Srikandi Dibalik Identifikasi Korban Teror

Prof Dr Mieke Sylvia Margaretha Amiatun Ruth, drg

Prof Dr Mieke Sylvia Margaretha Amiatun Ruth, drg
Peristiwa memilukan berupa teror bom gereja di Surabaya beberapa waktu lalu tidak hanya bersinggungan dengan aparat kepolisian. Di balik peristiwa itu, ada sosok yang cukup punya andil, khususnya dalam proses identfikasi korban akibat peristiwa tersebut.
Dia adalah Prof Dr Mieke Sylvia Margaretha Amiatun Ruth, drg. Guru besar Odontologi Forensik Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Airlangga tersebut telah dikenal nama dan kemampuannya dalam bidang forensik. Kepiawaiannya dalam melakukan identifikasi jenazah korban bencana atau kasus kriminalitas sudah bertahun-tahun lamanya. Termasuk dalam peristiwa teror bom di tiga gereja di Surabaya.
“Terus terang pada saat saya dengar ada korban berjatuhan, saya langsung mengkondisikan perasaan bahwa saya harus bantu negara dan para keluarga yang menunggu dengan cemas. Apakah ada anggota keluarga atau warga yang menjadi korban? Itu yang menguatkan saya,” papar Prof Mieke.
Srikandi yang juga menjadi identifikator jenazah korban Air Asia Q Z8501 Air Asia tahun 2015 lalu mengaku, perasaan subjektif seorang manusia -khususnya dokter- tidak boleh sampai mengalahkan rasa kemanusiaan yang muncul saat ada bencana luar biasa. Seperti halnya kasus bom di Kota Surabaya ini.
“Saya pribadi merasa terkejut dan kecewa sebagai warga Surabaya saat mendengar ada peristiwa ini. Saya sudah sampai berpikir, ini pasti banyak korban tidak berdosa yang terkena imbas,” tutur dia.
Meski pada pemahaman umum, dokter gigi seringkali diidentikkan dengan stereotip profesi medik yang “bermain” di wilayah clean, rapih, tertata, sophisticated, dan terkesan mahal. Paradigma yang salah yang tersebut seolah telah tertanam sebagai stereotip yang dilekatkan kepada para dokter gigi wanita. Melalui sepak terjangnya melalui sejumlah pengalaman identifikasi jenazah, dia pun membuktikan bahwa dokter gigi wanita Indonesia tidak seperti itu.
Peristiwa bom di Kota Surabaya lalu menyisakan pesan kuat dari Prof Mieke kepada para generasi muda dokter gigi di seluruh Indonesia. Salah satunya dalam membantu negara dan masyarakat di situasi yang tidak nyaman bagi semua orang, seperti tragedi teror bom di Surabaya. “Entah yang kita identifikasi ini pelaku korban, rasakan di hati bahwa pada saat mereka masih hidup, pasti juga memiliki konflik batinnya masing-masing. Jangan bedakan antara korban atau pelaku pada saat kita bertugas,” pungkasnya.
Berkat kepiawaian, komitmen, dan rasa kemanusiaan tinggi yang ia miliki, banyak kasus dengan korban banyak yang membutuhkan analisis identifikasi forensik mendalam. Seperti kasus penerbangan jatuh, bencana alam, hingga kriminalitas teror seperti yang baru-baru ini melanda Kota Surabaya berhasil ia tangani dengan baik. Bahkan, lebih cepat dari yang sedianya diperkirakan oleh tim Disaster Victim Identification (DVI) gabungan.
Prof. Mieke yang tercatat sebagai salah satu anggota International Organization for Forensic Odonto-Stomatology (IOFOS) ini memiliki riwayat panjang dalam upayanya memasyarakatkan peranan pencatatan data ante-mortem (sebelum meninggal). Upaya ini sebagai langkah partisipatif dan komitmennya membantu masyarakat.
Beberapa yang terkini seperti penyelenggaraan program pengabdian masyarakat di Kabupaten Probolinggo (2014) dan Kabupaten Pasuruan (2015) lalu. Pengabdian ini dilakukannya untuk mengedukasi masyarakat terkait pentingnya catatan kondisi gigi dan morfologi wajah dari keluarganya secara mandiri sejak dini, dituntun dan dipandu oleh dokter gigi setempat.
“Sehingga jika kelak terjadi bencana yang tidak kita inginkan bersama, proses identifikasi keluarga akan lebih cepat dan mudah. Bukan karena tim DVI-nya saja, tapi partisipasi keluarga juga berperan,” ungkap Prof Mieke. [tam]

Tags: