Stop Kriminalisasi Ulama

Tiada yang boleh berkata-kata jalang dan menistakan di persidangan pengadilan. Selain dapat dikategori countempt of court, juga dapat dituntut balik sebagai penistaan pihak lain. Lebih lagi, yang dinistakan merupakan pimpinan organisasi naungan sosial bertaraf nasional. Serta didekasinya telah dikenal luas berlevel internasional. Banyak perilaku (kata-kata) yang dinyatakan oleh pihak-pihak terkait di persidangan, digolongkan tidak ber-etika peradilan Pancasila.
Penjelasan umum UU Nomor 14 tahun 1995 tentang Mahkamah Agung, dituliskan tujuan upaya countempt of cort. Pada alenia 4 butir ke-4, dinyatakan sebagai, “menjamin terciptanya suasana yang sebaik-baiknya bagi penyelenggara peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.” Maka pernyataan (dan pertanyaan) yang diajukan oleh hakim, jaksa, dan penasihat hukum, mestilah mendukung kelancaran pengadilan.
Ekses Countempt of court, akan berbuntut panjang, saling melaporkan pihak-pihak terkait perkara. Hal itu terbukti pada proses persidangan kasus penistaan agama, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Proses pengungkapan kebenaran mem-bias pada masalah yang bukan inti dakwaan. Suasana persidangan terkesan bagai “intimidasi.” Itulah yang dikesankan oleh nahdliyin (umat NU) seluruh Indonesia.
Suasana countempt of court, bermula saat Ketua umum MUI (Majelis Ulama Indonesia), KH Ma’ruf Amin, dihadirkan sebagai saksi. Perlakuan (pernyataan) tidak menyenangkan terjadi ketika penasihat hukum terdakwa, menuding saksi menyembunyikan identitas (kurang lengkap). Padahal, KH Ma’ruf Amin, telah menuliskan identitas lengkap. Termasuk 12 (pengalaman) jabatan yang pernah disandangnya. Andaipun ditulis satu identitas saja, sudah cukup.
Rasa ke-tidak adil-an (bagai intimidasi) semakin menguat, dengan ancaman akan melaporkan kesaksian yang tidak lengkap. Serta berbagai pertanyaan yang “menyinggung,” perasaan umat. Karena memperlakukan ulama besar yang dedikasinya diakui se-dunia, bagai pelaku kriminal. Juga menyebabkan persidangan berlangsung selama tujuh jam. Kapasitas (ke-ulama-an) KH Ma’ruf Amin, diakui oleh ulama internasional.
Selain menjabat Ketua Umum MUI, KH Ma’ruf Amin, juga sebagai Rais Aam (pucuk pimpinan tertinggi) pada Pengurus Besar NU. Maka perilaku tidak senonoh di persidangan pengadilan itu, terasa menyakiti umat Islam sedunia. Lebih lagi status KH Ma’ruf Amin sebagai saksi ahli, bukan terdakwa. Saksi ahli seharusnya, diperlakukan dengan baik sesuai dengan kapasitasnya.
Perilaku kebablasan (kelewat bebas) mencecar saksi ahli, tidak sesuai dengan asas peradilan. Itu bisa memicu ke-tidak stabil-an, berujung tawur sosial. Bersyukur, beberapa komunitas hanya membuat surat keberatan kepada MA (Mahkamah Agung) terhadap proses persidangan. Serta terdakwa juga telah meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat luas, terutama kepada nahdliyin. Tetapi boleh jadi, permasalahan tidak akan selesai dengan mudah.
Beberapa pernyataan penasihat hukum terdakwa, diduga, berkonsekuensi dengan hukum pidana cukup berat. Yakni, dugaan pelanggaran UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika. Karena terjadi dalam persidangan, maka dugaan pelanggaran bukan sebagai delik aduan. Melainkan menjadi kewajiban Polri mengusut tindak pidana.
Rasa ke-tidak adil-an yang menyinggung umat nahdliyin, dibuktikan dengan dukungan kepada KH Ma’ruf Amin. Umat NU yang tidak turut dalam aksi demo besar “212” (2 desember 2016), kini melakukan aksi pula. Walau berbeda alasan (kepentingan). Namun cukup miris, karena tragedi pelecehan terhadap aksi ahli (ulama) bertepatan dengan peringatan Harlah) hari lahir NU.
Ribuan majelis (forum pengajian dan istighotsah) yang digelar warga NU, niscaya akan “menyoal” pelecehan terhadap Rais Aam. Padahal pemerintah sangat berkepentingan menjalin kerjasama dengan ulama untuk mengukuhkan persatuan NKRI. Terutama mewujudkan ukhuwah wathaniyah (kerukunan kebangsaan). Maka pelecehan terhadap saksi ahli (ulama) di pengadilan, dapat menghambat upaya pemerintah bersinergi dengan ulama.

                                                                                                         ————– 000 ————–

Rate this article!
Stop Kriminalisasi Ulama,5 / 5 ( 1votes )
Tags: