Sudah Fokus Pemindahan Pintu Lintasan Wonokromo, Masyarakat Belum Diajak Bicara

lahan-di-Jalan-Raya-Wonokromo-yang-bakal-terkena-proyek-Frontage-Road-FR-sisi-Barat.

Surabaya, Bhirawa
Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya mulai fokus pada pemindahan palang pintu Kereta Api (KA) di depan RSI Wonokromo. Pemindahan palang pintu ini untuk menunjang Frontage Road (FR) sisi Barat menuju Terminal Joyoboyo. Palang pintu kereta di lintasan itu akan digeser sekitar 20 meter ke arah selatan.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Surabaya Irvan Wahyudrajat mengatakan tahun ini fokus pada pemindahan pos Kereta Api di Wonokromo. Tahapan tersebut yakni sewa lahan untuk pos palang pintu baru. Lahan di lokasi baru tersebut masih milik PT KAI.
“Untuk menggunakannya, Pemkot harus membayar sewa kepada PT KAI. Saat ini masih proses lelang dan pengadaannya,” katanya saat dikonfirmasi Harian Bhirawa, Selasa (31/1) kemarin.
Irvan menyatakan, urusan sewa menyewa sudah tuntas. Awalnya ada nilai sewa yang harus dibayar pemkot ke PT KAI. Namun, PT KAI akhirnya menggratiskan karena penggeseran tersebut untuk kepentingan umum. “Kondisi akan berbeda apabila penggeseran untuk kepentingan bisnis,” ujarnya.
Untuk proses lelang, lanjut Irvan, Dishub membutuhkan waktu dua bulan untuk menentukan pemenang lelang tersebut. Setelah muncul nama pemenang perlu waktu dua bulan penyediaan peralatan yang dibutuhkan.
“Penggeseran di lapangan diperkirakan dimulai pada Juni. Pemindahan akan diawali dengan pembuatan pos baru,” jelasnya.
Tahap berikutnya, menurut Irvan, pemindahan perangkat palang pintu ke pos baru tersebut. Ia memastikan palang pintu itu termasuk yang paling lebar di wilayah Surabaya. Lebarnya kurang lebih 30 meter lebih.
“Biaya penggeseran menjadi tanggung jawab pemkot. Begitu juga pengelolaannya. Dishub sudah menyiapkan tenaga yang akan bertugas di pos baru tersebut secara bergiliran,” terangnya.
Belum Diajak Bicara
Sementara itu kelanjutan proyek Frontage Road (FR) Sisi Barat Jalan Ahmad Yani hingga Terminal Joyoboyo, dibayangi kecemasan warga pemilik persil. Kecemasan ini terutama berkaitan ganti rugi yang akan mereka dapatkan.
Saiful Afandi (42) pemilik persil warisan orangtuanya di Jalan Raya Wonokromo nomor 34 mengaku belum pernah mendapatkan sosialisasi mengenai kelanjutan pembebasan lahan ini.
“Memang sudah, Kamis (26/1) lalu pihak Kecamatan, PU Bina Marga, juga PD Pasar dan PT KAI datang untuk mengukur lebar persil yang terdampak. Itu, sudah ditandai,” katanya ketika ditemui Selasa (31/1) kemarin.
Sesuai tanda yang dibubuhkan oleh petugas PU Bina Marga, pembebasan persil terdampak dari badan jalan direncanakan selebar 10 meter. Sebagian rumah Saiful termasuk yang akan dibebaskan.
Tidak hanya itu, petugas dari Pemkot Surabaya didampingi Lurah setempat juga telah melakukan pengukuran panjang persil terdampak kemarin siang sejak kurang lebih pukul 11.00.
“Tapi sampai saat ini, Lurah maupun camatnya belum mengajak warga di sini, yang bukan menempati lahan milik PT KAI atau PD Pasar Surya, bertemu. Minimal sosialisasi soal ganti rugi,” kata Saiful.
Padahal, menurut dia, sudah ada kabar yang beredar simpang siur bahwa ganti rugi yang akan didapat warga pemilik persil di Jalan Raya Wonokromo itu tidak sebesar yang didapatkan warga di Jalan Ahmad Yani.
“Makanya, saya pribadi kalau dimintai dokumen-dokumen oleh Kelurahan agak keberatan. Karena ini kan sama sekali belum ada komunikasi,” ujarnya.
Saiful juga mengeluhkan, bagaimana usahanya terus menurun sejak adanya pagar di sepanjang Jalan Raya Wonokromo yang membatasi jalan raya dengan persil miliknya.
“Usaha kami ini sudah berapa tahun dibunuh oleh pagar ini (sambil menunjuk pagar pembatas). Padahal dulu yang lebih ramai ya toko-toko milik warga ini,” kata dia.
Setidaknya, ada sekitar 30 persil milik warga di luar lahan PT KAI dan PD Pasar Surya yang akan terdampak pembebasan lahan ini. Rata-rata warga telah menempati persil itu sebagai warisan orangtua mereka.
Pasangan suami istri Gufron (66) dan Masamah (56) misalnya, yang menempati persil seluas kurang lebih 15 meter persegi, telah berdagang di lokasi itu sejak lebih dari 56 tahun lalu.
“Sudah sejak bapak saya dulu. Tahun 80-an sempat usaha sepatu, tapi terus tutup, saya pakai buat usaha warung makan. Sampai sekarang. Kebetulan sekarang libur,” kata Masamah.
Masamah ketika ditanya soal pembebasan lahan mengaku tidak akan menolak, karena dia menyadari pembebasan lahan itu untuk kepentingan orang banyak. Dia sendiri juga tidak terlalu banyak menuntut berapa seharusnya ganti rugi yang dia dapatkan.
“Ya kan untuk kepentingan orang banyak. Belum ada yang bilang berapa, saya juga enggak tahu seharusnya berapa,” katanya.
Sementara di lokasi yang sama, ada pedagang yang mengontrak persil untuk ladang usaha mereka di atas lahan milik PD Pasar Surya. Informasi yang didapat, PD Pasar Surya telah menyatakan batas pengosongan lahan di Jalan Raya Wonokromo itu hari ini.
Namun, pantauan di lokasi, para pedagang masih berjualan di stan masing-masing. Seperti halnya Aang, seorang pedagang mainan di lokasi itu. “Katanya memang hari ini, tapi karena yang lain pada belum mengosongkan stan-nya, ya saya tetap jualan aja,” ujar pria yang berasal dari Jawa Barat ini.
Aang mengatakan, sebagian besar pedagang di lokasi yang berdekatan dengan Jalan Pulo Wonokromo itu mengontrak rumah untuk tempat usaha. Mungkin karena itu juga, mereka memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk tetap berjualan.
Sebelumnya diberitakan Harian Bhirawa, Kamis (26/1) lalu, Tomi Ardiyanto Camat Wonokromo mengatakan telah mendata bangunan yang ada di sepanjang Jalan Raya Wonokromo menuju Terminal Bungurasih itu.
Persil yang berdiri di sepanjang 117 meter dari Jalan SMEA (SMA/SMP Khodijah) hingga terminal itu akan terdampak pembebasan lahan Frontage Road.
Tomi saat itu menyebutkan, ada empat rumah dinas PT KAI di Jalan SMEA; 13 persil warga tanpa izin di atas tanah PT KAI; 21 bangunan ditempati warga; serta sebanyak 29 bangunan stan Pasar Wonokromo aset PD Pasar Surya yang akan terdampak pembebasan. (geh)

Tags: