Suku Bungu Turun !

Perekonomian nasional membaik, ditandai dengan diturunkannya suku bunga oleh (Bank Indonesia (BI). Surat Utang Negara (SUN) juga laris manis, dengan penawaran diterima sebesar Rp 22 Trilyun. Kalangan usaha nampaknya merespons positif suasana politik yang makin kondusif. Untuk pertama kalinya dalam setahun, rupiah semakin menjauh dari kurs Rp 14 ribu-an per-dollar Amerika (US$). Walau sebenarnya tekanan ekonomi global belum benar-benar mereda.
BI dengan langkah “berani,” telah menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin, menjadi 5,75%. Sebelumnya, selama delapan bulan (sejak November 2018), suku bunga BI sebesar 6%. Langkah BI, bukan asal “berani,” melainkan berdasar perhitungan cermat. Bahkan boleh jadi akan diturunkan lagi secara bertahap. Sampai akhir tahun 2019, diharapkan (setidaknya) menjadi 5,5%. Diharapkan dunia usaha semakin berkembang. Terutama mendorong ekspor.
Tanda-tenda perbaikan ekonomi ditunjuk pada larisnya SUN. Pemerintah menawarkan sebesar Rp 15 trilyun. Tak dinyana, disambut antusias investor. Sampai tercatat penawaran lebih dari Rp 55 trilyun. Tetapi pemerintah hanya mengambil sebesar Rp 22 trilyun (toh sudah hampir 150%). Larisnya SUN menjadi pertanda kepercayaan investor, bahwa perekonomian nasional berada pada “track” yang benar. Ini setelah proses politik (pilpres) berakhir tanpa kegaduhan yang bisa mengganggu roda perekonomian.
Pidato presiden terpilih (Jokowi) sukses meyakinkan investor, dengan tren pertumbuhan positif investasi. Diantaranya, tekad melanjutkan pembangunan infrastruktur. Yakni dengan membangun akses “sayap” jalan tol. Artinya, akan terdapat jalan negara (non-tol) yang dibangun. Terutama jalan menuju sentra produksi (pertanian), dan pertambangan. Juga akses menuju tujuan wisata. Dus, daerah-daerah juga akan didorong membangun infrastruktur.
Beberapa sektor menunjukkan pertumbuhan positif sangat signifikan. Antaralain UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah), dan ekonomi kreatif berbasis kerakyatan, serta Unicorn. Bahkan sektor e-commerce, juga membutuhkan property (perkantoran, dan pergudangan logistik). Banyak perusahaan raksasa (multi nasional) e-commerce kelas dunia telah mengajukan izin operasional di Indonesia. Sebagian juga akan bergabung dengan usaha unicorn dalam negeri.
Pekan awal Desember (2018) lalu, rupiah sedang menjalani tren peningkatan “martabat” sebagai yang paling kuat di Asia. Prestasi manis telah berlaku sejak awal pekan. Melompat sampai hampir Rp 950,- per-dolar Amerika Serikat (US$). Saat ini, pada akhir pekan ketiga Juli 2019, rupiah Indonesia (IDR) berada pada posisi Rp 13.905 per-US$. Padahal pada pertengahan November 2018, IDR sangat mendebarkan, dengan nilai kurs Rp 15.200,- per-US$.
Mau tak mau, penyusunan APBN 2019, juga dalam bayang-bayang tekanan global. Terutama akibat perang (tarif bea masuk) dagang antara AS dengan Tiongkok. Tetapi setelah pertemuan G-20 (juga dihadiri presiden Jokowi), perang tarif, telah memudar. Selain fundamen perekonomian dalam negeri yang kuat, faktor penekan eksternal telah memudar. Seluruh mata uang di Asia menunjukkan tren positif. Rupiah menjadi yang terkuat.
Seiring pertumbuhan ekonomi global, BI memprediksi inflasi selama tahun 2019, tidak sampai menyentuh 3%. Begitu pula BPS (Badan Pusat Statistik) memprediksi daya beli masyarakat akan stabil. Bahkan memasuki semester kedua (Juli 2019) sedikit menguat (walau hanya 0,16%). Maka APBN 2019 (yang sebesar Rp 2.461 trilyun) sedang berjalan, semakin enteng menunaikan subsidi. Termasuk me-realisasi janji kampanye presiden Jokowi, yang akan memberikan subsidi pra-kerja.
Tetapi yang tetap harus dijaga, adalah gejala administered price (kebijakan tarif dan harga dasar yang ditentukan pemerintah). Terutama tarif dasar listrik listrik. Juga menjaga harga gas, yang terlanjur menjadi andalan bahan bakar di dapur setiap rumahtangga.

——— 000 ———–

Rate this article!
Suku Bungu Turun !,5 / 5 ( 1votes )
Tags: