Stok Gula Jatim TInggal 50 Ribu Ton

GulaPemprov Jatim, Bhirawa
Jika awal tahun ini, stok gula Jatim masih menyisakan 800 ribu ton. Terhitung memasuki bulan April, stok gula mulai menipis dan tersisa 50 ribu ton. Bahkan, harga lelang gula kembali membaik hingga mencapai Rp 9.000.
“Memang pada saat itu, Jatim sempat mengalami kesulitan dalam hal memasarkan dan menjual gula. Tapi, sejak bulan April, stok sudah mulai habis terbeli dan lelang juga mulai membaik hingga mencapai Rp 9.000 per kg,” kata Kepala Dinas Perkebunan Jawa Timur, Moch Samsul Arifien, Selasa (12/5)
Dikatakannya, untuk musim giling mengalami jadwal mundur karena faktor cuaca, diperkirakan pada akhir Mei atau awal Juni mendatang, stok gula akan kembali terisi. Ia mengharapkan kualitas tebu yang dihasilkan cukup bagi dan produksi tetap meningkat dari tahun sebelumnya.
Dijelaskannya, tahun lalu, hasil produksi gula Jatim mencapai 1.260.000 ton. Dari total produksi, awalnya hanya digunakan untuk kebutuhan konsumsi masyarakat Jatim sebanyak 450 ribu ton. Sisanya 800 ribu ton sempat tak laku terjual karena harus bersaing dengan gula rafinasi.
“Gula kristal putih Jatim ini tidak laku karena penumpukan gula rafinasi dari bahan raw sugar atau gula mentah impor. Rafinasi banyak beredar dipasar, khususnya wilayah Indonesia Timur yang sedianya menjadi pasar gula Jatim. Harga gula rafinasi jauh lebih murah hanya Rp 6.500 per kg,” katanya.
Stok gula yang menumpuk itu, akhirnya Pemprov Jatim mensiasati dengan dibuka kantor pemasaran bersama. Melalui kantor pemasaran di luar Jawa ini, maka gula Jatim bisa mulai laku terjual hingga kini jelang memasuki musim giling tebu stok yang sedianya menumpuk kini sudah habis.
Mengenai harga lelang gula, lanjut Samsul, harga sempat jatuh memang sangat merugikan petani. Sebab disisi lain stok gula yang melimpah itu, namun harga lelang semakin jatuh. Sebab HPP ditetapkan Rp 8.500 per kg, lelang hanya dikisaran Rp 7.400-7.800.
“Harga jual lelang Rp 8.000 saja, petani masih rugi. Apalagi petani yang lahan tebunya sewa. Saat gula laku terjual uangnya habis digunakan membayar pinjaman bank dan sewa lahan. Kenyataan pahit ini tetap diambil oleh petani dari pada gula tidak laku terjual dan kerugian akan semakin besar,” tandasnya.
Lain halnya, jika lahan tebu milik sendiri maka petani tidak sampai rugi tapi juga tidak untung. Jika dilihat dari perhitungan biaya produksi petani, harga gula per kg idelanya mencapai Rp 9.500 hingga Rp 10.000.
“Kalau rendemen bisa naik, maka harga gula juga bisa turun,” katanya.
Akibat lelang gula yang terlalu rendah dan penjualan yang sempat tersendat, sebagian petani tebu di Jatim juga beralih ke tanaman pertanian yang lain seperti padi. Areal tebu yang dibongkar petani diganti komoditi lain jumlahnya tidak terlalu besar hanya sekitar 2-5 Persen. [rac]

Rate this article!
Tags: