Sudahkah Negara Berpancasila?

Oleh :
Muhammad Yazid
Santri Pondok Shalawatan Al-Mushthafa, Baturetno, Yogyakarta

Bukan rahasia umum lagi, sejak awal kemerdekaan di proklamirkan oleh Soekarno-Hatta, pada waktu bersamaan, melalui sidang BPUPKI, para toko bangsa terdahulu menetapkan Pancasila sebagai Ideologi bangsa. Sekaligus dasar dan pandangan hidup dalam berbangsa dan bernegara.

Sebagai pandangan hidup, Pancasila dimaksudkan sebagai landasan untuk menata hidup dan dasar dalam penyelenggaraan sebuah negara menuju negara yang bermartabat, sejahtera, dan bersatu dalam kemajemukan demi terwujudnya kehidupan damai dan berkeadilan.

Persatuan, kemakmuran atau kesejahteraan dan berkeadilan merupakan cita-cita besar yang telah di amanatkan oleh bapak pendiri bangsa kita yang mereka tuangkan ke dalam Pancasila. Amanat itulah, tanggung jawab kita untuk mewujudkannya.

Kemiskinan

Melihat kondisi negara dan bangsa kita hari ini, cita-cita itu belum sepenuhnya dicapai, bahkan saja belum tercapai. Sebagai negara yang besar dikelilingi sumber daya alam (SDA) yang melimpah, tidak sedikit masyarakat berada dalam kondisi sejahtera. Kian hari, seiring dengan populasi manusia yang makin meningkat. Pada waktu bersamaan angka statistik kemiskinan semakin tak terkendalikan.

Dilansir oleh Badan Pusat Statistika (BPS) merilis angka kemiskinan di Indonesia. Menurutnya, jumlah penduduk miskin Indonesia per September 2021 mencapai 26,50 juta atau 9,71% (CNBC Indonesia, 17 Januari 2022) Dari angka-angka statistik kemiskinan itu, lembaga riset Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memprediksikan tingkat kemiskinan Indonesia pada 2022 berpotensi melonjak menjadi 10,81 persen atau setara 29,3 juta penduduk (kompas.com)

Dari data tersebut, menunjukkan bahwa masalah kemiskinan yang di alami masyarakat Indonesia, merupakan persoalan yang sangat panjang dalam penyelesaiannya. Bahkan bisa dikata, semenjak Indonesia merdeka sampai hari ini, kemiskinan merupakan problem utama kehidupan bangsa. Hingga tak bisa dipungkiri atas persoalan itu memunculkan amanat UUD 1945 pasal 33 ayat 3, yang di dalamnya menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, dan sebagai pijakan dalam mengelola, menata kehidupan masyarakat yang makmur.

Kondisi demikian sampai hari ini membuat kita janggal. Sebagai negara dengan SDA yang besar, tapi, kesejahteraan masyarakat belum bisa terjamin. Angka pengangguran makin bertebaran, jaminan pendidikan masih minim dan tidak merata. Seolah-seolah negara kita tak lagi berpancasila. Sehingga nilai yang terkandung di dalam Pancasila sebagaimana juga amanat UUD 1945, yaitu kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia, menjadi impian yang gaib. Ada, tapi tak bisa diwujudkan.

Lain dari pada itu, satu sisi Pancasila tidak hanya pandangan hidup yang hanya berupa teori yang cukup dihafal, dilantunkan pada setiap acara-acara seremonial. Tapi, harus diimplementasikan ke dalam kehidupan nyata secara konkret dan dapat dipertanggungjawabkan. Disisi lain Pancasila juga harus dipahami sebagai dasar dan ideologi pembangunan.

Sebagai dasar pembangunan, Pancasila dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan pembangunan Indonesia. Berdasarkan data Global Wealth Report, terdapat ketimpangan yang cukup tinggi di negara kita. Di mana 1% kelompok terkaya menguasai hampir separuh kekayaan nasional. Atas dasar ketimpangan sosial ekonomi tersebut, dipastikan prinsip keadilan dalam sila ke-5 dalam Pancasila belum menjadi ruh dari setiap pembangunan nasional (Kemenag RI, 1 Juni).

Kondisi tersebut sungguh memperhatinkan, sebab ketimpangan yang terjadi, menyebabkan orang kaya makin kaya dan orang miskin akan semakin miskin dan termarginalkan. Sehingga mungkin saja, semoga saja tidak, cita-cita kesejahteraan akan jauh dari harapan. Sama halnya mengejar bayangan tubuh semakin dikejar, makin menjauh.

Persatuan

Persoalan kemiskinan, tertutupnya hak dan sistem politik yang tak lagi mampu menyerap aspirasi masyarakat merupakan salah satu sebab merebaknya gerakan-gerakan separatis di Indonesia.

Sebagaimana di sampaikan oleh, Haroon Ullah menjelaskan bahwa ada tiga hal yang dapat dikaitkan dengan adanya tindakan intoleransi yang berujung pada radikal, terorisme, hingga kekerasan ekstremis (Haroon Ullah, 2016). Menyebutkan, pertama : kemiskinan dan pendidikan yang rendah. Kedua, dorongan untuk bermakna, takut dan frustrasi. Rasa frustrasi muncul dari kondisi di negara itu sendiri. Contohnya, korupsi yang merajalela dan bahkan menjadi habitus. Sehingga atas kondisi yang demikian menjadi alasan mereka untuk mengikuti gerakan-gerakan terorisme. Sebab baginya mengikuti aturan yang ada tidak bisa mengubah apa-apa. Ketiga, dorongan untuk berubah dan berkuasa melalui kekerasan hingga sampai pada fase ingin membuat pemerintah baru.

Disadari atau tidak, gerakan-gerakan tersebut pada akhirnya mengancam kesatuan dan persatuan Indonesia yang sudah dibangun dalam waktu yang lama oleh fanding father kita, dengan tiang kokoh yaitu Pancasila.

Maka dengan demikian, selama masih banyak masyarakat tidak bernasib mujur, menderita kemiskinan, termarginal haknya, kesulitan mendapat lapangan pekerjaan, merasa ketidakadilan dan terpinggirkan, maka akan selalu muncul ideologi perlawanan, radikalisme, gesekan dalam masyarakat dan merebaknya kriminalitas yang berpotensi meruntuhkan persatuan dan kesatuan negara. Dan hal-hal demikian yang harus kita cegah dan berpikir ulang atas eksistensi Pancasila seutuhnya.

Persoalan-persoalan yang menjadi akar dari gerakan-gerakan intoleransi, radikalisme, terorisme hingga kekerasan ekstremis yang marak terjadi di Indonesia dan gerakan itu masif membuat kegaduhan terhadap masyarakat segara kita tanggulangi. Dengan sistem dan proses pembangunan yang harus berpihak kepada kepentingan masyarakat. Segala kebijakan, senantiasa tidak menjadikan masyarakat kaki kedua yang cenderung diabaikan dan tidak diperhatikan, melainkan harus diutamakan haknya sebagai bangsa. Sudakah negara berpancasila?

Oleh karena itu, sebagai negara dengan ideologi Pancasila, maka sudah kewajiban bagi seluruh elemen bangsa, lebih-lebih pemerintah dalam segala kebijakan harus berlandaskan pada nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila. Pancasila tidak hanya sebagai ideologi untuk menata hidup, melainkan juga, sebagai dasar dalam penyelenggaraan Negara. Sebagaimana diungkapkan Bung Hatta, dasar dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sebagai pimpinan, tuntunan dan pegangan, pemerintah negara pada hakikatnya tidak boleh menyimpang dari jalan lurus (Pancasila) untuk mencapai kebahagiaan rakyat dan keselamatan masyarakat, perdamaian dunia serta persaudaraan bangsa-bangsa.

Dengan begitu, kita bisa berkata, elemen bangsa Indonesia yang konsisten melaksanakan Pancasila akan mengubah kondisi bangsa ke arah yang lebih baik sesuai yang di cita-citakan. Selain itu, jika elemen bangsa mampu merealisasikan dan konsisten dengan Pancasila maka niscaya persatuan dan kedamaian bangsa akan terpelihara.

——– *** ———

Rate this article!
Tags: