Sosial Media Bukan Kitab Suci

Oleh:
Sihabuddin
Penulis Lepas dan Penulis Buku bermukim di Pamekasan Madura.

Kemunculan sosial media sangat membantu manusia untuk berkomunikasi dari jarak jauh. Semenjak adanya sosial media jarak seakan-akan tidak berarti saking gampangnya mengirimkan informasi kepada orang lain dimanapun. Sosial media yang awalnya hanya untuk komunikasi antar pribadi semakin berkembang dengan munculnya grup, dan semakin berkembang lagi dengan mudahnya membagi informasi publik seperti berita dan sebagainya melalui sosial media tanpa membuka terlebih dahulu alamat web resmi sumber berita. Tentunya dengan memiliki sosial media dunia informasi seperti dalam genggaman tangan.
Keberadaan sosial media yang secepat angin dalam menyampaikan informasi benar-benar dimanfaatkan oleh semua kalangan dengan kepentingan masing-masing. Para seniman memanfaat sosial media untuk menunjukan karya-karyanya agar diterima oleh masyarakat luas. Para agamawan memanfaatkan sosial media untuk membimbing masyarakat sesuai dengan tuntunan agama. Para pemilik perusahaan memanfaatkan sosial media untuk menjual produknya agar dibeli masyarakat. Para politisi memanfaatkan sosial media untuk membentuk citra positif di masyarakat agar memilih dirinya saat pemelihan, dan kalangan lainnya yang tidak mau ketinggalan memanfaatkan sosial media. Bahkan, para pemilik media pun sebagai penguasa sumber informasi sebelumnya tidak mau ketinggalan memanfaatkan sosial media sebagai bukti kalah tanpa berperang. Sehingga memunculkan banyak akun resmi media informasi di berbagai sosial media dengan tujuan yang sama.
Kelebihan sosial media yang super dahsyat dibarengi dengan kekurangan sosial media pula. Sehingga kekurangan ini dimanfaatkan oleh sebagian orang dengan kepentigan masing-masing. Berangkat dari kepentingan tersebut, tanpa melihat efek setelahnya maka dibuatlah informasi sesuai dengan kepentingannya oleh sejumlah oknum tidak peduli informasi itu bagus atau jelek yang penting sesuai dengan keinginan. Lebih parah lagi dengan munculnya akun palsu yang jumlahnya semakin banyak. Akun tersebut bukan hanya bersifat pribadi tapi banyak juga akun palsu yang mengatasnamakan kelompok. Maka tidak heran jika banyak informasi tidak berimbang, tidak jelas sumbernya, dan memojokkan seseorang. Hal ini wajar karena memang sifat dari sosial media yang seperti pisau yang bisa digunakan untuk kebaikan dengan menjadi alat pemotong makanan dan juga bisa digunakan untuk kejelekan yaitu membunuh orang lain.
Semakin lama sosial media semakin maju. Anehnya, kemajuan sosial media untuk menyebarkan informasi malah semakin maju pula cara menyebarkan informasi yang tidak akurat. Tanpa menggunakan akun palsu pun hanya dengan nomer hand phone yang tidak jelas identitasnya informasi jelek atau menjelekan orang lain semakin mudah dilakukan. Hanya dengan beberapa menit memegang smart phone, dan membuat informasi kejelekan orang lain atau menfitnah orang lain di salah satu aplikasi sosial media, tanpa menyebutkan nama dan sumber berita dan mengirimnya ke beberapa pengguna sosial media, maka sudah tersebar berita tersebut dalam hitungan menit. Kalau informasi tersebut dishare maka akan semakin tersebar dan tersebar informasi jelek tidak akurat tersebut.
Salah satu informasi yang paling sering dibagikan adalah berita tentang politik. Tidak peduli informasi itu benar atau tidak dan tidak jelas sumbernya, yang penting memenuhi keinginan hasrat untuk menjatuhkan lawan politik. Tidak bisa dipungkiri keberadaan sosial sangat mempengaruhi suasana politik. Politik yang bersifat kejam akan menggunakan semua cara untuk meraih kekuasaan. Kampanya hitam, pencemaran nama baik terhadap orang atau kelompok tertentu, pengagungan nama baik terhadap dukungan sudah menjadi kebiasaan dalam dunia politik. Sehingga berita kurang baik bahkan tidak benar menjadi santapan empuk oleh lawan-lawan politik. Sebenarnya hal ini hanya dilakukan oleh oknum yang terlalu fanatik terhadap dukungan politik tertentu. Sehingga matanya tertutupi untuk melihat informasi tentang lawan politik secara objektif. Maka tidak heran antar dua kubu saling serang di sosial media dengan berbagai cara.
Anehnya, banyak masyarakat yang mudah mempercayai setiap informasi yang tersebar. Sehingga ada sebagian yang terombang-ambing karena tidak ada pijakan yang kuat untuk menerima derasnya arus informasi. Sebagian masyarakat yang sudah memutuskan berpihak kemana dengan senang hati menerima informasi yang memberitakan kebaikan dukungannya dan mengabaikan berita kebaikan lawan. Begitu pula jika ada berita kekurangan dukungannya maka akan dianggap hoax, sedangkan informasi kekurangan lawan akan dianggap informasi paling benar sehingga wajib untuk segera disebarkan. Akhirnya kebenaran informasi terletak pada dukungan bukan pada realita yang ada. Peran media yang fungsinya untuk menginformasikan secara objektif tidak mendapat kepercayaan lagi oleh masyarakat karena dinilai banyak media yang sudah tidak objektif lagi dalam memberitakan politik dan masyarakat lebih memilih informasi yang tidak jelas sumbernya yang penting masuk akal dan sesuai dengan dukungan.
Padahal sosial media bukan kitab suci yang sudah terjamin kebenarannya. Sosial media hanya alat untuk bersosialisasi agar lebih mudah sehingga diberi nama sosial media, sama dengan bersosialisasi tatap muka tapi hanya menggunakan media karena terhalang oleh jarak. Orang yang bersosialisasi dengan orang yang sudah kenal saja sering terjadi kebohongan apalagi dengan orang yang tidak dikenal. Ditambah lagi bersosialisasinya dengan menggunakan media maka untuk berbuat kebohongan semakin gampang. Seharusnya jika sudah tidak percaya lagi dengan media resmi yang sebelumnya dianggap kredibel, maka harus lebih tidak percaya dengan sosial media yang tidak jelas sumbernya.
Maka dari itu, di sini dibutuhkan kecerdasan untuk menerima setiap informasi terutama yang disebar dengan sosial media dengan menganilisis dan membandingkan dengan berita-berita dengan topik yang sama di media lain yang dianggap kredible. Setelah itu, ikutilah kata hati untuk menentukan informasi yang diyakini paling benar dan harus ingat bahwa media dan sosial media diciptakan oleh manusia yang memiliki kesalahan dan kekeliruan, bukan kitab suci yang dijamin kebenarannya oleh Tuhan.
———- *** ———–

Rate this article!
Tags: