Sudah Ada Sejak 1969, Menjadi Satu-satunya Museum Kanker di Dunia

dr Ananto Sidohutomo (gegeh Bagus Setiadi)

dr Ananto Sidohutomo (gegeh Bagus Setiadi)

Surabaya, Bhirawa
Kota Surabaya banyak memiliki museum. Meski demikian tidak semua diketahui, apalagi dikenal masyarakat. Salah satunya adalah Museum Kanker Indonesia (MKI) di Jalan Kayoon, Surabaya. Museum ini berada di bangunan tua milik sekaligus dikelola Yayasan Kanker Wisnuwardhana. Ini yang membuat ada pihak yang menyebut museum ini dengan akronim MKI-YKW.
Cikal bakal museum ini ada sejak tahun 1969. Kala itu para pendiri YKW mengumpulkan beberapa artefak kanker yang diangkat (hasil operasi) tim dokter pada pasien. Namun ketika itu, artefak yang ada baru sedikit dan tidak termanajemen dengan baik. Artevak kanker yang ada sebatas disimpan dalam stoples kaca dengan cairan formalin di dalamnya yang merendam artevak. Tidak ada label keterangan yang tertempel.
MKI yang diyakini YKW sebagai satu-satunya museum kanker di dunia ini akhirnya mulai mengenal pengelolaan manajemen museum. Meski ketika itu, era 1970 hingga 1990an belum mengatasnamakan museum.
Namun, sejak masuknya dr Ananto Sidohutomo, MARS, embrio MKI-YKW resmi dibentuk. Ananto masuk sebagai Pembina YKW tahun 2010, dan museum resmi ada per 2 November 2013, dengan Ananto sebagai pendiri.
Sejak masuknya Ananto, MKI-YKW meningkatkan jalinan komunikasi dengan lintasdokter. Ini karena penyakit kanker dalam penanganannya selalu melibatkan banyak dokter spesialis. Dari sini jumlah koleksi yang dimiliki museum terus bertambah.
Bukan saja artefak yang merupakan potongan bagian badan pasien yang mengandung kanker. Namun ada foto, leaflet atau poster, anak timbangan untuk mengetahui berat artevak operasi dan lainnya.
Artevak yang ada dalam stoples berformalin dalam almari kaca, di antaranya kanker kelenjar betah bening, kanker payudara, kanker paru, kanker tulang, kanker rahang, tumor indung telur, kanker rehem lahir, kanker jaringan lunak, kanker indung telur, kanker kelenjar liur, kanker ginjal pada anak, kanker usus, kanker kelenjar gondok, kanker usus, dan lainnya. Juga dipamerkan cacing gelang serta koleksi lain.
Ada 29 artefak, yang kesemuanya diawetkan dengan formalin dan bisa awet hingga 80 tahun. Artevak didapat dari pasien dari daerah lain di Jatim.
“Artevak ini tidak beda dengan cadaver yang diformalin. Koleksi yang ada di MKI-YKW untuk sosialisasi supaya jangan lagi banyak orang yang meninggal karena kanker. Ini untuk mengedukasi masyarakat,” kata Ananto ditemui di MKI-YKW, kemarin.
Menurutnya, kendati belum ada data pasti namun banyak orang Indonesia mati karena kanker. “Sampai sekarang di Indonesia belum ada data pasti tentang berapa yang meninggal karena kanker dalam setahunnya. Data dari tahun ke tahun juga tidak ada. Namun versi WHO (World Health Organization) 1 dari 4 orang mengidap kanker. Meski demikian, tidak banyak orang yang melakukan pembelaan atas ancaman penyakit yang penanganan medisnya juga menghabiskan banyak biaya ini,” rinci dokter gaek berambut gondrong ini.
terkait pengunjung, Ananto menyebut dari banyak kalangan. Bukan saja masyarakat umum, namun ada mahasiswa Fakultas Kedokteran maupun akademisi lintaskampus. Kemarin ketika bertandang ke MKI-YKW ada salah seorang warga Negara asing berkunjung.
“Dalam setiap seminar kanker skala internasional, museum ini selalu disebut satu-satunya museum kanker di dunia. Selain hanya ada di Surabaya, koleksinya juga lengkap. Ini karena tidak banyak praktisi kesehatan yang menyimpan artevak hasil operasi kanker,” urainya.
Kendati diplot satu-satunya sesuai pengakuan asing, operasional MKI-YKW ditanggung pengurus. Tidak ada bantuan anggaran dari pihak lain. Operasional yang ada cukup rekening listrik, air. Untuk Sumber Daya Manusia (SDM) museum tidaklah banyak.
Namun demikian, MKI-YKW sampai sekarang tetap eksis dan dikelola YKW yang diketuai Prof. Roem Werdiniadi. “Jatim sendiri sejak tahun 2014 sudah diyantakan sebagai provinsi darurat kanker oleh Gubernur Soekarwo. Namun baru sebatas pencanangan, belum ada perhatian lain terkait kanker,” tuturnya.
Warga Surabaya berpotensi terpapar kanker. Ini karena efek gas rumah kaca, polusi udara, gaya hidup, pola makan dan lainnya. Kanker dipicu banyak hal. Yang tidak bisa terserang kanker adalah kuku serta rambut.
“Ada 136 jenis kanker. Dari 136 ini, ada dua jenis kanker yang bisa dicegah agar tidak menjadi lebih parah dan bisa dideteksi sejak dini serta bila ditemukan bisa dilakukan penyembuhan maksimal, yakni kanker payudara dan serviks. Selain dua kanker itu, pasti ditemukan ketika tahap sudah memasuki lanjut.
Kanker dipicu keberadaan sel normal yang mengalami multiplikasi atau perbanyakan sel secara ganas dan jadi sel kanker. Ada banyak upaya atau metode dalam dunia kedokteran atau diyakini masyarakat. Targetnya membuang kanker. Ada cara, teknik laser, operasi, pindah ke kambing dan lainnya. Frekuensi getaran supaya kanker pecah dan keluar dari tubuh, menjadi metode lain.
Pemeriksaan bagian tubuh bisa menjadi cara pendeteksian kanker sejak dini. Salah satunya, memeriksa payudara sendiri (Sarari). Kanker yang tidak terdeteksi rata-rata udah masuk stadium lanjut setelah 2 hingga 2,5 tahun.
“Melalui Gerakan Bidadari, MKI-YKW tidak ingin perempuan mati karena kanker. Karena itu deteksi sejak dini terus kami sosialisasikan. Termasuk Sarari, agar ketika ada benjolan sekecil biji kacang ijo atau jagung bisa diketahui sedini mungkin,” urainya.
Pihak MKW-YKW senang disaat ada pengunjung datang dan memotret koleksi yang ada. Ini sebagai bentuk sosialisasi. “Pengunjung yang memotret akan mengirim foto itu ke temannya melalui smartphone. Ini akan mengena dan terjadi komunikasi lanjut antara orang yang mengirim dengan yang menerima foto,” urainya.
Ananto menekankan hidup berimbang bisa menjadi bagian pencegahan. Dipadu olahraga teratur, menjaga pola makan.
Zahroh adalah salah seorang pengunjung yang kemarin di MKI-YKW. “Ini saya sempatkan foto-foto dan dikirim ke teman-teman cewek,” akunya.
Disisi lain, Yayasan Anak Kanker Jatim di Jalan Karangmenjangan 5 Surabaya banyak menampung anak-anak penderita kanker yang menjalani pengobatan di RSU dr. Soetomo. “Rumah Kita” adalam nama untuk shelter itu. (geh)

Tags: