Sugito: Agar Harga Tak Anjlok, Perlu Bangun Pasar Sayur di Sumber

Komisi II DPRD Kabupaten Probolinggo sidak ke lahan sayur Desa Pandansari Sumber.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Probolinggo, Bhirawa.
Banyaknya petani yang mengeluh lantaran harga sayur anjlok, membuat komisi II DPRD Kabupaten Probolinggo turun melakukan inspeksi mendadak (sidak). Dewan lalu berharap agar Pemkab Probolinggo membangun pasar sayur di wilayah Sumber. Bahkan, ditargetkan tahun 2021, pasar sayur itu dibangun. Hal ini diungkapkan Sugito, Minggu (20/9).

Kondisi di tengah pandemi Covid-19, tidak hanya soal harga tembakau yang anjlok. Tetapi, harga sayuran juga murah. Kondisi itu, terungkap adanya aduan dari masyarakat wilayah Kecamatan Sumber. “Mendapatkan aduan dari petani sayur di daerah Sumber, kami pun naik ke Sumber melihat kondisi dan persoalannya,” katanya.

Menurut Sugito, harga sayur anjlok salah satu faktor, tidak adanya pasar sayur di daerah atas. Kondisi itu membuat petani yang menjual ke pasar di daerah bawah, dengan biaya lebih mahal dan harga murah. Berbeda, saat ada pasar sayur di wilayah Sumber, petani bisa tampung hasil panen itu di pasar tersebut jika kondisi harga belum mendukung.

“Kami akan berupaya usulkan pembangunan pasar sayur di Desa Pandansari Sumber. Karena paling banyak hasil tanaman sayur ini dari di Sumber. Kami upayakan tahun 2021, pasar sayur itu bisa dibangun,” ungkapnya.

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo, Lukman Hakim mengatakan, pembangunan pasar sayur di wilayah Sumber itu sangat dibutuhkan. Karena, pasar adalah salah satu penompang perekonomian masyarakat, terutama bagi petani sayur di wilayah Sumber dan sekitarnya. Sehingga, dirinya pun akan usulkan rencana pembangunan pasar sayur itu di rencana APBD 2021 nanti.

“Nanti kami akan minta pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), untuk diajukan pembangunan pasar sayur di Sumber melalui APBD 2021. Sehingga, tahun 2021 bisa terealisasi dan segera dimanfaatkan petani sayur di wilayah Sumber dan sekitarnya,” terangnya.

Plt Kepala Disperindag Kabupaten Probolinggo Taufiq Alami saat dikonfirmasi mengaku, menyambut baik usulan dari DPRD terkait rencana pembangunan pasar sayur di Sumber tersebut. Pihaknya sudah koordinasi dengan Camat Sumber, untuk usulan pasar sayur di Sumber. “Nanti akan kami ajukan dalam rencana APBD 2021, untuk pembangunan pasar sayur di Sumber itu. Untuk kepastian lokasinya, akan ada koordinasi lebih lanjut dengan camat dan kepala desa setempat,” tuturnya.

Tak hanya petambak garam dan petani tembakau, petani sayur di Kabupaten Probolinggo juga mengeluh. Terutama petani kubis. Sebab, kini harga kubis di tingkat petani hanya dalam Rp 200 per kilogram. Karenanya, sejumlah petani berharap Pemkab Probolinggo turun tangan.

Petani minta perhatian agar permasalahan murahnya harga sayur bisa segera teratasi. Salah seorang tokoh Tengger Kabupaten Probolinggo Joko Wahyudi mengatakan, Pemkab juga harus turun tangan dalam masalah yang berada dalam masalah petani sayur. Serta, tidak hanya fokus terhadap petani tembakau. “Jangan nyentris ke petani tembakau saja. Coba lihat penderitaan petani kubis dan tomat di Lereng Gunung Bromo dataran Tengger ini, “katanya.

Persediaan kubis di dataran Tengger lebih dari 200 ton. Semuanya terancam tidak dapat dipanen karena harganya sangat murah. Tembakau mungkin tiga batang dibakar. Tapi, kalau warga Tengger suruh dibiarkan, ya dibiarkan beneran. Namun, meski tidak laku dan murah banget, warga Tengger tetap diam dan tidak ramai, “ujarnya.

Karenanya, pihaknya meminta pemerintah tetap menyerahkan nasib para petani di dataran Tengger. Karena kami juga warga Kabupaten Probolinggo. Tidak hanya petani kubis, petani tomat atau petani yang juga kurang beruntung harus tetap waspada, “harapnya.

Biaya produksi tidak sedikit. Namun, setelah memasuki masa panen harganya sangat murah. Karenanya, pihaknya meminta-minta pemkab, memperhatikannya dan mencarikan solusi terkait masalah ini. “Apakah nanti ada ganti bibit atau ada solusi lainnya, yang pasti hal seperti ini hampir setiap tahun terjadi dan pemerintah juga belum ada langkah,” tuturnya.

Lebih lanjut Plt Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Probolinggo Taufiq Alami mengatakan, harga sayur murahnya karena dampak pandemi Covid-19. Daya beli masyarakat menurun. Stok sayur banyak dan permintaan menurun. “Hukum pasar. Jadi, stok banyak, permintaan menurun, “jelasnya.

Untuk mengatasinya, pihaknya mengaku sudah mempersiapkan bantuan. Salah satu bantuan alat pembuat tomat menjadi sayur, sehingga ketika harganya murah, bisa diolah menjadi produk jadi. “Ini yang akan kami lakukan tahun depan. Sehingga, masyarakat terutama petani bisa untung kemudian, “ujarnya.

Seperti diketahui, harga kubis di tingkat petani hanya Rp 200 per kilogram. Karenanya, banyak petani yang memilih tidak memanen kubisnya. Alasannya, jika dipaksa dipanen akan rugi dengan ongkos angkut. Harga di tingkat petani ini beda jauh dengan di pasaran. Sejauh ini, harga kubis di pasar masih Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per kilogram.

Petani sayur di Kecamatan Sumber benar-benar dibuat sulit saat panen raya. Bukan hanya harga sayur yang anjlok karena kubis hanya mulai Rp 200 per kilogram. Persyaratan pupuk subsidi yang sulit diperoleh, kini telah memenuhi keluhan.

Pihak petani di Sumber mengaku, sudah dua bulan ini pupuk subsidi sulit dicari. Seperti yang Proposal Agung, salah satu petani asal Gemito. Dia mengatakan, sudah dua bulan lebih ia dan petani lain tidak mendapatkan pupuk subsidi. “Sudah dua bulan ini tidak ada pupuk,” katanya.

Karena kondisi itu, ia harus membeli pupuk nonsubsidi ke toko pertanian. Tak tanggung-tanggung, pupuk yang dicari ada di Kota Probolinggo. Sepertinya, biaya produksi manjadi membengkak dua kali lipat. Biasanya kalau pupuk subsidi habis Rp 1 juta. Karena tidak ada akhirnya yang tidak terdaftar kami beli Rp 3 juta, “katanya.

Pembelian pupuk nonsubsidi dilakukan tentu bukan tanpa alasan. Itu dilakukan karena demi keberlangsungan tanaman yang ada di ladangnya. Jika dibiarkan, malah tanamannya bisa mati. “Ya kalau dibiarkan bertambah rugi rugi,” jelasnya.

Bambang, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) setempat, kuota pupuk subsidi memang jauh dari kebutuhan. Karena itu, stok saat ini tinggal sedikit. “Memang sudah tinggal sedikit. Mungkin hanya 5 persen. Saya belum mendapat laporan dari teman-teman, “katanya. Untuk mengatasi hal itu, pihaknya telah mengajukan kepada pusat. Tetapi, sejauh ini langkah yang dilajukan belum membuahkan hasil,” tambahnya.[wap]

Tags: