Spiritualitas Mudik di Ujung Ramadan

Asri Kusuma Dewanti

Oleh:
Asri Kusuma Dewanti
Pengajar FKIP Universitas Muhammadiyah Malang

Aroma mudik lebaran telah tiba. Semakin dekat lebaran, suasana mudik sudah mewarnai berbagai kegiatan masyarakat kita di mana-mana. Sejak belanja untuk keperluan lebaran di mal dan di pasar, penuhnya jalanan di darat, di udara, serta di lautan yang sudah mulai kebanjiran pemudik. Ritual massal tahunan bangsa Indonesia yang luar biasa besar dan menyatukan seluruh elemen bangsa.
Mudik menjadi siklus hidup yang menggambarkan kemampuan manusia untuk melintasi berbagai budaya, tanpa melupakan budayanya sendiri. Mereka yang hidup di daerah urban masih tetap mempunyai identitas etnisnya, walaupun dia telah hidup di daerah yang mempunyai sistem budaya berbeda tersebut selama bertahun- tahun. Betapapun seseorang telah lama berpisah dari akar tradisionalnya, dia tetap tidak mampu menanggalkan berbagai hal yang berkaitan dengan asal muasalnya.
Nilai-nilai yang terdapat dalam ritual mudik Lebaran adalah spiritualitas yang bersifat lintas agama, lintas budaya, lintas suku, lintas golongan, lintas kelas, dan status sosial, ekonomi, politik. Dalam ritual mudik Lebaran semua sekat tersebut melebur menjadi sebuah energi bangsa yang bergerak dalam kesatupaduan. Jadi dengan demikian, bisa dibilang bahwa hakikat mudik menjelaskan bahwa pemenuhan kebutuhan manusia harus mencakup dua dimensi sekaligus, yaitu spiritual dan material.
Kebutuhan materiil harus dipenuhi dengan tercukupinya libidonomik seseorang dalam hal sandang, pangan, dan papan, sementara kebutuhan spiritual harus dipenuhi dengan kebahagiaan saat berkumpul dengan keluarga besar, handai tolan, dan teman sepermainan di masa kecil, selain tentunya kerinduan ketuhanan.
Dalam perspektif parenialisme, siklus mudik menggambarkan tentang kerinduan manusia akan keberadaan asal-muasal penciptaan. Manusia menyadari bahwa dirinya memang berasal dari zat yang kekal (Tuhan), yang pastinya manusia juga akan kembali kepada-Nya.
Seiring dengan datangnya Lebaran sebagai puncak pengembalian kesucian diri, maka mudik merupakan cermin perjalanan manusia dalam memenuhi rindunya kepada sang Khalik. Mudik merupakan gambaran manusia yang merindukan spiritual di sela-sela kehidupan yang cenderung dibuai rayuan modernitas.
Setelah disibukkan dengan pekerjaan, mencari nafkah, peruntungan, serta berbagai kegiatan lain yang menunjukkan adanya upaya memenuhi libidonomik, mudik menjadi pembebasan terhadap belenggu struktur ekonomi, budaya, dan politik yang menghalanginya untuk menemukan keaslian diri sebagai manusia.
Kearifan yang terkandung dalam mudik seharusnya mampu menumbuhkan hubungan-hubungan sosial yang lebih jernih. Makna kesucian dalam Idul Fitri bukanlah terletak dalam amalan yang terlihat secara zahir, tetapi seberapa jernih hati seseorang dalam memilah dan memilih antara yang benar dan salah dalam garis demarkasi yang jelas. Aktualisasi manusia yang fitri tercermin dalam perilaku yang lebih memanusiakan orang lain, dengan meninggalkan berbagai tindakan culas dan merugikan orang lain.
Prosesi mudik adalah manifestasi dari perenungan dan penelusuran asal muasal diri yang dibarengi dengan kesadaran akan jati dirinya kemanusiaannya. Kampung halaman menyimpan berhampar makna simbolis bagi setiap orang yang hendak mencari dan menemukan kembali jejak-jejak awal sejarah dirinya. Mudik tidak ubahnya laku ziarah atas ruang dan waktu, kembali pada roh masa lalu demi menemukan kesadaran tentang kesejatian diri manusia yang hakikatnya terbebas dari segala kejahatan dan kekotoran.
Spiritualitas mudik mengingatkan bahwa keluhuran manusia dapat tergapai dengan mewujudkan nilai-nilai transenden dalam kehidupan sehari- hari. Mudik juga bisa dikatakan sebagai perjalanan spiritual agar pemudik kembali menimba semangat religiositasnya di arena sosial yang dikepung aneka kesulitan.
Kebermaknaan manusia diukur dari seberapa dalam kemampuan dirinya melakukan olah korohanian untuk berhubungan dengan Tuhannya secara vertikal, serta jalinan kasih yang harmonis dengan sesama manusia secara horizontal. Jadi yang harus mudik bukan semata bersifat jasad-biologis, tetapi juga memudikkan rohani ke asal sifatnya yang segar, jernih, dan manusiawi.
Selama perjalanan menuju ujung ramadan, saatnya dari kita semua berkesempatan untuk merenung dan meneguhkan komitmen keilahian bagi kemanusiaan universal. Sebuah momentum melakukan introspeksi terhadap pengalaman hidup yang telah dilaluinya, sembari menyemaikan ragam kearifan untuk bekal hidup periode setelahnya.
Makna mudik inilah yang sesungguhnya menjadi jalan pencerahan batin seseorang setelah menjalankan puasa satu bulan penuh. Kesucian ini selain terpancarkan secara individual dalam peningkatan ketaatan dalam menjalankan ritual keagamaan, juga harus tercermin dalam pergaulan sehari-hari dalam kepribadian yang selalu mengekspresikan keteduhan, kedamaian, dan kejernihan.
Seiring dengan tidak terasanya puasa Ramadan yang kita jalani ini akan segera berakhir. Tentu kita merasakan kesedihan luar biasa, di samping sebuah pertanyaan: apakah Ramadan yang akan datang kita akan kembali bersua dan merasakan nikmatnya beribadah di bulan Ramadan? Wallahu a’lam bishshawab. Pada titik ini, manusia diharapkan tak hanya menjalankan rutinitas mudik secara lahir tetapi juga melakukan mudik rohani, hijrah spiritual menuju kedewasaan berpikir dan memahami hakikat kemanusiaan.
Mudik juga mengingatkan manusia sebagai makhluk sosial yang butuh sentuhan lembut kasih sayang dan mempunyai tanggung jawab sosial. Manusia mempunyai peran menjaga kestabilan alam dan keberlangsungan kehidupan. Peran profetik inilah yang membedakan manusia dari makhluk Tuhan yang lain. Mudik diharapkan membawa manusia menuju transformasi kehidupan.
Demikian halnya saat kita memasuki hari kemenangan, Hari Raya Idul Fitri, tampak sekali betapa kuatnya nilai persaudaraan ini. Tradisi saling memaafkan menjadi bagian penting untuk mengikatkan kembali nilai persaudaraan yang pernah terkikis. Semua kembali kepada fitrah sejati kemanusiaan yang hakiki yaitu minal aidin walfaizin, taqobballahu minna waminkun. ***

Rate this article!
Tags: