Stunting Tinggi, IPM Jatim Peringkat 15 dari 34 Provinsi

Foto: ilustrasi kemiskinan

Pemprov, Bhirawa
Pada peringatan Hari Gizi Nasional yang jatuh pada 25 Januari 2021, Pemprov Jatim masih memiliki tugas berat dalam rangka peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sebab pada 2020 peringkat IPM Jatim berada pada urutan 15 dari 34 provinsi di Indonesia dengan angka 71,71 atau tumbuh tipis 0,30 persen dibanding 2019 lalu.
Menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jatim, Andriyanto, IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar yakni kesehatan dilihat dari usia harapan hidup masyarakat, pendidikan anak usia 7 tahun dan ekonomi soal standar hidup layak.
“Pertanyaannya sekarang adalah, mengapa peringkat Jatim masih relatif rendah dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa?. Hal ini dikarenakan Jatim masih menghadapai masalah stunting yang berimplikasi terhadap kualitas SDM,” ujar Andriyanto, saat dikonfirmasi, Senin (25/1).
Dijelaskannya, tingginya prevalensi stunding di Indonesia yakni 27,7 persen dan Jatim 26,9 persen menunjukkan masalah kesehatan masih menjadi permasalahan yang serius.
“Stunting merupakan tragedi yang tersembunyi. Stunting terjadi karena dampak kekurangan gizi kronis selama 1.000 hari pertama kehidupan. Kerusakan yang terjadi mengakibatkan perkembangan anak yang irreversible atau tidak bisa diubah, anak tersebut tidak akan pernah mempelajari atau mendapatkan sebanyak yang dia bisa,” paparnya.
Andriyanto memaparkan, studi-studi saat ini menunjukkan bahwa anak stunting sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang buruk, lama pendidikan yang turun dan pendapatan yang rendah sebagai orang dewasa. Anak stunting juga menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh menjadi dewasa yang kurang pendidikan, kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular.
“Oleh karena itu, anak stunting merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas, yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktif masyarakat di masa akan datang,” ujar Andriyanto sembari mengatakan, peringatan ke-61 Hari Gizi Nasional tahun ini bertema Remaja Sehat, Bebas Anemia.
Andriyanto mengatakan, sudah saatnya permasalahan stunting yang diikuti dengan tingginya angka kematian ibu dan bayi di Jatim haruslah diperbesar, agar seluruh sektor dan program melakukan pencegahan dan penanganan secara komprehensif dan konvergen. Intervensi yang dilakukan haruslah yang cost efektif, dimana dilakukan oleh sektor non kesehatan yang memberikan kontribusi sampai 75 persen berupa intervensi sensitif dan sektor kesehehatan yang memberikan kontribusi 25 persen berupa intervensi spesifik.
“Intervensi pencegahan dan penanganan stunting adalah fokus di 1.000 hari pertama kehidupan. Yaitu sejak kehamilan sampai anak berusia dua tahun, dimana pada periode ini 85 persen otak manusia terbentuk,” tandasnya. [iib]

Tags: