Sukses ‘Film Jack’ Menembus Industri Layar Lebar

Gunakan Logat Suroboyoan, Pemain dan Kru 90 Persen Lokal
Surabaya, Bhirawa
Sempat menantikan cukup lama, film lokal khas Suroboyoan berjudul Jack itu akhirnya berhasil menembus industri layar lebar. Film garapan arek Suroboyo yang juga menggandeng siswa SMK dr Soetomo Surabaya itu itu akan resmi tayang di bioskop se-Jatim pada 16 Mei 2019 mendatang.
Nuansa khas Suroboyoan dalam film tersebut sangat terasa saat penonton menyaksikannya. Mulai dari bahasa dalam dialog, logat, pemain, setting tempat, hingga kru di balik proses produksi film tersebut. Bahkan, film itu juga melibatkan 35 siswa kelas 2 dan 1 SMK dr Soetomo jurusan film dan multimedia sebagai kru produksi.
Excecutive Producer 2 Film Jack, Julianto Hadi mengatakan mulai dari kru film dan pemeran menggunakan orang asli Surabaya. Tidak hanya itu dialognya pun khas Surabaya. Setting lokasinya berada di kampung Maspati, cafe di Peneleh, Hotel Majapahit, Tugu Bambu Runcing dan Gedung Balai Kota.
“Meski menggunakan dialog khas Surabaya, penonton tidak perlu khawatir karena telah dilengkapi subtitle bahasa Indonesia,”ungkap pria yang juga kepala SMK dr Soetomo ini dalam premier film yang dihadiri kru dan pemain di Ciputra World, Jumat (3/5) malam.
Secara garis besar film ini berkisah tentang anak kuliahan etnis arab bernama Jack yang diperankan oleh Arief Wibhisono, yang bersahabat dengan gadis keturunan Tionghoa bernama Meyling yang diperankan oleh Grace Tie.
Namun persahabatan keduanya mendapatkan pertentangan dari kedua keluarga. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dalam film yang digarap selama dua minggu ini.
“Kru film inti atau tetap terdiri dari siswa kelas dua. Misalnya, bagian clapper dan assiten lighting. Tapi, kami pakai sistem bergilir. Karena juga untuk pembelajaran bagi siswa,” ujar pria yang akrab disapa Anton ini.
Anton, yang juga merupakan Kepala SMK Dr Soetomo Surabaya itu mengungkapkan, film ini bekerjasama dengan sebuah production house, Air Films.
“Pemilihan lokasi tersebut dianggap lebih dapat menonjolkan aspek Surabaya. Sehingga, dapat memunculkan perbedaan dibanding film yang biasanya dibuat sineas Jakarta,” paparnya.

Excecutive Producer 2 Juliantono Hadi mendapat apresiasi dari Anggota DPR RI Indah Kurnia usai menyaksikan premier film Jack di Ciputra World.

Sutradara Film Jack, M Ainun Ridho mengungkapkan tema dasar dalam ide film ini merupakan toleransi. Dengan segala etnis di Surabaya dan sikap toleransi warganya menurutnya akan menjadi contoh kecil toleransi di Indonesia.
“Film yang secara lengkap menonjolkan Surabaya bisa saya klaim ini yang pertama. Nanti setelah ini pasti banyak yang tertarik untuk mengambil film dengan latar Suroboyoan,”ujarnya. Iapun tak ragu menggandeng siswa dan mahasiswa dalam penggarapan film ini. Menurutnya 90 persen kru produksi dalam film ini merupakan warga Surabaya.

Bangga Punya Kesempatan Mengawal 1.200 Slate Pengambilan Film
Film Jack tidak memiliki karakter yang khas dengan gaya Suroboyoan. Kru yang mengerjakan film ini 90 persen juga diambil dari anak-anak muda Surabaya. Khususnya siswa SMK Dr Soetomo yang mendukung penuh produksi film ini.
Bayu Rizki Hariyono, alumni yang baru lulus SMK Dr Soetomo Surabaya itu mengawal produksi film Jack sejak dia duduk di kelas XI. Dia mendapat kepercayaan menjadi clapper dalam pengambilan adegan. Dia menghitung sejak pertama memulai produksi hingga film ini rampung dan tayang di layar lebar, tak kurang dari 1.200 slate yang dia kawal.
“Pekerjaannya ini melelahkan. Tapi saya sangat bangga, karena bisa terlibat dalam produksi film ini. Kesempatan ini langka, apalagi saya masih anak SMK waktu itu. Mahasiswa yang magang di produksi film saja belum tentu bisa mendapat kepercayaan menjadi clapper,” tutur dia.
Saat-saat melelahkan itu biasa terjadi saat syuting sudah masuk di atas pukul 24.00. Saat mata sudah mulai mengantuk, tubuh lelah, dia sering kali keliru dalam penulisan clapper. “Kita syuting kadang baru selesai pukul 04.00, terus jam 06.00 kita sudah harus mulai syuting lagi,” ungkap dia.
Selain menjadi clapper, Bayu juga mendapat kesempatan menjadi figuran di salah satu adegan film tersebut. Dia berperan menjadi tukang foto kopi yang bertemu dengan pemeran utama langsung. “Memang tidak ada bayarannya. Tapi pengalaman ini saya coba terapkan waktu membuat film untuk tugas akhir. Dan saya mendapat penghargaan tugas akhir terbaik di angkatan saya,” tutur Bayu. [tam]

Tags: