Student Wellbeing, Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Oleh :
Isna Ni’matus Sholihah
Penulis adalah Guru BK SMK Negeri 2 Bojonegoro

Bulan Pendidikan dan Kebudayaan baru saja terlewati. Tetapi semangat pembaharuan dalam pendidikan tiada boleh usai. Adalah Ki Hajar Dewantara yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional yang pemikiran filosofisnya dianggap ideal tetapi belum diterapkan secara maksimal.

Selama ini sebagai pendidik saya pribadi beranggapan bahwa mendidik adalah soal keteladanan, mengajak anak belajar melalui proses memaknai pengalaman demi mencapai kemandirian dan kemampuan survive atas segala permasalahan di dalam kehidupan.

Saya percaya bahwa murid memiliki kemampuan, potensi untuk berkembang dan tugas pendidik adalah memfasilitasi perkembangan tersebut.

Setelah saya “mengulik” ulang pemikiran filosofis Ki Hajar Dewantara (KHD) tentang konsep pendidikan, di sana saya menemukan beberapa konsep menarik yang mungkin terlewatkan (atau mungkin sebelumnya tidak terpahami sepenuhnya).

Pertama, bahwa Pendidikan dimaksudkan untuk menuntun bertumbuhnya kekuatan kodrat anak dan memperbaiki lakunya. Di sinilah fungsi pendidik sebagai Among yang menuntun anak mencapai selamat dan bahagia sebagai manusia dan anggota masyarakat dipertaruhkan.

Pendidik diibaratkan petani yang menyemai berbagai benih dan mengusahakan agar masing-masih benih tumbuh subur melalui berbagai usaha seperti memupuk, menyiram, dan membasmi hama.

Analogi yang didapat adalah guru atau pendidik harus mampu menjadi “petani kehidupan” yang menumbuhsuburkan potensi bawaan anak dengan menyediakan lingkungan belajar yang memadai.

Konsep ini membantah teori “tabularasa” sekaligus menegaskan bahwa anak terlahir bukanlah bagai kertas kosong tetapi sudah membawa kodrat yang masih samar dan ditangan Sang Gurulah laku luhur akan dikuatkan sesuai konteks anak dan sosio-kultural yang ada di sekitarnya.

Kedua, Pendidikan yang merdeka adalah Pendidikan yang memperhatikan kodrat anak. Kodrat apakah gerangan?, kodrat bahwa setiap anak harus merdeka lahir dan batin yang ditandai dengan tiadanya ketergantungan kepada orang lain atau mampu bersandar atas diri sendiri.

Kodrat bermain, yaitu pikiran-perasaan-kemauan-tenaga sudah ada pada diri anak. Oleh karenanya proses pembelajaran dapat menjadikan permainan sebagai bagian dari sarana pencapaian tujuan.

Ketiga, Pendidikan berpihak pada anak. Menjadikan anak subjek dalam setiap proses belajar dengan memberikan cinta kasih tiada berbatas, ibarat kata KHD pada sang Putri “kowe bakale dak mulya ake selawase” atau selamanya engkau akan aku muliakan. Murid yang dibesarkan dengan kasih akan tumbuh dengan sepenuh kebijaksanaan.

Setelah mempelajari dan mendalami pemikiran KHD ada perubahan fundamental yang terjadi pada sudut pandang saya terhadap profesi saya sebagai seorang pendidik. Konsep keberpihakan pada anak atau “berhamba pada anak” menjadikan saya berpikir bahwa butuh effort untuk mendesign ulang proses belajar mereka agar terfasilitasi dari berbagai diferensiasi yang mereka miliki. Tentu hal ini akan lebih mudah dilakukan jika saya memiliki pemetaan profil kondisi mereka, Psikologis maupun fisiologis.

Kemampuan dalam melakukan asesmen diagnostik amat diperlukan. Data hasil asesmen dapat dipergunakan sebagai kerangka acuan metode yang dipergunakan saat proses pembelajaran. Sudah pasti pada era society 5.0 dan revolusi industri 4.0 konsep “menuntun” akan sangat relevan saat kita mampu menyediakan suasana belajar yang kolaboratif, kooperatif, kritis-reflektif, kreatif dan inovatif. Pemberian tugas berupa project sangat mendukung upaya ini.

Usaha nyata yang bisa diupayakan di sekolah sesuai konteks sosio-budaya adalah menciptakan suasana kelas yang menyenangkan misalnya dengan gamefikasi atau penggunaan model interaktif melalui fitur atau aplikasi, membiasakan kejujuran melalui budaya anti plagiarisme pada anak dan pendidik sejawat, dan menumbuhkan jiwa gotongroyong melalui proyek kolaborasi antar mata pelajaran, misal: pertunjukan seni.

Pada akhirnya yang perlu digarisbawahi guru dan murid yang merdeka adalah mereka yang mampu berkolaborasi dalam menemu kenali potensi, menggalinya lebih dalam, mengembangkan dan bermuara pada tercapainya Student Wellbeing.

Ya, pelajar yang menemukan kesejahteraan dengan positive mood, positive attitude, selamat dan bahagia sebagai manusia seutuhnya. Selamat bertumbuh dan berkembang sebagai pembelajar sepanjang hayat yang senantiasa bisa tergerak, bergerak dan menggerakkan ekosistem pendidikan di sekolah menuju lebih baik.

——— *** ———–

Tags: