Sosialisasi Gizi Seimbang Ditarget Akhir Tahun

dr Harsono

dr Harsono

Surabaya, Bhirawa
Diharapkan akhir tahun 2015 masyarakat sudah mengenal Slogan “Empat Sehat Lima Sempurna”. Sesuai dengan kebijakan pusat Slogan Gizi Seimbang harus dipahami oleh masyarakat luas hingga tahun 2016.
”Kendati sulit Dinkes akan mencoba terus mensosilisaikan slogan Gizi Seimbang dapat diterima oleh seluruh elemen masyarakat,” ujar Kepala Dinkes Jatim, dr Harsono,
Kepala Dinkes Jatim, dr Harsono mengatakan, dalam Slogan Empat Sehat Lima Sempurna ada banyak kekurangan jika dibandingkan dengan Slogan ‘Gizi Seimbang’.
Pertama, pada slogan lama ini hanya berisikan pesan makan nasi, lauk, sayur, buah dan minum susu. Padahal untuk menjaga kualitas hidup lebih baik yang diperlukan bukan hanya tentang aneka ragam makanan, tetapi juga dilengkapi dengan menjaga kebersihan, olahraga teratur, dan mempertahan berat badan normal.
”Gizi seimbang mencakup menjaga kebersihan, aktivitas fisik secara teratur dan mempertahan berat badan normal,”tuturnya.
Selain itu menurutnya, pada Slogan sebelumnya, tidak memasukkan jumlah asupan yang harus dimakan dalam sehari. Padahal dalam Slogan “Gizi Seimbang” lebih menekankan pada berapa jumlah makanan yang harus dimakan setiap hari.
“Setiap kelompok makanan harus ada jumlahnya, ini penting karena jumlah asupan makanan akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakannya, Slogan Empat Sehat Lima Sempurna menyebutkan, susu dapat dijadikan makanan atau minuman tersendiri dan dianggap sebagai penyempurna. Padahal susu termasuk ke dalam kelompok lauk-pauk dan bukan makanan penyempurna.
Harsono menjelaskan sebenarnya tidak ada satupun jenis makanan sempurna. Dengan demikian susu dapat digantikan dengan jenis makanan lainnya yang sama nilai gizinya. “Susu bisa diganti dengan jenis makanan lain yang nilai gizinya sama atau setara,” terangnya.
Dan yang terakhir  Empat Sehat Lima Sempurna tidak mengambarkan perlunya air putih yang aman dan bersih untuk dikonsumsi. Padahal air  putih diperlukan tubuh agar gizi seimbang bias tercapai.
”Ini menjadikan Slogan Empat Sehat Lima Sempurna tidak lagi dipakai sehingga memunculkan Slogan baru yaitu Gizi Seimbang,” katanya.
Sementara itu Kabid Pengembangan dan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat (PPKM) Dinkes Jatim, drg Inna Maharani MKes menambahkan, untuk menyukseskan dan membumikan promosikan Slogan Gizi Seimbang, Dinkes Jatim akan berkerjasama dengan beberapa pihak di antaranya adalah kepala seksi gizi kabupaten/kota se Jatim, tim pangan dan gizi, lintas program, dan kader kesehatan kota Surabaya, Sidoarjo dan Gresik.
”Semoga dengan kerjasama antara Dinkes dan stakeholder dapat mempercepat pengenalan Slogan Gizi Seimbang ke masyarakat,” ungkapnya.
Konsusmi Garam Beryodium
Masih terkait keseimbangan gizi, kendati sudah banyak masyarakat yang mengkonsumsi garam beryodium, namun Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi)  tetap terus mensosialisasikan penggunaan garam berkandungan yodium sebagai salah satu faktor peningkatan gizi.
Ketua Persagi Kekurangan Jatim Agus Sri Wardoyo mengatakan, yodium sendiri seperti diketahui berdampak pada banyak masalah kesehatan yang serius, seperti gondongan hingga gangguan kecerdasan atau idiot. Oleh karenanya masalah kekurangan yodium ini menjadi salah satu perhatian khusus dalam peningkatan gizi, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Agus meminta bahwa penyadaran pemakaian garam beryodium tidak hanya untuk masyarakat saja namun juga kepada pabrik garam agar memproduksinya.  “Kami melakukan pendekatan dan himbauan kepada industri agar hanya memproduksi garam beryodium saja agar tidak lagi memproduksi garam tak beryodium,” kata Agus.
Menurutnya, Jatim sendiri mengalami empat kondisi kekurangan gizi yang memprihatinkan. Yaitu kekurangan energi protein atau masalah gizi buruk, gangguan akibat kekurangan yodium, kekurangan vitamin A, dan kekurangan gizi besi atau animea.
Masalah perbedaan biaya produksi menjadi alasan pelaku industri memilih memproduksi garam tidak beryodium agar mendapat untung sebanyak-banyaknya. Bahkan ada beberapa industri yang mencantumkan keterangan garam beryodium dalam kemasan ternyata setelah dites hasilnya tidak beryodium.
Ia meminta agar industri yang memproduksi garam tidak beryodium untuk mau menambahkan zat kekebalan bagi tubuh tersebut. “Sudah ada aturan dan himbauan dari pemerintah untuk memproduksi garam beryodium,” tuturnya.
Salah satu waga Surabaya, Sulastri mengaku, sampai saat ini dirinya besama dengan keluarga tetap konsisten mengkonsumsi garam beryodium. Dengan kemudahan mendapatkan garap beryodium di toko memperpermudah masyarakat mendapatkan garam beryodium.
”Kita akan tetap mengkonsumsi garam beryodium, selain mudah didapat juga memiliki dampak positif bagi kesehatan,” ujarnya. [dna]

Tags: