
foto ilustrasi
Terlebih mirisnya lagi, kini ada wacana babak baru Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), yang akan diganti dengan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Draf baru yang diajukan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR pada saat Rapat Pleno Penyusunan RUU PKS pada 30 Agustus 2021 lalu itu justru menghilangkan atau mengubah sejumlah diksi, penjelasan hingga memangkas 85 pasal. Awalnya draf RUU PKS per September 2020 berjumlah 128 pasal, namun jumlahnya menjadi 43 pasal saja di draf RUU TPKS per 30 Agustus 2021, (sindonews.com, 8/9/2021).
Baru saja wacana RUU PKS itu dikaji, kini justru publik dibuat kaget dengan adanya pemberitaan dan penayangan berlebih artis Saipul Jamil yang bebas dari penjara setelah menjalani hukuman sebagai pelaku pencabulan dengan diglorifikasi atau dirayakan bak pahlawan, bahkan diliput besar-besaran oleh media. Sontak, realitas tersebut mengundang sorotan dan sekaligus keprihatinan publik. Pasalnya, glorifikasi terhadap kebebasan Saipul Jamil sangat berdampak negatif. Selain bisa memunculkan kesan normal terhadap kejahatan seksual, juga bisa menyakitkan korban.
Glorifikasi penjahat seksual merupakan perbuatan tercela. Dikhawatirkan pelaku kejahatan seksual berpontensi bisa menumbuhkan rasa tidak bersalah atas perbuatannya, yang selebihnya bisa membuat pelaku kejahatan seksual beranggapan bahwa kekerasan seksual sebagai sesuatu yang normal. Untuk itu, saatnya publik bisa bersatu, berpihak pada korban kekerasan seksual anak. Dan, ada baiknya semua pihak untuk tidak mentoleransi dan memberikan ruang kepada orang yang sudah melakukan kejahatan seksual terhadap anak, terlebih memberikan glorifikasi sekalipun itu publik figur seperti artis. Jadi intinya, stop glorifikasi penjahat seksual siapapun itu pelakuknya, karena itu perbuatan yang tidak terpuji.
Muhammad Yusuf
Dosen PPKn Univ. Muhammadiyah Malang