Suara DPRD Kota Mojokerto Berfariasi soal Interpelasi Proyek Mangkrak

Junaedi Malik [kariyadi/bhirawa].

Kota Mojokerto, Bhirawa
Berbagai sikap mulai bermunculan, gedung DPRD Kota Mojokerto mulai  menyusul rencana interpelasi yang digulirkan sejumlah anggota Dewan yang duduk di Komisi II. Saling adu argumen di luar forum resmi Dewan pun kental mewarnai rencana penggunaan hak meminta keterangan kepada pemerintah daerah tersebut.
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) yang digawangi empat anggota Dewan memastikan akan menjadi fraksi pengusul salah satu hak Dewan yang diatur dalam pasal 69 Peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2018 tentang Tatib DPRD tersebut.
Fraksi yang menginisiasi penggunaan hak interpelasi itu beralasan, Walikota Mojokerto Ika Puspitasari mengendapkan persoalan-persoalan pembangunan yang krusial untuk dituntaskan. Padahal, persoalan itu tidak lepas dari kebijakan yang sudah menyita perhatian masyarakat.
“Fraksi kami siap menjadi pengusul hak interpelasi. Mengingat persoalan krusial menyangkut penyelesaian proyek saluran air seharusnya sudah bisa dituntaskan, ternyata terlantar sampai sekarang, bahkan belum juga disikapi Walikota,” kata Sekretaris Fraksi PKB, Wahyu Nur Hidayat.
Wahyu menyebut, banyak persoalan pelayanan dasar yang sudah keluar dari frame RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah daerah). Padahal semua item pembangunan harus berada pada koridor RPJMD. “Faktanya pembangunan yang berjalan banyak yang melenceng dari rambu-rambu RPMD. Ini yang kita pertanyakan dalam interpelasi,” papar Wakil Ketua Komisi II tersebut.
Langkah pengusulan hak interpelasi, sambung Wahyu, mengemuka diantara anggota Komisi II, menyusul ketidakpuasan dalam tiga kali RDP tentang proyek normalisasi saluran air.
“Komisi II sudah menyatakan menyudahi RDP dan bersepakat melangkah pada penggunaan hak Dewan itu (hak interpelasi),” tandas Wahyu.
Agung Sucipto, anggota fraksi gabungan, yakni Fraksi Gerakan Keadilan Pembangunan yang digawangi anggota Dewan asal PKS, Partai Gerindra dan PPP mengklaim berada di kubu pro interpelasi.
“Fraksi kami insya Allah bulat mengusung hak Interpelasi. Tinggal satu anggota dari PPP (M Gunawan) yang belum terkonfirmasi,” aku anggota Komisi II tersebut.
Sementara Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan, Moch Rizky Fauzi Pancasilawan, mengatakan, fraksinya belum mengambil sikap apakah mendukung atau menolak penggunaan hak interpelasi.
“Sikap Fraksi PDI Perjuangan baru diputuskan setelah mendapat sinyal dari DPP. Karena, meski penggunaan hak interpelasi itu ranahnya fraksi, namun sebagai kepanjangan tangan partai, maka putusan politik yang ditelurkan induk partai tetap menjadi acuan,” ujar Ketua Komisi II itu diplomatis.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Fraksi Golkar, Jaya Agus Purwanto memastikan fraksinya berada di luar kubu pengusung interpelasi.
“Fraksi kami konsisten,” ucap Jaya Agus. Meski tak membeber lebih jauh soal sikap konsisten yang ia maksud, namun anggota Komisi II tersebut menyatakan Partai Golkar sebagai partai pengusung Ita Puspitasari sebagai calon Walikota dalam helatan Pilwali, April 2018 silam akan tetap menjadi partai yang mengawal kebijakan-kebijakan kepala daerah yang diusungnya itu.
Indro Tjahjono, anggota Fraksi Partai Demokrat mengaku belum mendapatkan jawaban dari fraksinya.
“Hasil RDP sudah kami sampaikan ke fraksi kami. Termasuk rencana pengguliran hak interpelasi. Namun sampai saat ini saya belum dapat jawaban dari fraksi, apakah mendukung atau tidak (penggunaan hak interpelasi,” ujar satu-satunya politisi Partai Nasdem di legislatif daerah Kota Mojokerto yang bergabung dalam Fraksi Partai Demokrat tersebut.
Anggota Komisi II tersebut menyatakan, secara pribadi mendukung langkah interpelasi. “Ya itu sikap pribadi. Sikap fraksi bagaimana, ya kita tunggu saja,” sergahnya.
Sementara itu, dalam Peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2018 tentang Tatib DPRD Hak Interplasi diatur dalam Pasal 69 – 71.
Pasal 69 ayat (1) mengatur, usulan pelaksanaan hak interpelasi yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang mengenai pemerintahan daerah diajukan Anggota DPRD kepada Pimpinan DPRD untuk dilaporkan pada rapat paripurna.
Meski tak diatur berapa jumlah minimal anggota yang mengajukan usulan interpelasi, namun sumber di Sekretariat DPRD Kota Mojokerto menyebutkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Pasal 167 ayat (1) huruf a, hak interpelasi di tubuh DPRD bisa diusulkan paling sedikit 5 orang anggota Dewan dari fraksi berbeda.
Misalnya Fraksi PKB dengan 4 anggota, ditambah 1 anggota Dewan dari fraksi lain, maka berdasarkan UU 23/2014, usulan (hak interpelasi) bisa dilakukan,” imbuhnya.
Di Pasal 70 Peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2018 tentang Tatib DPRD diatur,  usulan hak interpelasi yang digelar dalam rapat paripurna baru bisa ditindaklanjuti apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna yang dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota Dewan dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota Dewan yang hadir.
Keputusan DPRD mengenai hak interpelasi kemudian disampaikan pimpinan Dewan kepada Walikota.
Seperti diberitakan sebelumnya, usulan penggunaan salah satu hak Dewan tersebut mencuat diujung RDP III, Jum’at pekan lalu.
Dalam RDP yang dipimpin Koordinator Komisi II, Junaidi Malik, dinyatakan, selain meminta OPD terkait menyelesaikan pekerjaan tanpa mengabaikan aturan serta meminta Inspektorat melakukan audit proyek putus kontrak, Komisi II menilai penelantaran proyek-proyek normalisasi saluran menunjukkan bahwa persoalan kebijakan besar pelayanan dasar gagal di tahun 2019.
“Gagalnya pelayanan dasar ini berarti gagal dalam menjalankan amanat RPJMD, gagal menjalankan amanat RKPD tahunan, gagal dalam menjalankan program APBD,” cetus Juned.
Karena bentuk kegagalan itu, anggota Dewan tiga periode tersebut menilai pertanggungjawaban bukan lagi pada perangkat daerah, melainkan kepala daerah.
“Semua anggota Komisi II akan melaporkan ke masing-masing fraksinya tentang fakta-fakta dalam RDP. Dengan meminta pertimbangan Ketua Dewan, Komisi II akan mengusulkan langkah-langkah yang lebih jauh lagi yakni menggunakAN hak-hak kita yang diatur dalam tatib Dewan maupun UU MD3,” ujarnya.
Komisi II, kata Juned lebih lanjut, memastikan tidak akan menggelar RPD jilid IV, namun mengusung wacana penggunaan salah satu hak Dewan yang diatur dalam tatib Dewan maupun UU MD3. [kar]

Tags: