Stok Pangan Aman, Lebaran Nyaman

Oleh :
Ary Bakhtiar
Dosen Prodi Agribisnis Universitas Muhammadiyah Malang ; Peneliti RBC Institute AMF

Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat indonesia untuk mudik merayakan libur lebaran dikampung halaman. Namun fenomena ini sedikit berbeda sejak 2 tahun ini, semenjak merebahnya Virus Covid -19 tradisi berkumpul disaat lebaran bergeser secara virtual.

Adanya kebijakan larangan mudik oleh Pemerintah Pusat dinilai sebagai upaya untuk menekan laju berkembangnya Virus Covid – 19. Terlepas dengan adanya kebijakan tersebut yang terpenting adalah bagaimana menyiasati stok pangan menjelang lebaran. Sekalipun harus merayakan lebaran diperantauan, masyarakat harus tetap memperhatikan ketersediaan stok pangannya.

Berbicara mengenai stok pangan baik menjelang ramadhan dan lebaran cukup hangat diperbincangkan. Jumlah ketersediaan bahan pangan akan terus menjadi sorotan. Terlebih bagi masyarakat wilayah perkotaan yang hampir 100 persen mengandalkan daerah penyangga sebagai pemasok bahan pangan.

Adanya kebijakan larangan mudik dengan diberlakukanya penyekatan mulai dari tanggal 6-17 Mei 2021 ini menjadi sedikit kendala bagi distribusi bahan pangan dari daerah ke wilayah perkotaan. Beberapa kendaraan pengangkut bahan pangan jika tidak dilengkapi dengan surat jalan yang lengkap serta hasil test PCR Swab (Negative) maka tim satgas covid akan melarang kendaraan tersebut untuk memasuki wilayah yang dituju.

Sebenarnya hal ini cukup merepotkan sekali bagi petani dan pelaku usaha distribusi pangan didaerah. Akhirnya upaya pemenuhan stok pangan menjelang lebaran mengalami kendala. Meskipun demikian Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian menjamin bahwa stok dan harga bahan pokok akan tetap stabil.

Menggalakkan Urban Farming

Beberapa upaya yang dapat digalakkan guna mengatasi problem diatas salah satunya adalah dengan sedikit memodifikasi taman disekitar rumah dengan tanaman sayuran dan umbi-umbian. Sebenarnya konsep ini telah lama digalakkan oleh Pemerintah Pusat, namun belum banyak daerah (Kota) yang menerapkan konsep Urban Farming ini.

Dengan dibangunnya “lumbung” pangan berbasis perkotaan nantinya diharapkan akan mampu menjadi tumpuan diwilayah perkotaan. Jika dalam 1 kelurahan saja memiliki beberapa sentra pangan perkotaan, bukan tidak mungkin kebutuhan pangan akan dapat tercover meskipun tidak 100 persen. Tetap setidaknya mampu mengurangi ketergantungan kiriman bahan pangan dari daerah, terlebih pada masa seperti ini. Selain bahan pokok dari hasil pertanian perkotaan, masyarakat juga dapat mengembangkan konsep 1 rumah 1 kolam ikan. Bisa dibuat dengan cara sederhana (menyesuaikan tempat) yang ada. Konsep ini juga dapat diintegrasikan dengan bertanam secara hidroponik. Memang jika dilihat dari skala produksinya belum bisa banyak, namun demikian setidaknya dapat memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Mengingat pandemi covid -19 ini masih belum tahu kapan berakhirnya.

Diversifikasi Pangan

Hal lain yang perlu dilakukan adalah merubah pola pikir lama, dimana jika belum makan nasi, maka tidak akan terasa kenyang. Berdasarkan hasil penelitian yang dirilis oleh Kementerian Pertanian, bahwa 60 persen masyarakat masih memilih beras sebagai sumber karbohidrat.

Masyarakat perlu tahu bahwa beras bukanlah satu-satunya sumber karbohidrat. Sumber karbohidrat juga dapat diperoleh dari umbi-umbian seperti sukun, sagu, jagung dimana kandungan gizinya setara dengan beras. Dengan demikian diharapkan masyarakat mau beralih untuk mengkombinasi bahan pangannya agar tidak tergantung pada satu sumber saja seperti beras.

Sebenarnya jika hal ini sudah terbiasa dilakukan maka setiap menjelang bulan suci ramadhan dan idul fitri kita tidak akan dipusingkan dengan stok beras yang mulai menipis dan berakhir pada impor. Kembali menggiatkan sumber pangan lokal akan lebih menjanjikan dan mnyehatkan.

Kemudahan Akses

Permasalahan yang mendasar dalam proses distribusi bahan pangan dimasa pandemi covid ini adalah akses, terlebih disaat momen penyekatan seperti sekarang ini, beberapa pedagang bahan pangan antar kota mengalami kesulitan untuk melakukan pengiriman produknya.

Dampak dari adanya kebijakan ini adalah meningkatnya harga bahan pokok diperkotaan yang disebabkan karena keterlambatan pengiriman. Bahan pokok yang mayoritas berasal dari hasil pertanian, ternak dan perikanan umumnya tidak dapat bertahan lama (mudah rusak). Misal sayur kubis, jika terlalu lama dalam perjalanan sebagian dari sayur tersebut akan busuk dalam perjalanan dan mau tidak mau harus dibuang atau dijadikan pakan ternak.

Nah berkaca pada kajadian demikian, mungkin akan lebih tepat pemerintah baik di Pusat maupun di daerah memberikan prioritas akses bagi para pedangang antar kota yang hendak mengirimkan bahan pangan diwilayah perkotaan yang memang diluar wilayah aglomerasi (satu kesatuan wilayah yang terdiri dari beberapa pusat kota dan kabupaten yang saling terhubung). Dengan adanya kemudahan akses masuk, stok pangan menjadi aman maka lebaran akan nyaman.

——— *** ———-

Rate this article!
Tags: