tersebut dinilai lebih bijak untuk mencari solusi persoalan itu.
“Kalau masih mengalami jalan yang buntu dan tidak ada lagi komunikasi mereka bisa menuntut pihak pemkot karena adanya pemberhentian sepihak. Dituntut secara hukum kan bisa kalau memang itu sudah menjadi kontrak bersama. Formulasinya bagaimana sekolah mempunyai hak untuk mengetahui itu,” papar dia.

MKKS Ingin Ada Forum Penyelesaian
Sementara itu, Ketua MKKS swasta Surabaya, Sugeng, mengatakan jika ada sembilan SMK swasta yang telah melaporkan ke pihaknya terkait pemberhentian siswa magang secara sepihak yang dilakukan oleh instansi milik Pemkot Surabaya. seperti SMK Antartika Banyu Urip, SMK Kawung, SMK Trisila, SMK Ipiems, SMK Ketintang, SMK Kesehatan Binas Husada Surabaya, SMK PGRI 1 Surabaya, SMK Bahrul Ulum dan SMK GIKI Surabaya.
Dari informasi yang ia terima, pemberhentian secara sepihak tersebut karena pihak instansi mendapat instruksi dari sang ‘atasan’. Sehingga, ada beberapa siswa dari sekolah terkait yang baru datang karena semula surat perizinan sudah menerima. Akan tetapi pada saat datang ke lokasi prakerin siswa tidak diperkenankan untuk melakukan praktek industri di tempat tersebut.
“Untuk persoalan itu kami sudah koordinasikan dengan kepala sekolah. Kita berupaya komunikasi dengan DPRD Jatim dan Kacabdin Jatim wilayah Surabaya untuk membantu menyelesaikan persoalan tersebut. Kami ingin ada forum yang membahas untuk itu” jelas dia. Dengan begitu, pihaknya berharap siswa bisa magang di instansi yang sesuai dengan bidang keahliannya. Termasuk instansi milik pemerintah Kota Surabaya.
“Jangan sampai ini ada presepsi yang lain tentang dinas kota Surabaya. karena intansi yang lain juga tidak ada masalah,” ujar Kepala SMK Wijaya Putra.
Sugeng menilai jika keputusan tersebut sangat aneh. Ia mengindikasikan masalah tersebut ini dilakukan secara terstruktur oleh Pemkot, karena tempat praktek siswa SMK yang selama ini berjalan seperti, Depkominfo, Perpustakaan, Dispendukcapil, dan kecamatan-kecamatan secara serentak menolak. Padahal, siswa-siswa ini sudah mengantongi izin untuk praktek ke lokas-lokasi tersebut di awal.
“Kami belum tahu apakah ini persoalan kebijakan atau permasalahan lainnya. Makanya kami ingin tahu dari komunikasi dengan cabdin dan kasek nantinya,” tandasnya. [ina]

Tags: