Strategi di Era Liberalisasi

Demeiati N. KusumaningrumOleh :
Demeiati N. Kusumaningrum, MA
Ketua Pusat Kajian Sosial dan Politik, Universitas Muhammadiyah Malang

Di era globalisasi -yang menuntut kecepatan, kemudahan, dan modernisasi- masyarakat masih dihadapkan pada situasi yang sulit. UMK naik setiap tahun akan tetapi, laju pertumbuhan ekonomi yang dipengaruhi oleh pasar internasional mendorong kenaikan harga kebutuhan hidup secara signifikan dan kontinu. Pendapatan di sektor publik yang diasumsikan mengalami pertambahan nilai tidak kemudian menaikkan taraf hidup masyarakat pada umumnya. Ironi ini boleh dikatakan, ‘gaji bertambah, kebutuhan sehari-hari semakin mahal’.
Pada akhirnya, masyarakat mulai mempertanyakan kehadiran negara. Masing-masing individu kini mampu mengevaluasi kinerja pemerintahan dengan berbagai sarana penyampai aspirasi, baik secara kelembagaan maupun diskusi ruang publik. Ditambah lagi, masifnya perkembangan media sosial dan keterbukaan informasi berpengaruh terhadap meningkatnya angka partisipasi politik di Indonesia. Masyarakat dalam konteks ‘opini publik’ menjadi pihak yang mempengaruhi ‘decision-making process’.  Terlebih, dengan dilantiknya sebagian besar Pemerintah Daerah yang baru, hal ini menjadi sebuah tantangan.
Dalam memenuhi aspirasi publik, negara membentuk regulasi dan menyediakan infrastruktur pendukung program-program pembangunan. Otonomi Daerah menguatkan komitmen nasional mengatasi kesenjangan pendapatan dan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Kondisi ini diharapkan mampu memaksimalkan peran masyarakat dan aktor-aktor di lingkup terkecil dalam menggali potensi daerah dan mengelola sumberdaya yang ada bagi sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat.
Kemajuan perekonomian daerah menjadi modal bagi kemajuan perekonomian nasional. Reformasi birokrasi -salah satunya- menjadi resep global untuk membentuk pemerintahan yang lebih akuntabel. Efektivitas kinerja pemerintahan dimaksimalkan untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi masyarakat. Sehingga, tidak mengherankan apabila pemimpin sub-nasional menguatkan legitimasinya melalui komunikasi yang efektif dengan seluruh elemen masyarakat. Boleh dicontohkan Wali Kota Surabaya yang turun langsung ke lapangan demi memastikan proyek-proyek pembangunan berjalan sesuai target dan tanpa kebocoran dana. Begitu juga, Wali Kota Malang yang punya kegiatan ‘blusukan’ ke Desa-Desa untuk mendengar langsung pendapat masyarakat terhadap implementasi program-program pemerintah daerah. Kini, dengan keterbukaan pers dan perubahan pola komunikasi publik membuat pemerintah perlu bekerja lebih keras dalam meyakinkan masyarakat tentang ‘kehadiran negara’.
Berdasarkan Konstitusi, negara bertanggungjawab menjamin kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, target pertumbuhan ekonomi nasional menjadi beban kinerja pemerintah daerah. Untuk mendukung produktifitas masyarakat, pemerintah secara berkala mengevaluasi kelengkapan fasilitas dan pelayanan publik. Hal ini menjadi penting mengingat pertambahan jumlah populasi Indonesia setiap tahunnya dan respon terhadap situasi perekonomian dunia yang sangat dinamis. Adapun pemasukan pemerintah melalui pajak tidak semua menutupi biaya pengadaan fasilitas publik. Oleh sebab itu, investasi dalam negeri maupun luar negeri menjadi tumpuan sumber pembiayaan.
Infrastruktur diyakini sebagai instrumen yang merangsang pembangunan daerah. Sarana dan prasarana publik berupa jalan raya, jalur kereta api, pelabuhan laut, bandara, jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, pipa air, dan alat pengangkutan terbukti secara positif meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat. Ketersediaan infrastruktur yang mapan memudahkan mobilitas individu, barang, jasa atau komoditas perdagangan, serta mengefektifkan konektifitas antar wilayah di nusantara. Semakin baik fasilitas publik, maka semakin produktif masyarakat, dan semakin tinggi pendapatan daerah. Dengan grafik yang berbanding lurus inilah maka pendapatan sektor pajak juga diasumsikan ikut meningkat (Basri, 2002).
Negara Maju, Kualitas Pelayanan Prima
Sejak era Otonomi Daerah bergulir, reformasi pelayanan publik menjadi bagian dari proyek besar desentralisasi di Indonesia. Kerjasama internasional dikembangkan demi menyukseskan hajat besar rakyat Indonesia yang ingin menjadi bagian dari ‘global civil society’. Kosmopolitanisme demokrasi menjadi norma internasional yang diyakini kebernarannya. Orientasi pemerintahan mulai bergeser dari ‘top to bottom’ menjadi ‘bottom to up’, artinya, masyarakat tidak lagi menjadi objek kekuasaan tetapi juga menjadi subjek (aset) pembangunan yang dilengkapi oleh hak-hak partisipasi politik dan kebebasan berpendapat.
Dengan pergeseran paradigma tersebut, fokus dari kinerja pemerintah tidak hanya mengayomi masyarakat tetapi juga menekankan aspek pelayanan publik. Pelayanan yang prima berkontribusi terhadap pendapatan negara dan perbaikan citra pemerintahan. Malaysia dan Singapura, sebagai anggota ASEAN patut dijadikan pembelajaran.
Indonesia bersaing dengan Malaysia dalam bidang pendidikan dan pariwisata. Dengan penuh percaya diri, Malaysia memperkenalkan diri sebagai “the Truly Asia”. Inovasi pariwisata Malaysia dikembangkan, salah satunya paket wisata kesehatan. Konsumen utamanya tentu masyarakat Indonesia. Tidak berarti rumah sakit di Indonesia kurang tenaga medis unggul, peralatan canggih, atau sertifikasi internasional dalam kepakaran tertentu. Fasilitas elit di beberapa rumah sakit Indonesia telah disediakan bagi masyarakat yang ingin mendapatkan perawatan eksklusif. Namun masyarakat Indonesia yang beralih berobat ke Malaysia memilih pelayanan tenaga medis yang lebih ramah dan imparsial.
Dalam bidang pendidikan, universitas-universitas Malaysia berkomitmen sebagai “world class research university”. Ribuan jurnal internasional diterbitkan setiap tahunnya, mengungguli Indonesia secara kuantitas. Digitalisasi informasi akademik dan perpustakaan berjejaring internasional memberikan kemudahan bagi mahasiswa Indonesia yang belajar di sana. Dana penelitian yang dialokasikan oleh pemerintah juga cukup besar, sehingga rata-rata pengajar perguruan tinggi memiliki kehidupan yang sejahtera. Dalam kondisi ini, diasumsikan para pakar mampu menghasilkan riset-riset strategis yang mendukung pembangunan Malaysia secara umum. Dengan biaya hidup yang kabarnya hampir sama dengan di Jakarta, Malaysia menjadi sebuah pertimbangan.
Adapun Singapura menawarkan pelayanan paket wisata, termasuk penginapan dan transportasi dengan fasilitas yang beragam. Pelayanan ini didukung oleh kemudahan dan kepraktisan transaksi, akses informasi, transparansi, prediktabilitas, dan supremasi hukum nasionalnya. Begitu juga dengan investasi dan kerjasama perdagangan internasional, Singapura merupakan negara terkemuka di ASEAN yang telah siap menyambut MEA. Dengan slogan pemerintahannya “integrity, service, and excellence” membawa Singapura menjadi salah satu negara maju di Asia.
Dengan demikian, infrastruktur pembangunan berteknologi maju memang menjadi sebuah kebutuhan utama masyarakat di tengah derasnya arus liberalisasi. Sejalan dengan semangat ‘good corporate governanance’ sebagai tren pemerintahan global, kualitas pelayanan publik yang cepat, tanggap, dan ramah menjadi pilihan masyarakat. Perbaikan sistem kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia menjadi tahapan dalam mencapai efektifitas pelayanan publik dan peningkatan performa birokrasi yang perlu diprioritaskan demi kemajuan kesejahteraan Indonesia.

                                                                                                    ——————– *** ———————

Rate this article!
Tags: